Jakarta (Antara Kalbar) - Lembaga pemerhati pemilu Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menyatakan fraksi-fraksi di DPR yang mendukung wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD merupakan partai penakut.
"Pendukung kepala daerah dipilih oleh DPRD adalah partai penakut. Partai politik yang menghendaki kepala daerah dipilih DPRD mempunyai empat ketakutan sekaligus," ujar Deputi JPPR Masykurudin Hafidz melalui siaran pers di Jakarta, Minggu.
Dia menjabarkan, ketakutan pertama, yakni partai-partai itu takut dekat dengan pemilih. Sebab, kata dia, pilkada langsung adalah kesempatan besar partai di tingkat lokal untuk saling mendekatkan diri, berkomunikasi politik dengan pemilih.
Masa kampanye dalam pilkada adalah masa penting bagaimana partai politik membuktikan diri kedekatannya dengan pemilih. Namun dengan mengembalikan pilkada ke DPRD, partai takut akan sikap kritis pemilih yang cerdas dalam menentukan pilihan politiknya.
Ketakutan kedua, yakni partai politik takut dievaluasi oleh publik. Menurutnya, pada level eksekutif, adalah hak pemilih untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja pemerintahan, sehingga apabila pemilih menilai selama kepemimpinannya partai daerah dipandang buruk, maka hak bagi pemilih untuk tidak lagi memilih calon dari partai tersebut.
"Dengan mengembalikan pilkada ke DPRD, berarti partai takut akan adanya evaluasi publik atas kinerja pemerintahannya," tegas dia.
Ketakutan ketiga, partai politik dinilai takut menjadi partai terbuka. Dia menjelaskan, dalam pilkada langsung, aspek keterbukaan dari partai menjadi salah satu kunci kemenangan, di mana semakin partai membuka diri terhadap proses pencalonan yang menyerap aspirasi maka semakin membuka peluang menang.
Namun apabila pilkada kembali ke DPRD, maka partai ketakutan terhadap apa yang terjadi di internal partai politik yang sesungguhnya diketahui publik.
Ketakutan keempat, lanjut dia, partai politik takut dipantau. Karena dalam proses pilkada langsung, elemen organisasi masyarakat sipil mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kualitas demokrasi ditingkat lokal.
Kontrak-kontrak politik yang dibangun antara pemilih dengan calon yang didukung partai adalah bagian penting untuk membangun akuntabilitas pemerintahan.
"Apabila pilkada kembali ke DPRD, maka partai politik ketakutan terhadap pemantauan kinerja pemerintahan dari elemen masyarakat sipil tersebut," ucap Masykurudin.
Saat ini DPR RI masih melakukan pembahasan mengenai RUU Pilkada. Beberapa fraksi menginginkan pemilihan gubernur/walikota ditentukan melalui DPRD, sedangkan beberapa fraksi lain ingin pemilihan tetap langsung oleh rakyat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Pendukung kepala daerah dipilih oleh DPRD adalah partai penakut. Partai politik yang menghendaki kepala daerah dipilih DPRD mempunyai empat ketakutan sekaligus," ujar Deputi JPPR Masykurudin Hafidz melalui siaran pers di Jakarta, Minggu.
Dia menjabarkan, ketakutan pertama, yakni partai-partai itu takut dekat dengan pemilih. Sebab, kata dia, pilkada langsung adalah kesempatan besar partai di tingkat lokal untuk saling mendekatkan diri, berkomunikasi politik dengan pemilih.
Masa kampanye dalam pilkada adalah masa penting bagaimana partai politik membuktikan diri kedekatannya dengan pemilih. Namun dengan mengembalikan pilkada ke DPRD, partai takut akan sikap kritis pemilih yang cerdas dalam menentukan pilihan politiknya.
Ketakutan kedua, yakni partai politik takut dievaluasi oleh publik. Menurutnya, pada level eksekutif, adalah hak pemilih untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja pemerintahan, sehingga apabila pemilih menilai selama kepemimpinannya partai daerah dipandang buruk, maka hak bagi pemilih untuk tidak lagi memilih calon dari partai tersebut.
"Dengan mengembalikan pilkada ke DPRD, berarti partai takut akan adanya evaluasi publik atas kinerja pemerintahannya," tegas dia.
Ketakutan ketiga, partai politik dinilai takut menjadi partai terbuka. Dia menjelaskan, dalam pilkada langsung, aspek keterbukaan dari partai menjadi salah satu kunci kemenangan, di mana semakin partai membuka diri terhadap proses pencalonan yang menyerap aspirasi maka semakin membuka peluang menang.
Namun apabila pilkada kembali ke DPRD, maka partai ketakutan terhadap apa yang terjadi di internal partai politik yang sesungguhnya diketahui publik.
Ketakutan keempat, lanjut dia, partai politik takut dipantau. Karena dalam proses pilkada langsung, elemen organisasi masyarakat sipil mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kualitas demokrasi ditingkat lokal.
Kontrak-kontrak politik yang dibangun antara pemilih dengan calon yang didukung partai adalah bagian penting untuk membangun akuntabilitas pemerintahan.
"Apabila pilkada kembali ke DPRD, maka partai politik ketakutan terhadap pemantauan kinerja pemerintahan dari elemen masyarakat sipil tersebut," ucap Masykurudin.
Saat ini DPR RI masih melakukan pembahasan mengenai RUU Pilkada. Beberapa fraksi menginginkan pemilihan gubernur/walikota ditentukan melalui DPRD, sedangkan beberapa fraksi lain ingin pemilihan tetap langsung oleh rakyat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014