Jakarta (Antara Kalbar) - Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan "loan to value" atau "financing to value" untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti guna menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat ketahanan perbankan.
Direktur Eksekutif BI Difi A Johansyah dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, menyebutkan rasio LTV/FTV adalah angka rasio antara nilai kredit/pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan berupa properti pada saat pemberian kredit/pembiayaan.
Menurut dia, ruang lingkup properti meliputi rumah tapak, rumah susun (apartemen, flat, kondominium dan griya tawang), rumah kantor dan rumah toko.
Dia mengatakan kebijakan ini pada intinya bertujuan menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat ketahanan perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Upaya tersebut dilakukan antara lain dengan memperlambat laju peningkatan konsentrasi risiko kredit pada sektor properti serta mendorong penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit.
Di sisi lain, ketentuan LTV/FTV juga bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat berpenghasilan menengah - bawah untuk memperoleh rumah layak huni serta meningkatkan aspek perlindungan konsumen di sektor properti. Ketentuan ini dikecualikan bagi kredit/pembiayaan dalam rangka program perumahan Pemerintah Pusat maupun Daerah.
Penyempurnaan ketentuan LTV/FTV dilatarbelakangi oleh tingginya pertumbuhan kredit ke sektor properti, khususnya kredit untuk rumah tapak dan rumah susun (flat dan apartemen) pasca penerapan ketentuan LTV/FTV pada pertengahan 2012.
Tingginya pertumbuhan sektor properti juga mempengaruhi perilaku debitur dalam memanfaatkan kredit/pembiayaan dari bank. Hal ini terlihat dari beberapa indikasi yang menunjukkan penggunaan kredit konsumsi lainnya untuk pembelian properti atau sebagai tambahan uang muka pembelian properti.
Untuk mengantisipasi peningkatan konsentrasi risiko kredit di sektor properti, dengan mempertimbangkan profil risiko debitur/nasabah termasuk kemampuan pelunasan kredit (repayment capacity), ketentuan yang baru akan memberlakukan LTV/FTV dengan persentase yang menurun (regresif). Sasaran utama dari pengaturan dimaksud adalah mengantisipasi potensi risiko ¿gagal bayar¿ yang disebabkan penurunan kemampuan pelunasan kredit.
Penerapan LTV/FTV juga disertai dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit melalui pengenaan persyaratan tambahan dalam proses pemberian kredit dan berlaku sama (equal treatment) baik untuk bank konvensional maupun bank syariah.
Persyaratan tambahan tersebut berupa kewajiban calon debitur/debitur untuk melaporkan seluruh fasilitas kredit konsumsi yang terkait dengan pemilikan properti atau beragun properti yang diterima dari bank yang sama atau bank lain ketika mengajukan permohonan kredit, untuk kemudian akan diperhitungkan dalam menentukan urutan fasilitas kredit serta besaran LTV/FTV yang dikenakan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
Direktur Eksekutif BI Difi A Johansyah dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, menyebutkan rasio LTV/FTV adalah angka rasio antara nilai kredit/pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan berupa properti pada saat pemberian kredit/pembiayaan.
Menurut dia, ruang lingkup properti meliputi rumah tapak, rumah susun (apartemen, flat, kondominium dan griya tawang), rumah kantor dan rumah toko.
Dia mengatakan kebijakan ini pada intinya bertujuan menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat ketahanan perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Upaya tersebut dilakukan antara lain dengan memperlambat laju peningkatan konsentrasi risiko kredit pada sektor properti serta mendorong penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit.
Di sisi lain, ketentuan LTV/FTV juga bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat berpenghasilan menengah - bawah untuk memperoleh rumah layak huni serta meningkatkan aspek perlindungan konsumen di sektor properti. Ketentuan ini dikecualikan bagi kredit/pembiayaan dalam rangka program perumahan Pemerintah Pusat maupun Daerah.
Penyempurnaan ketentuan LTV/FTV dilatarbelakangi oleh tingginya pertumbuhan kredit ke sektor properti, khususnya kredit untuk rumah tapak dan rumah susun (flat dan apartemen) pasca penerapan ketentuan LTV/FTV pada pertengahan 2012.
Tingginya pertumbuhan sektor properti juga mempengaruhi perilaku debitur dalam memanfaatkan kredit/pembiayaan dari bank. Hal ini terlihat dari beberapa indikasi yang menunjukkan penggunaan kredit konsumsi lainnya untuk pembelian properti atau sebagai tambahan uang muka pembelian properti.
Untuk mengantisipasi peningkatan konsentrasi risiko kredit di sektor properti, dengan mempertimbangkan profil risiko debitur/nasabah termasuk kemampuan pelunasan kredit (repayment capacity), ketentuan yang baru akan memberlakukan LTV/FTV dengan persentase yang menurun (regresif). Sasaran utama dari pengaturan dimaksud adalah mengantisipasi potensi risiko ¿gagal bayar¿ yang disebabkan penurunan kemampuan pelunasan kredit.
Penerapan LTV/FTV juga disertai dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit melalui pengenaan persyaratan tambahan dalam proses pemberian kredit dan berlaku sama (equal treatment) baik untuk bank konvensional maupun bank syariah.
Persyaratan tambahan tersebut berupa kewajiban calon debitur/debitur untuk melaporkan seluruh fasilitas kredit konsumsi yang terkait dengan pemilikan properti atau beragun properti yang diterima dari bank yang sama atau bank lain ketika mengajukan permohonan kredit, untuk kemudian akan diperhitungkan dalam menentukan urutan fasilitas kredit serta besaran LTV/FTV yang dikenakan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013