Sekayam (Antara Kalbar) - Ketua Asosiasi Pengusaha Perbatasan Indonesia (Asppindo) Entikong Cristoforus Lomon mengungkapkan hasil pertemuan pengurus dan anggota Asppindo pada Minggu malam (28/7) menyepakati untuk berhenti total menjalankan aktivitas perdagangan antarnegara, khususnya di kawasan perbatasan Entikong, Sanggau.
"Keputusan tersebut dilakukan untuk mengikuti aturan dari pemerintah. Selama ini pengusaha kerap dianggap sebagai penyelundup, kendati barang masuk melalui pintu Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) resmi, bukan jalan tikus dan menggunakan kuota belanja 600 ringgi Malaysia (RM), sesuai yang diatur dalam Sosek Malindo,†ungkap Cris saat dihubungi Senin.
Ia mengatakan, pelaku usaha yang tergabung dalam Asppindo akan menghentikan pasokan kebutuhan bahan pokok dari Malaysia, antara lain gula, bawang putih, bawang merah, minyak goreng,telur, daging, ikan, sosis, gas dan makanan minuman, mulai hari Rabu (31/7) sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Dengan tidak beraktifitasnya pelaku usaha di perbatasan, pelaku usaha mengharapkan pemerintah menyuplai kebutuhan bahan pokok masyarakat di perbatasan dan sekitarnya terutama dalam menyambut Idul Fitri.
“Kita juga meminta kepada pemerintah untuk tidak tebang pilih didalam menegakkan aturan. Jangan pilih kasih, untuk mobil box dan truk fuso harus sama rata karena masih menggunakan aturan Sosek Malindo. Jika ada dokumen yang tidak lengkap ambil tindakan tegas, bukan hanya tegas kepada pelaku usaha yang kecil semata,†ujar Cris.
Dia menilai, semenjak perbatasan Entikong resmi difungsikan sampai saat ini pelaku usaha yang mencari peruntungan menggunakan fasilitas 600 RM sesuai dengan aturan Sosek Malindo, tetapi tetap saja selalu dianggap membawa barang ilegal dari Malaysia, bahkan barang pelaku usaha kerap diamankan.
Pelaku usaha yang tergabung dalam Asppindo sudah bosan dan jenuh dengan aturan yang tidak jelas tersebut. "Oleh sebab itu, kita menyepakati bersama untuk menghentikan aktifitas masuknya kebutuhan bahan pokok dari Malaysia," katanya.
Ditambahkan Cris, pemerintah juga harus konsisten dalam bersikap, tidak hanya satu komoditi saja yang dipertanyakan legalistasnya dalam setiap operasi.
“Jika ingin daerah perbatasan bebas dan bersih dari kegiatan ilegal. Jangan tanggung-tanggung, semua barang yang masuk via PPLB Entikong harus diperiksa legalitasnya. Jika hanya satu komoditi saja yang dipertanyakan legalitasnya, terkesan operasi tersebut operasi titipan,†ungkapnya.
Menurut Cris, Asppindo mengharapkan pemerintah dalam memandang masyarakat perbatasan tidak hanya dari pendekatan hukum semata, sebab masyarakat perbatasan dari zaman dulu sampai saat ini tetap setia dengan NKRI. Seharusnya diberikan hak untuk dapat hidup yang layak dan sejahtera.
"Intinya penegakan hukum sah-sah saja, tetapi berikan juga solusi agar masyarakat perbatasan bisa berusaha dengan tenang, aman dengan diberikannya payung hukum yang jelas terkait tata niaga di perbatasan. Tidak seperti sekarang dimana situasainya sangat abu-abu, barang masuk melalui Kepabeanan namun di tengah jalan malah ditangkap dan dianggap Ilegal," kata Cris.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Keputusan tersebut dilakukan untuk mengikuti aturan dari pemerintah. Selama ini pengusaha kerap dianggap sebagai penyelundup, kendati barang masuk melalui pintu Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) resmi, bukan jalan tikus dan menggunakan kuota belanja 600 ringgi Malaysia (RM), sesuai yang diatur dalam Sosek Malindo,†ungkap Cris saat dihubungi Senin.
Ia mengatakan, pelaku usaha yang tergabung dalam Asppindo akan menghentikan pasokan kebutuhan bahan pokok dari Malaysia, antara lain gula, bawang putih, bawang merah, minyak goreng,telur, daging, ikan, sosis, gas dan makanan minuman, mulai hari Rabu (31/7) sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Dengan tidak beraktifitasnya pelaku usaha di perbatasan, pelaku usaha mengharapkan pemerintah menyuplai kebutuhan bahan pokok masyarakat di perbatasan dan sekitarnya terutama dalam menyambut Idul Fitri.
“Kita juga meminta kepada pemerintah untuk tidak tebang pilih didalam menegakkan aturan. Jangan pilih kasih, untuk mobil box dan truk fuso harus sama rata karena masih menggunakan aturan Sosek Malindo. Jika ada dokumen yang tidak lengkap ambil tindakan tegas, bukan hanya tegas kepada pelaku usaha yang kecil semata,†ujar Cris.
Dia menilai, semenjak perbatasan Entikong resmi difungsikan sampai saat ini pelaku usaha yang mencari peruntungan menggunakan fasilitas 600 RM sesuai dengan aturan Sosek Malindo, tetapi tetap saja selalu dianggap membawa barang ilegal dari Malaysia, bahkan barang pelaku usaha kerap diamankan.
Pelaku usaha yang tergabung dalam Asppindo sudah bosan dan jenuh dengan aturan yang tidak jelas tersebut. "Oleh sebab itu, kita menyepakati bersama untuk menghentikan aktifitas masuknya kebutuhan bahan pokok dari Malaysia," katanya.
Ditambahkan Cris, pemerintah juga harus konsisten dalam bersikap, tidak hanya satu komoditi saja yang dipertanyakan legalistasnya dalam setiap operasi.
“Jika ingin daerah perbatasan bebas dan bersih dari kegiatan ilegal. Jangan tanggung-tanggung, semua barang yang masuk via PPLB Entikong harus diperiksa legalitasnya. Jika hanya satu komoditi saja yang dipertanyakan legalitasnya, terkesan operasi tersebut operasi titipan,†ungkapnya.
Menurut Cris, Asppindo mengharapkan pemerintah dalam memandang masyarakat perbatasan tidak hanya dari pendekatan hukum semata, sebab masyarakat perbatasan dari zaman dulu sampai saat ini tetap setia dengan NKRI. Seharusnya diberikan hak untuk dapat hidup yang layak dan sejahtera.
"Intinya penegakan hukum sah-sah saja, tetapi berikan juga solusi agar masyarakat perbatasan bisa berusaha dengan tenang, aman dengan diberikannya payung hukum yang jelas terkait tata niaga di perbatasan. Tidak seperti sekarang dimana situasainya sangat abu-abu, barang masuk melalui Kepabeanan namun di tengah jalan malah ditangkap dan dianggap Ilegal," kata Cris.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013