Washington (Antara Kalbar) - Tiga juta orang bergabung dalam sebuah upaya yang dipimpin satu operator satelit dalam mencari pesawat hilang Malaysia Airlines MH370 yang bolah dikata sebagai proyek pencarian melibatkan masyarakat (crowdsourcing) terbesar di jenis ini.
Perusahaan satelit DigitalGlobe mengungkapkan hari ini bahwa area pencariannya kini mencakup 24.000 km persegi dan foto-foto telah diimbuhkan setiap hari, termasuk sebuah area baru di Samudera Hindia.
Perusahaan itu mengungkapkan lebih dari tiga juta orang turut serta dalam program ini, dengan sekitar 257 "map view" dan 2,9 juta area di-tag oleh para pengikutserta.
Pesawat yang hilang pagi buta tanggal 8 Maret beserta 239 penumpang dan awak di dalamnya itu memicu pencarian internasional besar-besaran di sepanjang Asia Tenggara dan Samudera Hindia.
DigitalGlobe mengaktifkan platform crowdsourcing-nya yang bernama Tomnod pada 11 Maret dengan mengundang masyarakat mencermati foto-foto dari lima satelit definisi-tinggi (HD) miliknya guna membantu pencarian.
Tanggapan publik sungguh luar biasa sampai-sampai komputer-komputer dalam sistem ini mengalami overload dalam sekali waktu pekan lalu.
Perusahaan ini menggunakan sebuah algoritma bernama CrowdRank untuk menentukan petunjuk paling menjanjikan dengan menghindarkan ketumpangtindihan petunjuk di mana orang-orang men-tagged lokasi yang sama.
Para analis DigitalGlobe akan mempelajari tag-tag ini untuk mengidentifikasi 10 teratas atau lebih area paling dikenal dan membagi informasi ini dengan pelanggan dan pihak berwenang.
Bantu analisis
"DigitalGlobe memiliki kontak langsung dengan pemerintah AS dan ada koordinasi erat dan berkelanjutan mengenai hal ini serta pada banyak peristiwa dunia lainnya," kata perusahaan tersebut.
Kendati tidak ada rekaman definitif dari crowdsourcing, upaya ini mungkin menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah.
Digital Globe sendiri menyebut kampanye ini lebih besar dibandingkan dengan upaya pertolongan korban Topan Haiyan November lalu di Filipina.
"Ada proyek-proyek yang melibatkan banyak manusia namun mungkin tidak sesingkat dibentuk seperti sekarang," kata Lea Shanley, peneliti yang mempelajari crowdsourcing pada Pusat Cendekia Internasional Woodrow Wilson.
"Mungkin upaya crowdsourced ini tak akan menemukan Malaysia Airlines Penerbangan 370 yang hilang itu, namun setidaknya membantu mengidentifikasi dimana pesawat itu tidak terjejak, sehingga menghemat waktu para analis dan responder foto profesional."
Pencarian ini belum mendapatkan bukti yang definitif, tetapi percakapan diantara relawan pencari menyegarkan. Beberapa orang bahkan mengklaim telah menjejak sebuah pesawat.
"Seperti bentuk pesawat, tapi saya ragu," tulis seseorang bernama Rasande Tyskar Youness Mikou. Seorang pengguna lainnya bernama Alice von Malice menimpali, "Youness, itu kelihatannya agak terlalu kecil, tapi bentuknya memang seperti pesawat."
Sejumlah orang men-tag sebuah area di mana kelihatan benda seperti kursi dan puing pesawat mengapung. Para pencari lainnya menyebut itu pesawat, perahu atau kapal tanker.
Dimanfaatkan lebih luas
Dulu crowdsourcing dianggap sebagai cara hotel dan restoran mereview situs-situs seperti Yelp, namun kini para ilmuwan telah menemukan cara dalam memanfaatkan kekuatan banyak pasang mata dan telinga.
Sebuah studi yang dirilis pekan lalu mendapati fakta bahwa relawan pencari yang mempelajari foto-foto bulan dari NASA melakukan tugas sama baiknya dengan para ilmuwan yang berpengalaman lima sampai 50 tahun.
Stuart Robbins dari Universitas Colorado, yang mengetuai penelitian itu mengatakan crowdsourcing memberi "bukti bahwa kami bisa memanfaatkan kekuatan crowdsourcing dalam mengumpulkan data yang lebih terpercaya dibandingkan yang kami pikirkan sebelumnya."
Shanley mengatakan crowdsourcing biasanya digunakan pada sektor komersial, tapi kini telah dimanfaatkan lebih luas lagi untuk upaya-upaya masyarakat seperti pada bencana.
Crowdsourcing telah berperan pada bencana Badai Sandy 2012 di timur AS dan juga selama gempa bumi Haiti 2010, namun ada saatnya ketika crowdsourcing dituduh telah disalahgunakan seperti pada Bom Maraton Boston tahun lalu.
Dalam kaitanya dengan respons krisis, Shanley mengatakan, "Anda berhubungan dengan rangkaian data yang amat besar, dan ada banyak suara yang perlu disaring."
Dia mengatakan penggunaan efektif crowdsourcing memerlukan kekuatan komputasi yang hebat yang bisa memisahkan petunjuk baik dari petunjuk buruk, namun tampaknya kekuatan ini semakin maju saja.
Shanley menegaskan, crowdsourcing di sektor publik hanya melibatkan pelaporan data --seperti survey pertanyaan USGS (MBKG-nya AS) "apakah Anda merasakannya?" tentang misalnya gempa, guna mendapatkan analisis lebih dalam dengan melibatkan masyarakat.
"Semakin maju teknologi membuat kita bisa menyaksikan orang-orang bergerak untuk menjadi relawan guna membantu analisis data dan menyelesaikan masalah," kata dia seperti dikutip AFP.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014