Pontianak (Antara Kalbar) - Penulis muda Ahmad Asma menghimpun beragam kekayaan sejarah dan perubahan bentuk Kota Pontianak dalam sebuah buku "Pontianak Heritage" yang diluncurkan di Aula Museum Negeri Kalimantan Barat, Rabu.
Ahmad Asma menuturkan, ia sebelumnya pernah mengeluarkan buku panduan tentang Kota Pontianak secara umum pada tahun 2010. "Isinya sebanyak enam bab," ujar dia.
Menurut dia, buku panduan itu dibuat agar siapa pun yang baru datang ke Pontianak dapat mengetahui kota tersebut. Di salah satu bab dari enam bab yang ada di buku tersebut, tercantum tentang tempat-tempat bersejarah di Kota Pontianak.
Ia kemudian mulai meluangkan waktu untuk menghimpun lebih banyak data tentang perkembangan Kota Pontianak. "Target semula, ada 40 lokasi, tetapi akhirnya ada 33 lokasi yang dimuat di buku ini," ujar Ahmad Asma.
Ia melanjutkan, banyak yang kurang menyadari berbagai perubahan di Kota Pontianak. Bahkan, perubahan yang terjadi di depan halamannya sendiri. "Dan kita tidak tahu itu mempunyai nilai historis yang tinggi," kata dia.
Ia tidak memungkiri, selama ini untuk Kota Pontianak masih terpaku dengan Tugu Khatulistiwa. Padahal ada banyak hal yang mungkin tidak diketahui warga Pontianak. Ia mencontohkan di Jalan Pangeran Nata Kesuma, Pontianak Kota, terdapat sebuah mesin uap untuk membuat sumur bor. Tepatnya di depan Kantor Kecamatan Pontianak Kota.
Menurut Ahmad Asma, besar kemungkinan keberadaan mesin uap itu bagian dari kebun percontohan yang dikembangkan oleh Belanda di Pontianak. Fungsinya menjadi sumber air dan menyalurkannya, baik untuk kebun percontohan maupun kebutuhan penduduk di Tanah Seribu. Tanah Seribu sendiri merupakan kawasan berukuran 1.000 meter x 1.000 meter yang berada tak jauh dari kawasan Sungai Kapuas. Di sebelah utara, Tanah Seribu berbatasan dengan Sungai Kapuas Besar, sebelah timur Parit Besar, di sebelah Selatan dengan Jalan KH Wahid Hasyim - Jalan KH Achmad Dahlan, dan sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Jawi dan sebagian Sungai Kakap.
Dr Yusriadi, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pontianak menuturkan, Kota Pontianak di masa lalu merupakan kota perdagangan utama di pantai Barat Kalimantan.
"Tetapi sayangnya, kita belum punya orang yang benar-benar pakar di bidang sejarah," kata Yusriadi.
Ia sangat mengapresiasi Ahmad Asma yang mencoba menuliskan buku tersebut. "Sejak dituliskan dan diterbitkannya buku ini, merupakan bagian dari sejarah Kota Pontianak itu sendiri," kata Yusriadi menegaskan.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Kalbar, Agus Suyatna berharap buku tersebut dapat menjadi panduan bagi yang akan maupun telah berkunjung ke Kota Pontianak.
Ia secara pribadi saat datang ke Pontianak, terkesan dengan sejumlah bangunan tua yang masih berdiri dengan megah. Dua diantaranya SMP Negeri 1 Pontianak dan Gereja Katedral yang terletak di Jalan Pattimura.
"Tapi hati saya sungguh sedih, karena dua bangunan itu kemudian dibongkar dan diganti dengan gedung yang baru," kata Agus yang juga GM di Hotel Santika Pontianak itu.
Ia menilai tidak ada penghargaan terhadap pembangunan yang sudah dilakukan di masa lalu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
Ahmad Asma menuturkan, ia sebelumnya pernah mengeluarkan buku panduan tentang Kota Pontianak secara umum pada tahun 2010. "Isinya sebanyak enam bab," ujar dia.
Menurut dia, buku panduan itu dibuat agar siapa pun yang baru datang ke Pontianak dapat mengetahui kota tersebut. Di salah satu bab dari enam bab yang ada di buku tersebut, tercantum tentang tempat-tempat bersejarah di Kota Pontianak.
Ia kemudian mulai meluangkan waktu untuk menghimpun lebih banyak data tentang perkembangan Kota Pontianak. "Target semula, ada 40 lokasi, tetapi akhirnya ada 33 lokasi yang dimuat di buku ini," ujar Ahmad Asma.
Ia melanjutkan, banyak yang kurang menyadari berbagai perubahan di Kota Pontianak. Bahkan, perubahan yang terjadi di depan halamannya sendiri. "Dan kita tidak tahu itu mempunyai nilai historis yang tinggi," kata dia.
Ia tidak memungkiri, selama ini untuk Kota Pontianak masih terpaku dengan Tugu Khatulistiwa. Padahal ada banyak hal yang mungkin tidak diketahui warga Pontianak. Ia mencontohkan di Jalan Pangeran Nata Kesuma, Pontianak Kota, terdapat sebuah mesin uap untuk membuat sumur bor. Tepatnya di depan Kantor Kecamatan Pontianak Kota.
Menurut Ahmad Asma, besar kemungkinan keberadaan mesin uap itu bagian dari kebun percontohan yang dikembangkan oleh Belanda di Pontianak. Fungsinya menjadi sumber air dan menyalurkannya, baik untuk kebun percontohan maupun kebutuhan penduduk di Tanah Seribu. Tanah Seribu sendiri merupakan kawasan berukuran 1.000 meter x 1.000 meter yang berada tak jauh dari kawasan Sungai Kapuas. Di sebelah utara, Tanah Seribu berbatasan dengan Sungai Kapuas Besar, sebelah timur Parit Besar, di sebelah Selatan dengan Jalan KH Wahid Hasyim - Jalan KH Achmad Dahlan, dan sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Jawi dan sebagian Sungai Kakap.
Dr Yusriadi, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pontianak menuturkan, Kota Pontianak di masa lalu merupakan kota perdagangan utama di pantai Barat Kalimantan.
"Tetapi sayangnya, kita belum punya orang yang benar-benar pakar di bidang sejarah," kata Yusriadi.
Ia sangat mengapresiasi Ahmad Asma yang mencoba menuliskan buku tersebut. "Sejak dituliskan dan diterbitkannya buku ini, merupakan bagian dari sejarah Kota Pontianak itu sendiri," kata Yusriadi menegaskan.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Kalbar, Agus Suyatna berharap buku tersebut dapat menjadi panduan bagi yang akan maupun telah berkunjung ke Kota Pontianak.
Ia secara pribadi saat datang ke Pontianak, terkesan dengan sejumlah bangunan tua yang masih berdiri dengan megah. Dua diantaranya SMP Negeri 1 Pontianak dan Gereja Katedral yang terletak di Jalan Pattimura.
"Tapi hati saya sungguh sedih, karena dua bangunan itu kemudian dibongkar dan diganti dengan gedung yang baru," kata Agus yang juga GM di Hotel Santika Pontianak itu.
Ia menilai tidak ada penghargaan terhadap pembangunan yang sudah dilakukan di masa lalu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013