Pontianak  (Antaranews Kalbar) - Kiprah Inkubator Bank Indonesia perwakilan Kalimantan Barat agaknya layak diacungi jempol, karena sejak April tahun 2012 sampai dengan Desember 2017, sudah ada 31 kelas yang selesai dilatih.

31 kelas itu dengan jumlah peserta yang belajar sebanyak 1.250 orang dan menamatkan pelatihan berjumlah 1.089 orang dengan tingkat kelulusan 87,12 persen.

1.250 peserta tersebut tergabung dalam kelas reguler/umum, kelas Lapas, dan kelas mahasiswa.

Program Inkubator Bisnis BI (Inkubbi) ini merupakan program yang dapat mengatasi masalah dana dalam pelaksanaannya karena tidak memerlukan dana besar. Yang diperlukan hanya sedikit dana konsumsi dan transportasi pengajar.

Pengajar atau pelatih adalah pelaku usaha yang telah memiliki usaha dan penghasilan sendiri. Dalam program ini mereka menjadi relawan pelatih tanpa pamrih sehingga tidak perlu diberikan honor ataupun gaji.

Tempat pelatihan juga tidak harus khusus seperti di hotel, cukup di tempat sederhana saja maka kegiatan sudah bisa berjalan. Jumlah pelatih juga tidak harus banyak, cukup satu orang pelatih saja yang sudah menguasai semua materi latih secara lengkap.

Dengan konsep seperti ini maka program Inkubbi ini dapat direplikasi dengan mudah ke daerah lain seperti di wilayah kecamatan maupun desa.

Peserta harus diseleksi berdasarkan tingkat keseriusan mereka untuk mengelola usaha. Untuk hal ini calon peserta diminta untuk menyediakan biaya sharing yang akan digunakan untuk konsumsi mereka selama enam bulan pelatihan, baju kaos seragam, dan biaya kegiatan lainnya seperti praktek, kunjungan, dan lain-lain.

"Calon peserta yang tidak serius akan mundur, yang ingin gratis juga mundur, yang ingin coba-coba juga akan mundur, hanya yang serius membangun usaha yang akan maju terus," kata Pelatih utama Inkubator Bisnis Bank Indonesia, Kalimantan Barat, Hatta Siswa Mahyahya akhir pekan ini.

Menurutnya, selama lima tahun berkiprah di Kalimantan Barat, sampai saat ini, Inkubator Binsis Bank Indonesia sudah banyak direplikasi di banyak tempat. Tidak hanya di Kalbar, tetapi juga daerah lainnya seperti Sulawesi, Sumatera dan beberapa daerah di pulau Jawa.

Hatta mengatakan, program Inkubator Bisnis BI (Inkubbi) ini dapat menjadi solusi untuk membangun UMKM yang kredibel di mata perbankan dan investor, sebab program ini memberikan pelatihan manajemen usaha yang lengkap, tidak sepotong-sepotong, dan diberikan dalam masa inkubasi yang cukup panjang yaitu selama enam bulan.

Setiap hari Sabtu peserta latih Inkubbi masuk kelas dan diberikan materi-materi manajemen usaha secara bertahap dan lengkap namun tetap sederhana dan mudah serta praktis untuk diterapkan sehari-hari.

Satu hari belajar teori di kelas dan lima hari di rumah untuk mempraktikkan semua pengetahuan yang diberikan di kelas. Masa yang panjang bermanfaat untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan yang lebih kuat dan bertahan, juga tersedia cukup waktu untuk konsultasi dan bimbingan, serta membangun kebiasaan baru seperti aktif melakukan pencatatan transaksi keuangan usaha, mampu membuat analisa kelayakan usaha sederhana, mampu menghitung laba rugi usaha dan merancang strategi pengelolaan usaha.

Peserta yang telah menempuh masa belajar selama enam bulan dan berhasil membuat rencana usaha, berhasil memulai usaha, dan berhasil membuat akta notaris pendirian usaha akan diwisuda secara resmi sebagai tanda berakhirnya masa pelatihan.

Dalam acara wisuda tersebut, peserta yang lulus akan menceritakan hasil belajar mereka di hadapan para undangan yang terdiri dari pihak perbankan, BUMN, pemerintah serta UMKM lainnya. Umumnya pihak bank banyak yang tertarik dengan pencapaian mereka dan menawarkan pembiayaan usaha. Penawaran juga berlaku bagi alumni lainnya.

"Data sementara menunjukkan bahwa dua puluh orang alumni sudah dibiayai dalam jumlah bervariasi dari kisaran satu juta rupiah hingga satu miliar rupiah lebih, dengan total pembiayaan Rp2.633.000.000,- Belum semua alumni di data untuk pembiayaan ini," katanya.



UKM kredibel

Pada saat ini ada 58 juta kegiatan usaha mandiri di Indonesia, dan sekitar 1,65 persen penduduk Indonesia telah menjadi wirausahawan yang dulunya sebagai pengusaha pemula dan kini telah mampu mengembangkan usahanya. Sekitar 99 persen unit bisnis di Indonesia adalah UMKM dan menyerap hampir 97 persen tenaga kerja.

Namun demikian kesenjangan ekonomi masih cukup lebar sehingga peran UMKM/wirausaha menjadi sangat penting untuk menggerakkan ekonomi masyarakat dan menghidupkan usaha-usaha lokal serta menyerap tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran.

Pada bulan Februari 2017 menurut BPS tercatat pengangguran sejumlah 7,01 juta jiwa, dan pada bulan Agustus 2017 meningkat menjadi 7,04 juta jiwa. Salah satu cara untuk mengatasi pengangguran dan mengembangkan ekonomi masyarakat adalah dengan mencetak wirausaha /UMKM baru dan memberdayakan UMKM yang sudah eksis.

Dalam satu dasawarsa terakhir, perhatian pemerintah untuk memberdayakan UMKM cukup besar dengan banyaknya kementerian yang membina UMKM, juga BUMN-BUMN, LSM, perbankan, termasuk Bank Indonesia, dan pihak lain yang menaruh perhatian besar.

"Sebab UMKM merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia yang harus terus diperkuat dari waktu ke waktu," kata Pelatih utama Inkubator Bisnis Bank Indonesia, Hatta Siswa Mahyahya.

Berbagai program pemberdayaan sudah dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan tujuan agar UMKM menjadi layak (feasible), dapat dipercaya (credible), dan memenuhi persyaratan perbankan (bankable).

Walaupun berbagai program pemberdayaan UMKM sudah dijalankan, namun masih terdapat banyak kendala di lapangan.

"Berdasarkan pengalaman dalam membina UMKM, sejak tahun 2003 hingga kini telah di coba untuk menginventarisasi berbagai kendala yang dihadapi oleh usaha kecil/ UMKM," katanya.

Adapun beberapa kelemahan yang dihadapi oleh UMKM dibantaranya, rendahnya motivasi usaha, kurang kuatnya jiwa kewirausahaan, lemahnya manajemen organisasi usaha, lemahnya kemampuan produksi massal, kurangnya akses modal usaha/pembiayaan bank dan investor, lemahnya administrasi keuangan dan manajemen pemasaran, masih rendahnya kualitas produk, kurangnya inovasi, kemasan yang kurang menarik, harga jual yang masih tinggi sementara kemasan kurang mendukung.

Selain itu, kerbatasnya jaringan distribusi pemasaran, kurangnya kontrol kualitas produk, lemahnya kemampuan berpromosi, tidak atau belum bankable, sulitnya mendapat berbagai informasi. Kemudian kurangnya penguasaan teknologi tepat guna dan teknologi informasi, minimnya sarana produksi. Mahalnya biaya-biaya legalitas, kredit macet, menurunnya daya beli masyarakat serta kurangnya sarana/media promosi/ publikasi/show room/counter/Toko penjualan permanen bagi UMKM.

Terkait hal itu, InkubBI Kalbar merasa perlu membangun UMKM yang kredibel di mata investor dan perbankan, sebab masih banyak sekali UMKM yang belum bankable, belum mampu memenuhi persyaratan perbankan karena masih banyaknya kendala seperti yang telah disebutkan sebelum ini, apalagi bila dikaitkan dengan 5C sebagai acuan perbankan (character, capital, collateral, condition, capability).

Munculnya berbagai kendala tersebut, khususnya dari faktor internal, lebih disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan UMKM dalam mengelola usaha, terbatasnya akses informasi, dan belum kuatnya sikap mental kewirausahaan.

Adapun pelatihan-pelatihan yang diterima oleh UMKM umumnya tidak/kurang lengkap, terutama dari sisi penguatan jiwa kewirausahaan, dan durasi pelatihan seringkali singkat. Akibatnya ada UMKM yang motivasinya tinggi tapi kurang menguasai manajemen, atau menguasai manajemen dan memiliki motivasi tapi lemah dalam pengaturan produksi atau pemasaran atau berbagai kombinasi dari berbagai aspek.

"Masalah dapat lebih tereliminir jika pelatihan dan pendampingan diberikan secara menyeluruh dan teraplikasi dalam pengelolaan usaha sehari-hari. Penyebab umum adalah kebanyakan UMKM lahir dari kondisi keterpaksaan, bukan lahir karena dipersiapkan/dilatih," tuturnya.

Kondisi ini dapat dianalogikan seperti bayi manusia yang lahir prematur sehingga perlu dibantu agar sehat kembali. Kondisi ini juga berpengaruh pada tingkat kepercayaan perbankan untuk memberikan pinjaman/pembiayaan usaha, dampak yang terlihat adalah sulitnya UMKM mengakses pembiayaan di perbankan.

"Pernah ada program untuk mengakses pinjaman namun kurang berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan UMKM yang masih kurang dalam hal motivasi/mentalitas dasar/jiwa kewirausahaan, manajemen Organisasi usaha, manajemen Produksi, manajemen keuangan, manajemen pemasaran, permodalan, teknologi Informasi/Internet, jaringan informasi, pengetahuan perbankan, komputerisasi, dan lain-lain," kata Hatta.

Untuk itu, UMKM perlu dilatih secara lebih intensif agar kelemahan tersebut dapat dikurangi dan tingkat kepercayaan perbankan bisa naik lebih tinggi.

Dari pengalamannya sebagai tenaga ahli IKM (Industri Kecil dan Menengah) maupun sebagai KKMB (Konsultan Keuangan Mitra Bank), perbankan lebih percaya pada UMKM yang dilatih dan dibina terlebih dahulu selama beberapa waktu (3 sampai 6 bulan).

Pola yang dipakai pada saat awal untuk membina UMKM (tahun 2006) adalah pola On Company Level yaitu membina UMKM secara khusus selama enam bulan.

Hasilnya pada tahun 2006 dan 2007 Provinsi Kalimantan Barat dinilai sebagai yang terbaik dari 15 Provinsi yang ikut dalam program OCL ini. Kelemahan dari program ini adalah memerlukan dana yang besar sehingga sulit untuk berkelanjutan dan sulit direplikasi ke desa.

Menurutnya, banyak program pemberdayaan dan bantuan yang dijalankan selama ini seringkali memerlukan dana yang besar sementara durasi pelatihannya singkat, kurang pendampingan, memerlukan tempat yang representative dan seringkali perlu pelatih khusus dalam jumlah banyak yang berbeda untuk setiap bidang.

Berdasarkan pengamatan, program dengan durasi singkat kurang tepat jika menginginkan UMKM yang mandiri dan berkembang. Diperlukan solusi yang dapat memenuhi kriteria seperti, program pemberdayaan harus dapat berkelanjutan tanpa hambatan dana, tanpa hambatan tempat, dan tanpa hambatan SDM pelatih.

Selain itu, diperlukan juga program pemberdayaan harus dapat direplikasi dengan mudah dan murah di semua wilayah baik di kota maupun di desa di seluruh Indonesia, program pemberdayaan harus menghasilkan UMKM yang mandiri, layak (feasible), dapat dipercaya (credible), dan eligible/bisa memenuhi persyaratan perbankan (bankable).



Pelatihan Kewirausahaan Berkelanjutan

Untuk dapat menjalankan program Inkubbi di tingkat desa, diperlukan pelatih-pelatih yang sudah siap dan sudah dilatih khusus dalam kegiatan Trainer Orientation Program (T.O.P). Program ini khusus melatih calon pelatih, untuk selanjutnya mereka yang lulus akan mendirikan/menjalankan program Inkubbi mereka sendiri di desa.

Setelah program berjalan di desa maka akan lahir wirausaha-wirausaha/UMKM-UMKM baru di desa yang dapat membuka usaha berbasis sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di desa.

Bahan baku banyak terdapat di desa dengan harga murah, tenaga kerja juga tersedia dengan upah yang murah, air juga murah sehingga biaya produksi akan rendah.

Produk dapat dikemas menggunakan kemasan modern dan dijual ke wilayah kota sehingga nilai jualnya meningkat dan selisih labanya cukup besar. Desa yang berkembang wirausaha warganya dengan sendirinya akan menjadi desa produktif.

Program T.O.P adalah kelanjutan dari program Inkubbi agar dapat direplikasi ke seluruh kabupaten, kecamatan, dan desa. Program desa yaitu BUMDes juga dapat diselaraskan/disinergikan dengan Inkubbi dan akan saling memperkuat.

Tahap lanjut dari program Inkubator Bisnis adalah program Akselerator Bisnis yang akan melatih lebih terperinci lagi aspek-aspek manajemen usaha secara detil.

Produk mereka dapat berupa barang maupun jasa. Untuk wilayah perbatasan dapat dirancang khusus dengan produk-produk yang sesuai untuk kebutuhan negara tetangga sehingga UMKM binaan di perbatasan dapat dijadikan klaster devisa/nilai tukar.

Sedangkan wilayah pertanian yang jauh dari perbatasan dapat dirancang menjadi klaster-klaster ketahanan pangan dengan produk berbasis pertanian. Dan daerah perkotaan, termasuk kota kabupaten atau kota kecamatan dapat dirancang menjadi klaster inklusi keuangan yang akan banyak melaksanakan kegiatan transaksi non tunai.

Hatta mengatakan, konsep Inkubator Bisnis, Akselerator Bisnis, Trainer Orientation Program, dan Klaster, yang dicanangkan oleh Inkubator Bisnis Bank Indonesia Kalimantan Barat secara keseluruhan dapat membantu banyak pihak, terutama pihak investor dan perbankan yang akan dapat menemukan UMKM yang kredibel dalam mengelola usaha dari tingkat kota hingga desa.

"Kemudian membantu pihak pemerintah baik pemerintahan tingkat pusat hingga pemerintahan tingkat desa, agar lebih selaras memanfaatkan dana desa untuk BUMDes yang dikelola masyarakat desa dalam bentuk usaha," tuturnya.

Program ini juga membantu masyarakat itu sendiri agar lebih mampu mengelola usaha dengan baik dan benar. Program ini dapat berkembang melalui Bank Indonesia, mulai dari Kalimantan Barat dan dapat disebarluaskan ke seluruh Indonesia melalui jaringan dan teknologi yang ada.

"Guna perkembangan yang lebih jauh lagi telah dipersiapkan Road Map dari tahun 2018 hingga tahun 2024," katanya.

Konsep ini secara utuh juga akan dapat membawa banyak manfaat bagi UMKM binaan Bank Indonesia dalam bentuk Lahirnya wirausaha/UMKM baru yang sehat, meningkatnya motivasi/Jiwa wirausaha, meningkatnya kemampuan mengelola usaha, meningkatnya omzet penjualan dan laba usaha, meningkatnya tampilan produk melalui kemasan, meningkatnya kepercayaan pihak bank dan investor, meningkatnya potensi pengembangan perekonomian masyarakat hingga ke tingkat desa, meningkatnya peluang UMKM untuk mendapat berbagai penghargaan.

Sementara itu, Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Barat, Dwi Suslamanto mengatakan, pihaknya akan terus meningkatkan kerja sama dengan Pemda, Pemprov, dan pihak lainnya dalam pengembangan UMKM, sebagai upaya untuk menstabilkan mata uang rupiah yang ada di provinsi itu.

"Selama ini kita terus meningkatkan kerja sama dengan semua pihak dalam pengembangan UMKM, melalui program Inkubator Bisnis Bank Indonesia (InkubBI) dengan tujuan, agar bagaimana rupiah itu stabil," kata Dwi Suslamanto.

Selain itu, persyaratan lainnya untuk menstabilkan rupiah adalah, kebutuhan devisa harus mencukupi, kemudian pangan harus mencukupi, dan orang yang terhubung dengan Bank juga harus banyak.

Oleh karena itu BI untuk memenuhi syarat menstabilkan mata uang rupiah yaitu mengambil target di tingkat daerah seperti di Kalbar dengan bentuk klaster=klaster UMKM di lingkungan masyarakat.

Dalam hal itu, lanjutnya, pembentukan karakter politik yang terus Bank Indonesia lakukan terhadap program-program yang disosialisasikan, dan juga pelatihan (Hard Skill) kemampuan bagaimana melakukan ekspor dan impor.

"Saya rasa para pelaku UMKM juga harus mengetahui bagaimana proses ekspor impor, dan juga mengatasi dan menghadapi harga pasar dunia, agar bisa menghadapi selera konsumen seperti apa," tuturnya.

Dwi menjelaskan, Bank Indonesia sendiri telah menargetkan membuat inkubator bisnis di seluruh Indonesia. Hal ini merupakan wujud komitmen BI untuk mengasah kreativitas dan inovasi pelaku usaha pemula untuk berkembang.

Selama ini, katanya, program inkubator bisnis BI telah memfasilitasi masyarakat yang ingin belajar bisnis dengan konsultasi bisnis, gerai kemasan, "virtual office", perpustakaan, dan media cetak promosi. Inkubator tersebut berada di kantor lama perwakilan BI.

"Kita harapkan, dengan semakin banyaknya dukungan dan kerja sama yang baik dari semua pihak, program ini diharapkan bisa terus berkembang dan terus menciptakan wirausaha baru untuk memperkuat perekonomian negara ini," tuturnya.

Dwi menambahkan, saat ini InkubBI juga tutor sudah melatih di desa-desa yang ada di kabupaten seperti Sambas dan juga Bengkayang.

"Targetnya menciptakan enterpreneur, memperluas penyebaran wirausaha. Target kami Kalbar mempunyai 20 persen enterprenuer," ujar Dwi

Namun demikian Dwi mengatakan semuanya tidak bisa hanya bergantung dengan BI. Harapan Dwi ada inkubator lainnya yang membantu mencetak wirausaha. Sehingga masalah pengangguran dan kemiskinan bisa diatasi.

"Minimal satu wirausaha memiliki 5 karyawan. Kami sudah menciptakan sekitar 600-900 wirausaha. Ditambah inkubator bisnis diluar BI. Dalam satu tahun sekitar 150 wirausaha kita ciptakan selain itu ada juga di universitas dan lapas dengan 75 peserta per semester, " ujar Dwi.

Inkubator bisnis katanya, disisi lain membantu pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitas ekonomi. Selain itu juga membantu Bank Indonesia dalam mencapai tujuannya.

BI sendiri kata Dwi juga memiliki inkubi literasi keuangan dan juga inkubi devisa, serta inkubi ketahanan pangan.

"Sisi lain kita punya target, tapi target pemerintah juga tercapai. Makanya kita juga bekerjasama dengan universitas seperti IAIN Pontianak dan juga universitas Panca Bakti Pontianak," katanya.




(U.KR-RDO/N005)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018