Jakarta (Antara Kalbar) - Sejumlah ormas yang tergabung dalam Cipayung Plus meminta pemerintah harus mengoreksi total instrumen Organisasi Pedagangan Dunia (WTO) untuk lebih melindungi sistem perdagangan nasional.

"Kebijakan-kebijakan WTO memicu disparitas yang kaya dan yang miskin, karena itu, negara harus berani melakukan koreksi total terhadap instrumen WTO," kata Ketua Umum Pengurus Pusat  Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Supriadi Narno dalam siaran pers, Selasa.

Menurut Supriadi, sistem perdagangan yang dijalankan kurang melindungi kepentingan nasional.

Karena itu, dia mengimbau kepada pemerintah melalui Menteri Perdagangan agar mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan WTO yang dinilai merugikan nelayan dan petani.

Pemerintah juga, lanjut dia, harus membangun kesiapan dalam negeri yang kompetitif.

"Dengan demikian, kita bisa berdiri sejajar dengan bangsa lain tanpa subordinasi, seperti WTO," katanya.

Sebelumnya, berbagai pendapat juga datang dari sejumlah LSM yang menyatakan perdagangan bebas yang digalakkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) merugikan Indonesia karena mendorong dicabutnya subsidi bagi petani dan nelayan.

Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) M Riza Damanik menilai WTO menguras sumber daya alam dan manusia di Tanah Air.

"Perdagangan bebas ala WTO dicirikan dengan pencabutan subsidi petani dan nelayan, eksploitasi sumber daya alam dan manusia," katanya.

Menurut dia, Paket Bali yang dibahas dalam pertemuan WTO di Nusa Dua saat ini justru memperparah krisis tersebut.

Dia meminta perundingan Paket Bali tidak perlu lagi dilanjutkan dan WTO harus segera diakhiri karena dinilai semakin merugikan rakyat, khususnya petani, nelayan, buruh, dan masyarakat ekonomi miskin.

Pada Selasa (3/12), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka secara resmi Konferensi Tingkat Menteri ke - 9 Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) di Bali.

Pertemuan yang dilaksanakan selama empat hari 3 - 8 Desember 2013 dan dihadiri oleh 159 negara anggota WTO, diharapkan mampu mendorong kembali kesepakatan perdagangan multilateral, setelah tersendatnya kesepakatan putaran Doha 12 tahun silam.
 

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013