Sukadana (Antara Kalbar) - Anggota DPRD Kabupaten Kayong Utara Burhan berharap terbitnya Peraturan Presiden Nomor 88 tahun 2017 dapat menyelesaikan permasalahan tapal batas antara Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) dengan masyarakat.
"Apakah kawasan yang masuk ke dalam TNGP, yang sebelumnya menjadi hak masyarakat, dikembalikan atau tukar guling, atau kompensasi. Itu yang perlu kita perdalam," kata Burhan di Sukadana.
Menurut anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kayong Utara ini, selama ini yang terjadi, masyarakat selalu dirugikan karena ketidakjelasan tapal batas TNGP dan kawasan pemukiman masyarakat.
"Sedikit-sedikit, masyarakat hanya sekedar mengambil kayu bakar, kena pasal. Kita harus menyelesaikan secepat mungkin," katanya.
Untuk di Kayong Utara sendiri, setidaknya ada 10 desa yang berbatasan langsung dengan TNGP. Ia melanjutkan, dari jumlah tersebut, hampir setiap desa sampai saat ini belum jelas mengenai tapal batas antara TNGP dan pemukiman di desa.
"Balai TNGP kurang sosialisasi kepada masyarakat, menyangkut tapal batas ini," kata Burhan lagi.
Dirinya berpikir semua stakeholder harus terlibat demi untuk menyelamatkan masyarakat. Jangan sampai terjebak ke persoalan hukum berkaitan dengan TNGP.
"Saya pikir, masyarakat, khususnya Kecamatan Sukadana yang menjadi korban dari TNGP, padahal ini lahan milik nenek moyang mereka pada awalnya," demikian Burhan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Apakah kawasan yang masuk ke dalam TNGP, yang sebelumnya menjadi hak masyarakat, dikembalikan atau tukar guling, atau kompensasi. Itu yang perlu kita perdalam," kata Burhan di Sukadana.
Menurut anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kayong Utara ini, selama ini yang terjadi, masyarakat selalu dirugikan karena ketidakjelasan tapal batas TNGP dan kawasan pemukiman masyarakat.
"Sedikit-sedikit, masyarakat hanya sekedar mengambil kayu bakar, kena pasal. Kita harus menyelesaikan secepat mungkin," katanya.
Untuk di Kayong Utara sendiri, setidaknya ada 10 desa yang berbatasan langsung dengan TNGP. Ia melanjutkan, dari jumlah tersebut, hampir setiap desa sampai saat ini belum jelas mengenai tapal batas antara TNGP dan pemukiman di desa.
"Balai TNGP kurang sosialisasi kepada masyarakat, menyangkut tapal batas ini," kata Burhan lagi.
Dirinya berpikir semua stakeholder harus terlibat demi untuk menyelamatkan masyarakat. Jangan sampai terjebak ke persoalan hukum berkaitan dengan TNGP.
"Saya pikir, masyarakat, khususnya Kecamatan Sukadana yang menjadi korban dari TNGP, padahal ini lahan milik nenek moyang mereka pada awalnya," demikian Burhan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017