Jakarta (Antara Kalbar) - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon meminta dunia untuk mengatasi permasalahan degradasi lahan dan desertifikasi, serta segera menumbuhkan lahan yang subur untuk mengamankan pangan pada masa mendatang.

"Degradasi lahan dan desertifikasi melemahkan hak asasi manusia, dimulai dengan hak atas pangan," kata Sekjen PBB dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Ban Ki-moon mengingatkan bahwa hampir 1 miliar orang di seluruh dunia kini kekurangan nutrisi yang cukup, dan mereka yang tinggal di daerah yang terdegradasi yang menerima dampak terparah.

Situasi itu, ujar dia, bisa diperparah bila degradasi lahan sebagaimana diproyeksikan akan mengurangi 12 persen produksi pangan global pada 2035, serta berdampak kepada penurunan sumber air baku.

"Dalam jangka waktu 10 tahun, dua dari tiga orang di dunia dapat hidup dalam keadaan yang kekurangan air," katanya.

Sekjen PBB juga mengemukakan bahwa degradasi lahan dan penggunaan tanah yang tidak semestinya juga mengakibatkan pengeluaran seperempat gas rumah kaca di bumi.

Sebagaimana diketahui, perubahan iklim dan penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan, khususunya dalam pertanian, berkontribusi pada menurunnya sumber air baku segar di semua kawasan di dunia, sehingga produksi pangan global diproyeksikan menurun 2 persen setiap dekade.

Untuk itu, ujar dia, dunia juga mesti mengubah haluannya dan mulai mengamankan setiap hektare lahan yang dapat digunakan untuk menyediakan makanan dan air baku segar.

"Kita mesti menghindari mendegradasi lebih banyak lahan dan pada saat yang bersamaan, merehabilitasi semua lahan yang terdegradasi semampu kita," kata Ban Ki-moon.

Dengan demikian barulah dunia dinilai dapat membuat langkah cepat untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang merupakan tantangan bagi pembangunan berkelanjutan.

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan menyiapkan regulasi guna melakukan tindakan preventif dalam menanggulangi pembakaran lahan dan menindak perusahaan pembakar lahan.

"Apabila ada perusahaan yang memiliki 40.000 hektare lahan dan mereka membakar 15.000 hektare di antaranya, lahan yang dibakar tersebut akan kami ambil," kata Ferry Mursyidan Baldan saat menghadiri pembahasan mengenai El-Nino serta kebakaran hutan di Gedung Manggala Wanabakti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Rabu (17/6).

Sementara itu, Kepala Pusat Studi Bencana Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Euis Sunarti menyebutkan alih fungsi lahan pertanian baik itu kawasan hutan maupun pertanian padi memicu terjadinya bencana alam yang berdampak pada kerugian di masyarakat. "Alih fungsi lahan pertanian ada kaitannya dengan bencana, terjadinya penyerobotan lahan pertanian, itu sudah menjadi bencana," katanya di Bogor, Jumat (5/6).

Prof Euis menyebutkan contoh kasus bencana asap di Provinsi Riau, yang disebabkan alih fungsi lahan pertanian (hutan) secara ilegal. Praktik membeli tanah di bawah tangan, membuka lahan dengan cara membakar untuk mengurangi biaya, telah berdampak luas pada masyarakat yang terkena risiko bencana kabut asap.

(M040/T. Susilo)

Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015