Sintang (Antaranews Kalbar) - Pemerintah perlu mencarikan solusi terhadap persoalan para guru honor yang telah mengabdikan diri bertahun-tahun di daerah terpencil dengan pendapatan yang minim, kata Ketua PGRI Kabupaten Sintang Edy Sunaryo.
"Kalau masalahnya soal biaya, perlu dicarikan solusinya secara bersama, bukan malah menimbulkan masalah baru," ujarnya saat menjadi narasumber dalam program "Indonesia Menyapa" di RRI Sintang di Sintang, Jumat.
"Indonesia Menyapa" merupakan program kerja sama Perum LKBN Antara dengan LPP RRI untuk membahas berbagai isu, di antaranya tentang daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Tema yang diangkat kali ini adalah "Perjuangan Guru Honor di Perbatasan".
Ia menyebutkan di Kabupaten Sintang ada setidaknya tiga ribu tenaga honor dengan pendapatan bulanan bervariasi.
"Ada yang 400 ribu sampai 500 ribu per bulan," kata dia.
Ia membandingkan dengan ketetapan upah minimum provinsi, kabupaten, maupun kota yang selalu naik setiap tahunnya.
"Kenapa untuk guru honor yang benar-benar terkait langsung dengan sumber daya manusia, tidak berlaku standar upah tersebut," katanya.
Belum lagi, katanya, perubahan pembiayaan di mana dana bantuan operasional sekolah yang tidak lagi dapat digunakan untuk membayar gaji guru honor.
Ia menyarankan ada gerakan massal dari kalangan pengusaha supaya menyisihkan kekayaan atau tanggung jawab sosial perusahaan untuk membiayai sektor pendidikan, termasuk membayar para guru honor.
Praktisi pendidikan Kabupaten Sintang, Setyo Wardoyo, menambahkan di kabupaten yang berbatasan dengan Sarawak, Malaysia Timur itu, tanpa adanya guru honor maka sektor pendidikan akan kelabakan.
"Guru honor ini bertugas sampai tempat yang jauh dan sulit dijangkau dengan gaji yang sangat minim," ujar dia.
Ketika pemerintah membuka penerimaan ASN, kata dia, sebagian honorer tidak dapat mendaftar karena terganjal batas usia 35 tahun.
"Mereka sudah 10 tahun mengabdi lalu tidak bisa mendaftar karena usia. Seharusnya ada kebijakan khusus untuk ini," kata Setyo.
Baca juga: Guru Indonesia harus mampu hadapi tantangan
Baca juga: PGRI Singkawang tingkatkan eksistensi
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
"Kalau masalahnya soal biaya, perlu dicarikan solusinya secara bersama, bukan malah menimbulkan masalah baru," ujarnya saat menjadi narasumber dalam program "Indonesia Menyapa" di RRI Sintang di Sintang, Jumat.
"Indonesia Menyapa" merupakan program kerja sama Perum LKBN Antara dengan LPP RRI untuk membahas berbagai isu, di antaranya tentang daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Tema yang diangkat kali ini adalah "Perjuangan Guru Honor di Perbatasan".
Ia menyebutkan di Kabupaten Sintang ada setidaknya tiga ribu tenaga honor dengan pendapatan bulanan bervariasi.
"Ada yang 400 ribu sampai 500 ribu per bulan," kata dia.
Ia membandingkan dengan ketetapan upah minimum provinsi, kabupaten, maupun kota yang selalu naik setiap tahunnya.
"Kenapa untuk guru honor yang benar-benar terkait langsung dengan sumber daya manusia, tidak berlaku standar upah tersebut," katanya.
Belum lagi, katanya, perubahan pembiayaan di mana dana bantuan operasional sekolah yang tidak lagi dapat digunakan untuk membayar gaji guru honor.
Ia menyarankan ada gerakan massal dari kalangan pengusaha supaya menyisihkan kekayaan atau tanggung jawab sosial perusahaan untuk membiayai sektor pendidikan, termasuk membayar para guru honor.
Praktisi pendidikan Kabupaten Sintang, Setyo Wardoyo, menambahkan di kabupaten yang berbatasan dengan Sarawak, Malaysia Timur itu, tanpa adanya guru honor maka sektor pendidikan akan kelabakan.
"Guru honor ini bertugas sampai tempat yang jauh dan sulit dijangkau dengan gaji yang sangat minim," ujar dia.
Ketika pemerintah membuka penerimaan ASN, kata dia, sebagian honorer tidak dapat mendaftar karena terganjal batas usia 35 tahun.
"Mereka sudah 10 tahun mengabdi lalu tidak bisa mendaftar karena usia. Seharusnya ada kebijakan khusus untuk ini," kata Setyo.
Baca juga: Guru Indonesia harus mampu hadapi tantangan
Baca juga: PGRI Singkawang tingkatkan eksistensi
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018