Pontianak  (Antara Kalbar) - Masyarakat Semunying Jaya, Kabupaten Bengkayang dalam dengar pendapat umum yang digelar oleh Inkuiri Komnas HAM, Rabu, mendesak pihak perkebunan, PT Ledo Lestari agar mengembalikan kawasan hutan adat mereka 1.420 hektare yang telah dirampas.

"Selain telah merampas hutan sumber benih yang sudah diakui oleh Pemerintah Kabupaten Bengkayang itu, mereka (PT Ledo Lestari) juga telah mengambil atau menggusur kuburan leluhur, sungai ditutup sehingga kami kesulitan untuk bercocok tanam dan kehilangan sumber air bersih," kata Tokoh Masyarakat Adat Semunying Jaya Abulipah di Pontianak.

Ia menjelaskan tahun 2004-2005 PT Ledo Lestari masuk ke Semunying Jaya tanpa melakukan sosialisasi lalu menebang hutan produktif dan hutan adat yang telah diakui oleh Pemkab Bengkayang.

"Masuknya PT Ledo Lestari membuat hutan sumber benih kami yang sudah turun-temurun dijaga seketika habis ditebang menjadi rata dengan tanah, lalu kemudian ditanami sawit," ungkapnya.

Sehingga masyarakat di Semunying Jaya yang sebelumnya bergantung hidup pada hutan sumber benih tersebut menjadi kehilangan sumber kehidupan. "Selain itu, dampak dari masuknya sawit ke desa kami juga tidak membawa manfaat, malah membuat antarmasyarakat menjadi konflik, karena diadu domba oleh perusahaan sawit tersebut," katanya.

Abulipah menambahkan atas masuknya perkebunan sawit tersebut, masyarakat setempat tidak mendapat apa-apa, malah tanah mereka dirampas tanpa ada kejelasan hukum.

"Oleh karena itu, kami mengadu kepada Inkuiri (penyelidikan menyeluruh) Komnas HAM, semoga direspon dengan baik, dalam memperjuangkan dan melindungi hak-hak kami agar tidak dirampas," katanya.

Hal senada juga diakui oleh seorang ibu rumah tangga Ilukinda. "Kami memerlukan hutan, ladang dan sungai untuk hidup, sehingga kembalikan hutan adat kami seperti semula," ujarnya.

Menurut dia, PT Ledo Lestari sejak datang ke desanya telah banyak membawa kerusakan alam dan mengadu domba antarmasyarakat yang pro dan menolak sawit, sehingga banyak membawa mudarat, daripada manfaatnya.

"Kembalikan kebun kami, serta kembalkikan tanah adat kami, karena kami tidak pernah menjual atau menyerahkannya kepada PT Ledo Lestari," katanya.

Sementara itu, Komisioner Inkuiri Nasional Komnas HAM Sandrayati Moniaga menyatakan UU 1945 sudah jelas mengakui keberadaan masyarakat adat, tetapi kenyataannya negara tidak melindungi hak-hak masyarakat adat.

"Sehingga masyarakat adat tersebut direnggut dan itulah adalah pelanggaran HAM. Maka dari itu Inkuiri Komnas HAM Nasional melakukan pembelaan terhadap hak-hak masyarakat adat, agar kedepannya tidak ada lagi pelanggaran HAM pada masyarakat adat," ujarnya.

Mewakili KPK Hariyadi menyatakan peran Komnas HAM sangat penting dalam melindungi masyarakat adat agar kedepannya tidak terjadi tumpang tindih.

"Konflik itu sudah lama terjadi walapun putusan Mahkamah Konstitusi memutuskan hutan adat bukan hutan negara tetapi praktiknya beda, sehingga perlu dilakukan revisi kebijakan perizinan dalam melindungi kepentingan masyarakat adat," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Hariyadi menambahkan tugas KPK bukan hanya penindakan tetapi perbaikan sistem.



Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014