Pontianak (Antara Kalbar) - Tahun 2015 berakhir bukan berarti tugas pun selesai, karena bagi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalimantan Barat, masih ada pekerjaan rumah (PR) yang mesti dituntaskan dari sisa-sisa kasus 2015 yang belum tertangani.

Ada sebanyak 104 kasus yang melibatkan anak yang ditangani dan dicatat KPAID Kalbar selama tahun 2015. Angka tersebut mengalami kenaikan dari kasus yang ditangani pada 2014 yang mencapai 83 kasus.

"Sekitar 25 persen kenaikannya dan itu dari bermacam-macam kasus yang terjadi," kata Ketua KPAID Kalbar, Achmad Husainie saat dihubungi, di Pontianak.

Ia mengungkapkan kasus yang terjadi dan menimpa anak-anak Kalbar tersebut beragam, di antaranya hak asuh anak atau penelantaran anak ada 48 kasus, kekerasan seksual 20 kasus dan kekerasan fisik ada 10 kasus.

"Angka tersebut yang ditangani KPAID berdasarkan pengaduan warga. Namun, tentunya lebih banyak yang terjadi lagi dan tidak terungkap," ucapnya, menambahkan.

Selama perjalanan KPAID Kalbar dengan masa tugas 3 tahun ini, menurut dia, adanya peningkatan kasus yang ditangani karena tidak terlepas dari kesadaran masyarakat Kalbar yang semakin tinggi terhadap persoalan yang melibatkan anak-anak.

Ia menambahkan, KPAID Kalbar juga rutin melakukan sosialisasi, guna meningkatkan kesadaran agar semakin banyak warga yang melapor baik kepada aparat kepolisian maupun KPAID sendiri untuk dimintakan bantuan menangani kasus yang terjadi.

Selain itu, jaringan yang juga semakin luas yang dibangun KPAID di daerah-daerah, kata Husainie dimana sebelum sebagai ketua KPAID untuk periode November 2015-Desember 2016, ia adalah komisioner KPAID yang menangani sosialisasi.

Dan kini di penghujung tahun, rata-rata kasus tersebut sudah selesai ditangani para komisioner, dengan persentase penanganan sudah mencapai 90 persen.

"Masih ada beberapa yang belum selesai karena alasan data pengadu belum lengkap, sedang mengajukan gugatan ke pengadilan, korban berada di luar kota, dan orang tua teradu berada di provinsi lain," tuturnya.

Di antara kasus yang ditangani tersebut, ia menambahkan, ada yang diselesaikan dengan mediasi dan diversi (damai) yang difasilitasi pihak kepolisian. Sementara KPAID ikut hadir dalam upaya perdamaian yang dilakukan, misalnya, kasus yang melibatkan anak sesama anak di bawah usia 18 tahun. Sementara untuk kasus anak di atas 18 tahun, tetap diproses tindak pidana.

Salah satu kasus yang melibatkan anak yang cukup hangat tahun 2015 adalah yang melibatkan SD sang pemilik akun Facebook Sarry Ananda Putri Panggabean yang sempat membuat "netizen" menaruh kesal kepada yang bersangkutan. KPAID Kalbar memediasi persoalan tersebut setelah tahu pemilik akun facebook tersebut masih berusia anak-anak.

Sementara itu, dari data KPAID Kalbar menunjukkan kecenderungan dari tahun ke tahun kasus yang ditangani terus mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2011 ada 39 kasus, pada 2012 ada 55 kasus, pada 2013 ada 56 kasus, maka pada 2014 ada 83 kasus dan tahun 2015 ada 104 kasus yang ditangani.

Kasus terbesar yang ditangani meliputi kejahatan seksual, penelantaran anak dan kekerasan fisik. Sementara kasus lainnya seperti pendidikan, kesehatan, agama dan sosial, kemudian "trafficking" (perdagangan manusia) dan kekerasan psikis juga tetap dalam penanganan lembaga tersebut.

Sementara Komisioner KPAID Kalbar, Alik R Rosyad mengungkapkan kasus penelantaran anak banyak terjadi di Kota Pontianak, karena adanya perceraian yang berujung pada perebutan hak asuh. "Dan setiap tahun ini selalu dominan. Dan cenderung sama di beberapa KPAID," imbuhnya.

Ia menambahkan, KPAID Kalbar harus menyelesaikan kasus tersebut meski ada yang tidak tuntas, misalnya, karena ada kesepakatan antarsuami dan istri.



Pekerjaan rumah

Untuk kasus yang belum selesai ditangani pada akhir tahun ini, dan menjadi pekerja rumah, KPAID Kalbar menjamin tetap akan diproses sama halnya dengan kasus lainnya yang sudah tuntas. "Hanya jeda beberapa hari, KPAID tetap akan menangani kasus yang belum selesai," kata Ketua KPAID Kalbar, Achmad Husainie, menjelaskan.

Menurut ia, beberapa kasus yang masih "pending" atau tertunda akan diselesaikan segera sehingga tidak ada pekerjaan rumah bagi KPAID Kalbar untuk tahun 2016. "Yang `pending` akan diselesaikan. Rata-rata sudah 90 persen selesai," tukasnya.

Kasus yang belum selesai itu, kini masih ditangani masih-masing komisioner di KPAID Kalbar yang berjumlah tujuh orang sejak 2014 lalu. Dengan masa tugas 3 tahun, Achmad Khusainie menyatakan akan memanfaatkan waktu seefektif mungkin untuk bertugas bersama timnya.

Sementara Alik R Rosyad menambahkan KPAID baru sebagian kecil menangani kasus-kasus yang melibatkan anak-anak di Kalbar. Namun, di balik itu masih banyak kasus yang terjadi di masyarakat yang tidak terungkap dan lolos dari penanganan KPAID.

Itu bisa terjadi karena dua kondisi, ia melanjutkan, karena KPAID memang tidak mengetahui atau mengetahui tetapi tidak ada laporan.

"Dalam kondisi kedua, kita memantau apakah kasus tersebut sudah ada yang menangani atau belum. Kalau sudah ada maka kami hanya monitoring. Kalau belum ada, maka kami akan turut ambil peran dalam menyelesaikannya," tuturnya.

Ia mengakui kasus-kasus yang tidak tercatat dalam pengaduan KPAID, dapat dipastikan lebih banyak. Namun, biasanya sudah ditangani pihak kepolisian atau Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di masing-masing daerah.

Di antara kasus yang tampaknya tidak tercatat dan di luar penanganan KPAID Kalbar, misalnya, kasus pencabulan yang terjadi di Kabupaten Sanggau beberapa waktu lalu.

Kasus terjadi di dua lokasi dengan korban 3 anak, yakni di Balai Karangan, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau pada 5 Desember lalu. Dalam kasus ini, pelaku ayah tiri korban yang kini sudah ditangani Kepolisian Resor Sanggau.

Kemudian kasus di Kecamatan Meliau masih di kabupaten yang sama dengan korban dua bersaudara yang dicabuli ayah kandung mereka. Peristiwa itu dilaporkan ke Polsek Meliau pada 3 Desember lalu dan korban sudah dicabuli ayahnya sendiri sejak 2010 lalu.

Untuk dua kasus kekerasan seksual dengan korban anak-anak tersebut, polisi menjerat tersangka dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Ketua KPAID Kalbar Achmad Husainie yang juga dosen Mata kuliah Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Anak pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Pontianak menyatakan sama halnya dengan polisi, pihaknya pun jika memperkarakan pelaku kekerasan terhadap anak sesuai undang-undang yang berlaku, yakni UU Nomor 35 tahun 2014 yang merupakan amendemen dari UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, serta Peraturan Daerah Provinsi Kalbar Nomor 4 tahun 2015.

Menyongsong tahun 2016, Husainie mengharapkan KPAID dapat tetap bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan atau "stakeholder", bergerak bersama melakukan perlindungan terhadap anak.

Artinya, secara komprehensif terpadu bersama-sama. "Bersama-sama mengantisipasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) jangan sampai menjadikan banyak anak yang terkena kekerasan seksual sebagai dampak dari diberlakukannya MEA," imbuhnya, mengingatkan.

Ia mengatakan menganalisa sampai ke situ karena memang harus diantisipasi. "Malaysia dan Singapura akan masuk ke Indonesia, harus kita antisipasi dampaknya," demikian Ketua KPAID Kalbar.


(T.N005/C004)

Pewarta: Nurul Hayat

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015