Singapura (Antara Kalbar) - Harga minyak turun di pasar Asia pada Rabu, setelah reli selama tiga hari karena para dealer terpecah tentang apakah komoditas itu telah keluar dari tingkat terendahnya setelah terjun hampir 60 persen sejak Juni, kata para analis.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret, turun 68 sen menjadi 52,37 dolar AS, sementara minyak mentah Brent untuk Maret menurun 14 sen menjadi 57,77 dolar AS di perdagangan sore.

WTI melonjak 3,48 dolar AS menjadi 53,05 dolar AS pada Selasa, penutupan tertinggi sejak 31 Desember, sementara Brent melonjak 3,16 dolar AS menjadi 57,91 dolar AS, angka terbaik sejak 30 Desember karena para dealer menyambut tanda-tanda bahwa industri minyak sedang memperketat kegiatan eksplorasinya untuk membatasi pasokan yang berlimpah.

Ken Hasegawa, manajer perdagangan energi di Newedge Group di Tokyo, mengatakan pasar minyak mentah "sangat fluktuatif" setelah reli tiga hari yang dimulai Jumat (30/1) yang melihat harga melonjak hampir 20 persen.

"Hal ini telah menjadi semakin sulit untuk membedakan arah harga minyak mentah, namun fundamental tetap tidak berubah," Hasegawa mengatkana kepada AFP.

Dia menambahkan bahwa harga bisa "berfluktuasi dengan kenaikan hingga 10 dolar AS dan jatuh sampai 10 dolar AS" dalam jangka pendek.

Pemotongan belanja modal oleh perusahaan-perusahaan minyak besar, termasuk pengumuman terbaru pada Selasa oleh BP dan BG Group, telah menunjukkan akan terjadi persediaan yang lebih ketat di masa mendatang.

Pekan lalu, penghitung rig Baker Hughes North America, melaporkan untuk pekan yang berakhir 30 Januari menunjukkan penurunan 128 rig menjadi 1.937 rig. Itu dibandingkan dengan 2.393 rig setahun yang lalu.

Namun, beberapa analis tetap meragukan bahwa "rebound" harga minyak saat ini akan berkelanjutan karena persediaan masih lebih besar daripada permintaan dalam jangka pendek.

Pasar minyak telah kehilangan lebih dari setengah nilainya sejak Juni, ketika minyak mentah berada di lebih dari 100 dolar AS per barel, sebagian besar disebabkan oleh lonjakan cadangan global yang didorong produksi minyak serpih (shale oil) AS yang kuat.

Masalahnya diperparah pada November, setelah kartel OPEC bersikeras bahwa pihaknya akan mempertahankan tingkat produksi meskipun harga jatuh. Kelompok 12 negara penghasil minyak itu memproduksi sekitar 30 persen dari minyak mentah global, demikian AFP melaporkan.

(A026/B012)

Pewarta:

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015