Sekayam (Antara Kalbar) - Ketua Asppindo (Asosiasi Pengusaha Perbatasan Indonesia) Entikong, Cristoforus S Lomon, Senin, mengatakan, pihaknya beserta dengan Aliansi komponen masyarakat perbatasan yang terdiri dari Dewan Adat Dayak, Temanggung Adat Dayak, MABM, PDKS, PPM, dan Pemuda Pancasila akan mengelar aksi damai meminta pemerintah melakukan revisi terhadap Perjanjian Sosek Malindo.
“Perjanjian Sosek Malindo sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Kita juga meminta pemerintah untuk membuat produk hukum yang mengatur tata niaga di perbatasan,†ungkap Cris ketika dihubungi di Entikong.
Cris mengatakan, aksi damai tersebut akan direncanakan pada Selasa (10/9) pukul.09.00 WIB di areal PPLB Entikong. "Kita tidak akan melakukan aksi yang anarkis tetapi bersifat damai dan dialogis, supaya pemerintah bisa membuka mata dan memperhatikan kondisi tataniaga di perbatasan yang sudah carut marut," katanya.
Menurut dia, selama ini tidak jelas aturan yang berlaku di perbatasan khususnya yang mengatur tata niaga. Sampai sejauh mana produk dari Malaysia bisa diperjualbelikan oleh masyarakat perbatasan, khususnya yang menggunakan kuota belanja 600 ringgit Malaysia.
Dikatakan Cris, jika memang aturan tersebut tidak jelas alias abu-abu maka pemerintah diminta untuk melakukan peninjauan ulang, supaya perekonomian masyarakat di perbatasan bisa maju dan berkembang.
Menurut dia, sudah saatnya aturan aturan perdagangan perbatasan (BTA) yang diterbitkan tahun 1970 itu direvisi karena tidak sesuai dengan kondisi saat ini, sehingga kuota belanja bagi masyarakat perbatasan yang hanya 600 RM juga harus ditingkatkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
“Perjanjian Sosek Malindo sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Kita juga meminta pemerintah untuk membuat produk hukum yang mengatur tata niaga di perbatasan,†ungkap Cris ketika dihubungi di Entikong.
Cris mengatakan, aksi damai tersebut akan direncanakan pada Selasa (10/9) pukul.09.00 WIB di areal PPLB Entikong. "Kita tidak akan melakukan aksi yang anarkis tetapi bersifat damai dan dialogis, supaya pemerintah bisa membuka mata dan memperhatikan kondisi tataniaga di perbatasan yang sudah carut marut," katanya.
Menurut dia, selama ini tidak jelas aturan yang berlaku di perbatasan khususnya yang mengatur tata niaga. Sampai sejauh mana produk dari Malaysia bisa diperjualbelikan oleh masyarakat perbatasan, khususnya yang menggunakan kuota belanja 600 ringgit Malaysia.
Dikatakan Cris, jika memang aturan tersebut tidak jelas alias abu-abu maka pemerintah diminta untuk melakukan peninjauan ulang, supaya perekonomian masyarakat di perbatasan bisa maju dan berkembang.
Menurut dia, sudah saatnya aturan aturan perdagangan perbatasan (BTA) yang diterbitkan tahun 1970 itu direvisi karena tidak sesuai dengan kondisi saat ini, sehingga kuota belanja bagi masyarakat perbatasan yang hanya 600 RM juga harus ditingkatkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013