Pontianak (Antara Kalbar) - Baru-baru ini di Kota Pontianak, terungkap kasus perdagangan anak (remaja) dengan pelaku temannya sendiri yang uang hasil “trafficking” tersebut digunakan untuk berfoya-foya.

Berita tersebut, tentu saja mengejutkan banyak kalangan di Pontianak, salah satunya lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sehari-harinya bergelut dalam kasus yang melibatkan anak-anak usia dini hingga remaja.

Adalah Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN)  Kalimantan Barat, mengaku prihatin dengan terungkapnya kasus seorang anak di bawah umur yang menjual temannya sendiri tersebut, hanya demi mendapatkan uang untuk berpoya-poya.

“Sungguh mengejutkan pelaku dan korban kasus perdagangan manusia itu, adalah anak-anak di bawah umur, dan masih status pelajar lagi,” kata Direktur YNDN Devie Tiomana.
  
Peristiwa itu terungkap pada Februari lalu, ketika Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, menindak lanjut temuan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pontianak saat usai merazia kost-kost-san.

Dalam suatu razia, Satpol PP Kota menemukan Mon dan LL (14) di kamar sebuah panti pijat Tiara, Jalan Gajah Mada No. A 15, Kecamatan Pontianak Selatan.  Dari temuan tersebut, paman korban melaporkan ke Polresta Pontianak, sehingga dibekuklah Mon (14) dan Mel (Mami) perempuan setengah baya sebagai mucikari atau pemilik panti pijat itu.
 
Disitu terungkap bahwa Mon yang masih berusia remaja, mengenalkan LL kepada seorang lelaki dewasa. Dan saat terjaring razia Satpol PP Kota Pontianak di panti pijat milik Mel, ternyata LL merupakan korban dan remaja yang kesekian kalinya “dijual” Mon kepada pria hidung belang.

Kuat diduga, korban Mon dalam perdagangan manusia tersebut, sudah mencapai puluhan perempuan dengan usia yang sebaya dengan dirinya, yakni 14 tahun.
  
"Awalnya, Mon mengaku hanya menjual dua orang temannya yaitu SA dan seorang lagi berinisial LL. Tetapi ternyata sudah dilakukan sejak tahun 2013 dan jumlahnya 32 orang,” kata Devie Tiomana dengan nada sedih.

Peristiwa yang dialami LL berawal pada November 2014. Saat itu, Mon menawarkan LL untuk melayani tamu pria “hidung belang”. Mon membawa LL dengan temannya VN ke panti pijat, yang disebut-sebut melayani pijat tradisional itu.

Kemudian LL dijanjikan akan mendapat gaji Rp400 ribu oleh Mel yang bertindak sebagai mami, dan LL pun menyetujui. Uang hasil dari “jasa seks” oleh LL itu, diberikan kepada Mon Rp50 ribu dan VN sebesar Rp100 ribu. Sementara LL sendiri menerima uang sebesar Rp250 ribu.

Dengan terungkapnya kasus itu, YNDN Kalbar memberikan pendampingan hukum pada LL yang kini berstatus korban perdagangan manusia, dan Mon sebagai tersangka pelaku dengan  status masih di bawah umur.

Polda Kalbar dan Polresta Pontianak pada akhirnya menangkap korban (LL), dan penjual anak (Mon dan Mel) dan laki-laki yang menyetubuhi korban (VN).

 

Penanganan khusus

Kapolda Kalbar Brigjen (Pol) Arief Sulistyanto menanggapi peristiwa tersebut, menyatakan keprihatinannya atas kasus penjualan anak di bawah umur tersebut, apalagi yang menjual anak tersebut juga teman dekat dari korban. Sehingga dalam penanganan kasus tersebut perlu penanganan khusus terhadap korban dan tidak bisa dilakukan dari aspek penegakan hukum saja, tetapi perlu pembinaan dan rehabilitasi terhadap korban.
   
Dalam kasus ini, menurut Kapolda, ada tiga laporan sejenis datang dari orang tua korban maupun korban itu sendiri. Seperti kasus yang menimpa LL (14) yang dijual oleh Mon (14) pelajar dan Mel alias mami pemilik panti pijat Tiara di Jalan Gajah Mada Pontianak.
   
Kapolda Kalbar menyebut, modus operandinya yakni korban LL dibawa Mon ke panti pijat tradisional Tiara, Jalan Gajah Mada, Kompleks Terminal Gajah Mada No A 15 Pontianak Selatan.

“Modusnya, LL sekitar November 2014 ditemui oleh tersangka Mon yang menawarkan LL untuk melayani tamu. Korban setuju, kemudian VN dan Mon membawa korban ke panti pijat Tiara milik Mel, hasil transaksi itu LL mendapat Rp400 ribu, kemudian Mon mendapat komisi Rp50 ribu, VN Rp100 ribu dan mami mendapat 200 ribu,” ujar Kapolda.
   
Terungkapnya jaringan prostitusi penjualan anak di bawah umur ini, hasil pengerebekan Kamis (12/2) pukul 13.00 WIB, Mon ditemukan sedang berada di antara delapan wanita dewasa di Jalan Cendrawasih, Kecamatan Pontianak Kota.
   
Kemudian, kasus kedua lanjut Kapolda Kalbar, dilaporkan sehari kemudian setelah kasus pertama yang menimpa korban bernama SF (17) atas laporan Hendro, abang kandungnya sendiri, kejadiannya tanggal 11 Februari 2015.
   
Menurut Arief, dalam kasus ini tersangka Mon juga berperan dalam penjualan SF yang juga telah menjual LL. Modusnya SF diminta datang ke rumah MO untuk menjual keperawanannya. Sementara korban sempat menolak, namun akhirnya mengikuti ajakan Mon dengan imbalan Rp5 juta yang telah menunggu di Vila Kapuas Dharma. Sementara pelaku atas nama Hendrik masih dalam pengejaran.
   
“Dalam perjanjian Hendrik membayar Rp5 juta, namun hanya dibayar Rp2,5 juta. Dari uang itu korban SF memberikan imbalan pada Mon sebesar Rp100 ribu, Ni Rp300 ribu, Tr Rp100 ribu, AG Rp100 ribu, Pe Rp200 ribu yang semuanya teman korban,” kata Arief.
   
Kini akibat prostitusi tersebut, korban SF (14) yang masih status pelajar, sudah hamil delapan bulan, katanya.
   
Kasus ketiga, kata Kapolda Arief hanya karena ingin mengendarai mobil, SF rela melayani Feri pemilik Honda Jazz.

“Awal prostitusi SF, bermula dari Rey tersangka yang menggunakan jejaring sosial menggunakan foto SF dengan nama samaran dan berkenalan dengan tersangka Feri. Tetapi Rey memang berniat menjual temannya SF kepada Feri cukup dengan meminjamkan mobil selama dua hari, sehingga terjadilah kesepakan itu,” katanya.
   
Kapolda Kalbar mengancam akan menghukum seberat-beratnya pelaku penjualan anak di bawah umur tersebut.

“Kita harus mencari akar permasalahan ini, untuk mengetahui apa penyebab, sampai anak-anak di bawah umur rela menjual diri hanya untuk mendapatkan uang secara cepat,” katanya.
   
Tersangka dapat diancam Pasal 88 UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman penjara paling lama sepuluh tahun kurungan penjara, kata Arief menegaskan.

Sementara itu, Wali Kota Pontianak Sutarmidji mengapresiasi Polda Kalbar yang telah menangkap pelaku penjualan anak di bawah umur tersebut.

“Selama ini kasus prostitusi yang melibatkan pelajar atau anak-anak di bawah umur tidak sampai terjerat hingga ke Pengadilan Negeri, tetapi hilang begitu saja tidak terungkap,” kata Sutarmidji .

Dia berharap dengan tertangkapnya penjual, yakni mami dan pria “hidung belang” dalam kasus penjualan anak beberapa waktu lalu, bisa menjadi pelajaran berharga bagi pelaku yang melakukan kejahatan tersebut.

“Kami minta Polda Kalbar menjerat pelaku dengan hukum yang seberat-beratnya, sehingga memberikan efek jera, dan membuat takut orang lain untuk berbuat hal yang sama,” kata Sutarmidji.

Wali Kota mengimbau orang tua agar mengawasi pergaulan anak-anaknya, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. “Karena perbuatan menyimpang anak-anak, akibat dari lemahnya pengawasan orang tua terhadap mereka,” katanya.

Wali Kota berjanji akan menutup semua panti pijat yang terbukti terlibat dalam kasus itu. “Kami akan mencabut izin panti pijat yang terlibat dalam menyediakan jasa prostitusi,” katanya.

Pemkot Pontianak kini mengeluarkan aturan terkait larangan bagi pelajar asal kota tersebut, untuk mengekos guna menekan tindakan penyimpangan oleh kalangan pelajar karena sudah di luar pengawasan orang tua.

Menurut Sutarmidji, terhitung 1 Maret 2015, pihaknya menerbitkan izin panti pijat maupun salon-salon agar tidak menyediakan kamar, termasuk kamar karyawan, karena sering disalahgunakan untuk tempat transaksi seks.

“Kalau masih ada panti pijat dan salon-salon menyediakan kamar, maka izinnya langsung kami cabut,” kata Sutarmidji dengan nada mengancam.

Semoga, kasus serupa tidak terulang.

   

 

Pewarta: Andilala

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015