Sungai Raya (Antara Kalbar) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Kalimantan Barat mengecam keras pelibatan anak-anak dalam kegiatan kampanye yang berlangsung di sejumlah wilayah di provinsi ini.
"Selama beberapa hari kampanye yang dilakukan sejumlah pasangan calon kepala daerah peserta pilkada, baik di Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Pontianak, dan Sanggau terlihat sejumlah anak ikut meramaikan kampanye," kata Ketua KPAID Kalbar, Alik R Rosyad di Sungai Raya, Selasa.
Namun, kata dia, tampaknya hal ini menjadi suatu pembiaran dari pasangan calon maupun tim sukses, padahal dalam Peraturan KPU Pasal 32 Ayat (1) butir J jelas menyebutkan pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang memobilisasi warga negara Indonesia yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih, dalam hal ini adalah anak-anak.
Bahkan lebih dari itu, lanjutnya, pada UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jelas melarang eksploitasi anak dalam kampanye seperti yang ditegaskan dalam pasal 15 bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik.
"Dari aturan ini jelas, setiap pasangan calon kepala daerah adalah yang paling bertanggung jawab bilamana terdapat anak-anak ikut dalam kampanyenya. Hukumannya adalah pidana dengan ancamannya seperti yang tertuang dalam Pasal 87 UU Pelindungan Anak yakni pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta," tuturnya.
Menurut Alik terdapat kontroversial mengenai katagori anak. UU Perlindungan Anak menyebutkan kategori anak adalah usia 0 - 18 tahun sedangkan dalam UU Pemilu adalah mereka yang sudah mempunyai hak pilih jika usia 17 tahun atau kurang dari 17 tahun tapi sudah menikah.
"Namun yang terpenting pada kampanye atau kegiatan politik tidak melakukan eksploitasi anak seperti mengajak, menyuruh, mencat rambut atau gundulkan rambut untuk mendukung salah satu kandidat," katanya.
Termasuk di dalamnya yakni menggunakan anak-anak untuk memasang atribut kampanye bahkan mengajarkan anak "money politic" dengan cara menyuruh membagi-bagikan uang.
Untuk mencegah hal tersebut, jauh hari sebelum pelaksanaan kampanye, KPAID Kalbar telah menyosialisasikan dan menyampaikan hal itu di saat ada kegiatan KPU agar setiap pasangan calon tidak melibatkan anak dalam kampanye.
"KPAID telah membentuk tim untuk mengawasi eksploitasi anak dalam kampanye atau kegiatan politik lainnya. Hanya saja belum ada laporan yang masuk ke kita," tuturnya.
Menurutnya, peran serta masyarakat seperti yang telah diatur dalam pasal 72 UU tentang Perlindungan Anak bahwa masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.
Peran itu dapat dilakukan baik oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.
"Jadi, kita berharap agar orang tua berperan untuk tidak membawa anak-anaknya dalam kampanye karena dikhawatirkan dapat menyebabkan sesuatu hal yang tidak diinginkan terhadap anak tersebut jika dalam kampanye terjadi keributan atau lainnya," kata Alik.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 1970
"Selama beberapa hari kampanye yang dilakukan sejumlah pasangan calon kepala daerah peserta pilkada, baik di Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Pontianak, dan Sanggau terlihat sejumlah anak ikut meramaikan kampanye," kata Ketua KPAID Kalbar, Alik R Rosyad di Sungai Raya, Selasa.
Namun, kata dia, tampaknya hal ini menjadi suatu pembiaran dari pasangan calon maupun tim sukses, padahal dalam Peraturan KPU Pasal 32 Ayat (1) butir J jelas menyebutkan pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang memobilisasi warga negara Indonesia yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih, dalam hal ini adalah anak-anak.
Bahkan lebih dari itu, lanjutnya, pada UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jelas melarang eksploitasi anak dalam kampanye seperti yang ditegaskan dalam pasal 15 bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik.
"Dari aturan ini jelas, setiap pasangan calon kepala daerah adalah yang paling bertanggung jawab bilamana terdapat anak-anak ikut dalam kampanyenya. Hukumannya adalah pidana dengan ancamannya seperti yang tertuang dalam Pasal 87 UU Pelindungan Anak yakni pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta," tuturnya.
Menurut Alik terdapat kontroversial mengenai katagori anak. UU Perlindungan Anak menyebutkan kategori anak adalah usia 0 - 18 tahun sedangkan dalam UU Pemilu adalah mereka yang sudah mempunyai hak pilih jika usia 17 tahun atau kurang dari 17 tahun tapi sudah menikah.
"Namun yang terpenting pada kampanye atau kegiatan politik tidak melakukan eksploitasi anak seperti mengajak, menyuruh, mencat rambut atau gundulkan rambut untuk mendukung salah satu kandidat," katanya.
Termasuk di dalamnya yakni menggunakan anak-anak untuk memasang atribut kampanye bahkan mengajarkan anak "money politic" dengan cara menyuruh membagi-bagikan uang.
Untuk mencegah hal tersebut, jauh hari sebelum pelaksanaan kampanye, KPAID Kalbar telah menyosialisasikan dan menyampaikan hal itu di saat ada kegiatan KPU agar setiap pasangan calon tidak melibatkan anak dalam kampanye.
"KPAID telah membentuk tim untuk mengawasi eksploitasi anak dalam kampanye atau kegiatan politik lainnya. Hanya saja belum ada laporan yang masuk ke kita," tuturnya.
Menurutnya, peran serta masyarakat seperti yang telah diatur dalam pasal 72 UU tentang Perlindungan Anak bahwa masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.
Peran itu dapat dilakukan baik oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.
"Jadi, kita berharap agar orang tua berperan untuk tidak membawa anak-anaknya dalam kampanye karena dikhawatirkan dapat menyebabkan sesuatu hal yang tidak diinginkan terhadap anak tersebut jika dalam kampanye terjadi keributan atau lainnya," kata Alik.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 1970