Jakarta (Antara Kalbar) - Bertepatan dengan peringatan 25 tahun Konvensi Hak-Hak Anak (CRC), Badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR) mengimbau kepada semua negara untuk mengakhiri penggunaan rumah detensi (tahanan) imigrasi untuk anak-anak.

"Anak-anak yang datang ke negara lain untuk mencari perlindungan internasional berada dalam kondisi yang sangat rentan dan memiliki kebutuhan khusus. Yang pertama dan utama, kita harus memperlakukan mereka sebagai anak dan bukannya sebagai orang asing yang ilegal," ucap Komisioner Tinggi UNHCR António Guterres dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA Jumat.

Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa anak-anak yang ditahan di rumah detensi imigrasi seringkali menderita keterlambatan perkembangan dan permasalahan emosi, termasuk insomnia, kehilangan nafsu makan dan permasalahan perilaku.

"Meskipun mereka ditahan bersama-sama dengan keluarga mereka, penggunaan detensi menghasilkan efek menghancurkan yang berdampak pada perkembangan fisik, emosi dan psikologis mereka," ucapnya.

Namun seiring dengan peningkatan jumlah orang yang bermigrasi karena terpaksa, penempatan anak-anak dalam rumah detensi untuk alasan keimigrasian kemudian menjadi suatu hal yang wajar.

Meskipun sulit untuk mendapatkan jumlah yang pasti, UNHCR memperkirakan bahwa setiap harinya ada ribuan anak di dunia yang ditempatkan dalam rumah detensi untuk alasan tersebut.

Bahkan di beberapa negara, anak-anak seringkali ditempatkan dalam rumah detensi selama berbulan-bulan bersama orang lain yang tidak dikenal serta dalam kondisi yang di bawah standar.

"Praktik penempatan anak dalam rumah detensi imigrasi melanggar konvensi CRC dalam banyak hal dan itu harus dihentikan," tambah Guterres.

CRC adalah sebuah perjanjian penting yang menjabarkan hak-hak anak. CRC merupakan perjanjian hak asasi manusia (HAM) dengan jumlah ratifikasi terbanyak sepanjang masa.

Di antara ketentuan-ketentuan di dalamnya, pasal 22 mensyaratkan negara-negara untuk memberikan perlindungan khusus bagi pengungsi anak. Namun demikian, ribuan anak masih ditahan oleh otoritas keimigrasian di seluruh dunia yang kemudian mengakibatkan dampak yang merusak kesehatan dan kesejahteraan anak-anak tersebut.

Strategi Global Selain Detensi atau "Global Strategy Beyond Detention" yang diluncurkan di Jenewa pada bulan Juni 2014, UNHCR telah menjadikan detensi bagi anak-anak yang mencari suaka sebagai prioritas bersama.

UNHCR memperbaharui imbauannya kepada pemerintah negara untuk mengakhiri penggunaan detensi pada anak dan untuk mengeksplorasi cara-cara alternatif memelihara anak secara layak, seraya menyambut baik langkah yang telah diambil beberapa pemerintahan untuk mewujudkan hal tersebut.

Jepang, Korea Selatan dan Inggris telah membebaskan anak-anak dari detensi administratif dan mengembangkan sistem terspesialisasi untuk menindaklanjuti situasi dan prosedur penyatuan keluarga bagi anak-anak tersebut.

Kemudian, Belgia telah menciptakan sebuah fasiltas khusus anak yang datang tanpa pendamping dan anak-anak yang terpisah dari keluarganya, di mana kebutuhan mereka dapat dievaluasi dalam lingkungan yang kondusif. Di Hong Kong bahkan telah diperkenalkan program perumahan masyarakat untuk mendukung kebutuhan khusus anak-anak dan keluarga mereka yang harus mendekam dalam rumah detensi.

UNHCR juga bekerja dengan pemerintah negara lain untuk memastikan adanya prosedur suaka anak dan penyatuan kembali kepada keluarganya masing-masing.

(SDP-89/Ageng)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014