Pontianak (Antara Kalbar) - Bank Indonesia bersama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat terus mengembangkan metode penanaman padi Hazton di beberapa wilayah pada tahun depan.

"Mungkin banyak yang bertanya, kenapa Bank Indonesia yang merupakan bank sentral, justru mengurus masalah pertanian dan ikut dalam pengembangan penanaman padi dengan metode Hazton. Karena, kami merasa Hazton menjadi hal yang penting bagi pengembangan pertanian, khususnya dalam menjaga inflasi yang terjadi di Kalbar," kata Kepala Kantor BI Perwakilan Kalbar Dwi Suslamanto, saat menghadiri kegiatan pelatihan wartawan ekonomi di pusat pengembangan padi dengan Hazton di Desa Peniraman, Kabupaten Mempawah, Kamis.

Dwi menjelaskan, beras menjadi salah satu faktor yang memiliki andil besar dalam menyumbangkan inflasi di Kalbar. Dari kajian yang dilakukan BI, sampai saat ini beras masih menjadi salah satu komoditas yang mempengaruhi inflasi.

"Harapannya dengan penanaman padi metode Hazton bisa meningkatkan hasil pertanian dan berimbas untuk menstabilkan harga beras dan Rupiah. Makanya, sampai tahun 2015 ini, ada 114 hektare lahan pertanian di Kalbar yang sudah dibantu BI dengan bantuan anggaran Rp6,5 juta perdemplot," tuturnya.

Melihat potensi yang besar dalam pengembangan hasil pertanian dengan metode Hazton tersebut, pihaknya akan terus mengembangan penanaman padi dengan metode tersebut di Kalbar.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalbar Hazairin mengatakan, potensi lahan pertanian di Kalimantan Barat saat ini mencapai 500 ribu hektare. 

Terkait hal tersebut, Pemprov Kalbar akan terus memfokuskan pengembangan penanaman padi dengan metode Hazton di provinsi itu. Dia menjelaskan, pada penanaman padi dengan metode biasa hanya menggunakan tiga bibit dalam satu lubang, namun dengan metode Hazton menggunakan 20-30 bibit untuk satu lubang penanaman padi sehingga lebih rimbun.

Metode Hazton itu, juga umumnya menggunakan bibit padi yang lebih tua karena dengan bibit padi yang tua akan lebih tahan terhadap penyakit.

"Metode Hazton pertama diuji coba tahun 2011, dimana dari hasil pengujian yang kita lakukan, dengan metode ini petani bisa lebih sepat panen selama 15 hari, sementara, umumnya padi yang ditanam dengan metode biasa dipanen dalam waktu 115 hari. Selain itu, dengan metode tersebut, produksi padi bisa meningkat dari 5 sampai 6 ton menjadi 10 sampai 16 ton per hektar," kata Hazairin.

Dia menambahkan, saat ini metode Hazton telah diaplikasikan di Kapuas Hulu, Sambas, Kayong Utara, Landak, dan beberapa daerah lainnya di Kalbar.

"Bahkan, saat ini sudah direplikasi di Aceh, Sumatra Utara. Bahkan Malaysia melakukan riset ke sentra-sentra produksi," tuturnya.

Sementara itu, Roqib, salah satu petani di Desa Peniraman, Kabupaten Mempawah, yang melakukan penanaman padi dengan metode Hazton mengaku sudah membuktikan hasil pertanian dengan metode tersebut. Saat melakukan penanaman pertama kali, mereka bisa mendapatkan 11,3 ton gabah per hektare.

"Padahal awalnya dengan metode biasa hanya bisa menghasilkan paling banyak 3 ton, namun dengan metode ini, pertanian kami meningkat tajam," kata Roqib.

Dia menambahkan, saat ini di Peniraman, luasan tanaman padi dengan metode Hazton sudah 275 hektare dan dikelola oleh 11 Kelompok Tani di desa itu.

Konsultan BI perwakilan Kalbar, Hatta Siswa Mahyahya mengatakan selain membantu petani mengembangkan pertanian dengan metode Hazton, BI juga terus mengembangkan bantuan untuk petani agar bisa menjual hasil pertanian mereka.

"Kendala utama yang dihadapi petani adalah suplai saprodi dan penjualan. Selama ini dengan metode pertanian konvensional, selain hasil pertanian yang minim sehingga untuk penjualan hasil pertanian itu menjadi sulit diserap pasar karena padi hasil pertanian di Kalbar itu banyak yang pecah dan hanya menghasilkan beras kepala.

"Untuk mengantisipasi hal itu, kami melakukan pelatihan wirausaha tani yang dilakuukan mulai dari sistem managemen penanaman sampai penjualan," kata Hatta.

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015