Pontianak (Antaranews Kalbar) - Di balik gemerlap cahaya lampu, kemudahaan dalam menjalankan aktivitas pekerjaan dan usaha yang digeluti serta beberapa hal lainnya tidak terlepas dari suplai listrik PLN.
Listrik yang kita nikmati saat ini merupakan buah dari kerja keras dan semangat melayani dari keluarga besar PLN, meski tantangan di lapangan selalu hadir dan mereka dituntut untuk mencari solusi serta inovasi.
Tidak bisa dipungkiri juga bahwa listrik saat ini sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat, selain sandang, pangan, dan papan. Pada dasarnya, sandang, pangan, dan papan dalam produksi juga tidak terlepas dari mesin yang menggunakan energi listrik. Artinya, segala aspek butuh listrik untuk kesejahteraan dan kemajuan daerah dan bangsa.
PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Kalbar dan unit-unit di bawahnya terus mengoptimalkan layanan kepada masyarakat untuk menerangi Kalbar yang memiliki luas sekitar 1,5 kali dari Pulau Jawa.
Tahap demi tahap pembangunan dilakukan, mulai dari pembangkitan, distribusi, penjualan, pemiliharaan, dan mengajak masyarakat untuk bersama menjaga aset negara tersebut.
Saat ini, PLN setempat melayani 12 kabupaten dan dua kota di Kalbar dengan total pelanggan 1.088.782 pelanggan atau total elektrifikasinya mencapai 86,3 persen, suatu pertumbuhan sekitar enam persen dari tahun lalu.
Dilihat dari total daya tersambung, yakni 1.480 MVA dan penjualan 197 juta kWh per bulan. PLN memiliki empat Unit Pelayanan Pelanggan (UP3), yakni Pontianak, Singkawang, Sanggu, dan Ketapang.
General Manager PLN UIW Kalbar Richard Safkaur menyebutkan dari sisi daya atau pembangkit PLN statusnya di Kalbar sudah normal dan bahkan surplus dengan margin sekitar 30 persen. Secara angka yakni daya mampu saat ini 611,243 megawatt (MW) dan beban 475,043 MW.
"Dari sisi dapur PLN atau pembangkit kita saat ini baik dibandingkan tahun sebelumnya, kecukupan daya tidak lagi menjadi kendala. Bahkan kita sudah surplus. Tugas kita saat ini memaksimalkan lagi layanan dengan meningkatkan keandalan listrik hingga pelangkan," ujarnya di Pontianak, Jumat.
Listrik yang disuplai PLN tersebut melalui tujuh sistem. Untuk Sistem Khatulistiwa saja yang saat ini terkoneksi dengan baik, sebab telah terhubung dengan delapan kabupaten dan kota, sedangkan tujuh sistem lainnya masih belum terhubung atau hanya bersifat lokal di wilayah kerjanya.
Target ke depan, seluruh Kalbar terkoneksi dengan sistem yang sama sehingga kemampuan suplai listrik lebih optimal. Bahkan, nantinya terkoneksi untuk seluruh Kalimantan.
Untuk Sistem Khatulistiwa, suplai listrik tidak terlepas dari impor dari perusahan listrik Malaysia, Sesco. Hampir separuh beban yang ada disuplai ke Sistem Khatulistiwa dari negara tetangga melalui Kabupaten Bengkayang. Jual beli listrik dengan luar negeri di Kalbar, pertama dilakukan di Indonesia, sedangkan aktivitas tersebut dimulai sejak 2016.
"Dengan Malaysia sifatnya kita jual beli. Kita bukan hanya membeli namun juga menjual. Aktivitas impor tersebut seiring kita menyiapkan pembangkit yang ada sehingga ke depan pelan tapi pasti impor akan terus berkurang. Rencana dan strategi sudah kita siapkan," jelas dia.
Penguatan Transmisi
Daya listrik dari pembangkit yang sudah surplus. Jangkauan distribusi ke berbagai daerah lebih luas tidak terlepas dari peranan penambahan instalasi kelistrikan atau penguatan transmisi.
Melalui Unit Pelaksana Penyaluran dan Pengatur Beban (UP3B) Sistem Kalbar, listrik dari pembangkit PLN atau pun diimpor dari Malaysia diperkuat transmisinya untuk disesauikan dengan daya dan jangkauan yang ada.
Sejak awal 2018, ada lima Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV dioperasionalkan. Hal itu dalam rangka percepatan interkoneksi ke sejumlah daerah yang bernaung ke Sistem Khatulistiwa.
Seiiring dengan hal itu, Gardu Induk (GI) dihadirkan di beberapa daerah. Gardu Induk yang dibangun sepanjang 2018 itu ada empat unit dengan kapasitas mulai 20-60 MVA.
Manager UP3B Sistem Kalbar Ricky Faisal menjelaskan sistem kelistrikan bukan hanya di pembangkit yang andal namun juga jaringan dan distribusi.
"Proses listrik yang dinikmati oleh pelanggan itu panjang, mulai dari pembangkit, distribusi, dan pelanggan. Dalam beberapa tahapan itu semua harus andal dan kami terus menjaga itu agar listrik bisa sampai ke pelanggan," kata dia.
Untuk SUTT, persoalan penting dan terus menjadi momok adalah gangguan terhadap transmisi PLN karena tali permainan layang-layang. Persoalan tali kawat sangat berdampak buruk bagi keandalan listrik Kalbar.
Persoalan yang dihadapi, masih menjadi masalah klasik dan terus menjadi perhatian pihak PLN serta membutuhkan peran semua pihak untup penyelesaiannya.
Gangguan transmisi tegangan tinggi hampir 90 persen dari tali kawat permainan layang-layang. Dampaknya jika tali kawat layang-layang terkena jaringan transmisi maka mengakibatkan pemadaman.
"Bahkan dengan tali kawat layang-layang tersebut juga sudah sering memakan korban dan merenggut jiwa. Artinya persoalan layang-layang ini bukan hanya berdampak kepada PLN, namun jiwa," katanya.
Pihak PLN terus melakukan edukasi dan sosialisasi serja menjalin kerja sama dengan semua pihak agar persoalan layang-layang teratasi.
Kembangkan EBT
PLN terus mengembangkan potensi yang ada, terutama dalam hal Energi Baru Terbarukan (EBT).
Pihaknya juga mendukung dan mendorong berbagai pihak, termasuk swasta, mengembangkan energi murah dan ramah lingkungan untuk dikerjasamakan dengan PLN.
Saat ini, sudah ada satu perusahaan swasta berinvestasi dalam pengembangan EBT. Perusahaan swasta yang diresmikan awal Oktober 2018 tersebut, sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Bio Massa (PLTBM) dengan memiliki kapasitas daya 10 MW.
"Pengembangan EBT melalui pembangunan PLTBM menjadi satu di antara prioritas PLN, terutama di regional Kalimantan, untuk menggantikan pembangkit yang menggunakan bahan bakar minyak atau diesel," ujar Ricarhd Saufkaur.
Hal itu, komitmen PLN dalam mengejar target bauran EBT nasional 23 persen pada 2025.
Saat ini, PLN Wilayah Kalbar sudah memiliki tiga pengembang yang memasuki tahapan verifikasi akhir dan satu yang sudah beroperasi, yakni PLTBM Siantan.
"Jadi kami sudah memiliki tiga pengembang yang sudah masuk proses verifikasi akhir untuk segera membuat surat penetapan dan melakukan penjualan tenaga listrik kepada kami dan sudah beroperasi juga PLTBM milik PT Rezeki Perkasa Sejahtera Lestari," jelas dia.
Peran Pemda
Pengembangan kelistrikan di Kalbar saat ini dan ke depan tidak terlepas dari peran pemerintah daerah (pemda).
Hal itu seperti dilakukan dan dicanangkan Gubernur Kalbar Sutarmidji dengan menargetkan selama pemerintahannya 2018-2023 akan ada 100 desa mandiri dalam penyediaan listrik.
Hingga saat ini, baru satu di antara 2.036 desa di Kalbar yang mandiri listrik.
Terkait dengan kemandirian penyediaan listrik di desa, hingga saat ini masih 24 persen dari total jumlah warga Kalbar belum merasakan listrik.
"Jadi kalau mau pengadaan listrik seperti dari PLN itu sangat sulit dan bahkan bisa tidak mungkin. Hal itu karena lokasi desa yang sulit diakses dan tentu butuh investasi yang besar. Kemudian secara ekonomis, PLN tentu berat. Jadi harus kita buat desa mandiri dengan memanfaatkan potensi yang ada," jelas dia.
Ia optimistis target yang ada bisa dilampui dengan catatan didukung oleh masyarakat dan pihak swasta dalam pembangunan pembangkit listrik, terutama EBT
Peluang untuk membuat pembangkit di Kalbar dengan konsep EBT sebagai hal yang potensial diwujudkan melalui kehadiran listrik dalam program desa mandiri listrik.
Dengan adanya perencanaan yang matang dilakukan PLN, mendapat dukungan dari pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten, dan partisipasi masyarakat dalam pembebasan lahan, menjaga jaringan dan ancaman lainnya, maka kemandirian dan keandalan listrik di Kalbar segera terwujud.
Jika terwujud demikian, geliat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Kalbar juga akan hadir.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
Listrik yang kita nikmati saat ini merupakan buah dari kerja keras dan semangat melayani dari keluarga besar PLN, meski tantangan di lapangan selalu hadir dan mereka dituntut untuk mencari solusi serta inovasi.
Tidak bisa dipungkiri juga bahwa listrik saat ini sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat, selain sandang, pangan, dan papan. Pada dasarnya, sandang, pangan, dan papan dalam produksi juga tidak terlepas dari mesin yang menggunakan energi listrik. Artinya, segala aspek butuh listrik untuk kesejahteraan dan kemajuan daerah dan bangsa.
PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Kalbar dan unit-unit di bawahnya terus mengoptimalkan layanan kepada masyarakat untuk menerangi Kalbar yang memiliki luas sekitar 1,5 kali dari Pulau Jawa.
Tahap demi tahap pembangunan dilakukan, mulai dari pembangkitan, distribusi, penjualan, pemiliharaan, dan mengajak masyarakat untuk bersama menjaga aset negara tersebut.
Saat ini, PLN setempat melayani 12 kabupaten dan dua kota di Kalbar dengan total pelanggan 1.088.782 pelanggan atau total elektrifikasinya mencapai 86,3 persen, suatu pertumbuhan sekitar enam persen dari tahun lalu.
Dilihat dari total daya tersambung, yakni 1.480 MVA dan penjualan 197 juta kWh per bulan. PLN memiliki empat Unit Pelayanan Pelanggan (UP3), yakni Pontianak, Singkawang, Sanggu, dan Ketapang.
General Manager PLN UIW Kalbar Richard Safkaur menyebutkan dari sisi daya atau pembangkit PLN statusnya di Kalbar sudah normal dan bahkan surplus dengan margin sekitar 30 persen. Secara angka yakni daya mampu saat ini 611,243 megawatt (MW) dan beban 475,043 MW.
"Dari sisi dapur PLN atau pembangkit kita saat ini baik dibandingkan tahun sebelumnya, kecukupan daya tidak lagi menjadi kendala. Bahkan kita sudah surplus. Tugas kita saat ini memaksimalkan lagi layanan dengan meningkatkan keandalan listrik hingga pelangkan," ujarnya di Pontianak, Jumat.
Listrik yang disuplai PLN tersebut melalui tujuh sistem. Untuk Sistem Khatulistiwa saja yang saat ini terkoneksi dengan baik, sebab telah terhubung dengan delapan kabupaten dan kota, sedangkan tujuh sistem lainnya masih belum terhubung atau hanya bersifat lokal di wilayah kerjanya.
Target ke depan, seluruh Kalbar terkoneksi dengan sistem yang sama sehingga kemampuan suplai listrik lebih optimal. Bahkan, nantinya terkoneksi untuk seluruh Kalimantan.
Untuk Sistem Khatulistiwa, suplai listrik tidak terlepas dari impor dari perusahan listrik Malaysia, Sesco. Hampir separuh beban yang ada disuplai ke Sistem Khatulistiwa dari negara tetangga melalui Kabupaten Bengkayang. Jual beli listrik dengan luar negeri di Kalbar, pertama dilakukan di Indonesia, sedangkan aktivitas tersebut dimulai sejak 2016.
"Dengan Malaysia sifatnya kita jual beli. Kita bukan hanya membeli namun juga menjual. Aktivitas impor tersebut seiring kita menyiapkan pembangkit yang ada sehingga ke depan pelan tapi pasti impor akan terus berkurang. Rencana dan strategi sudah kita siapkan," jelas dia.
Penguatan Transmisi
Daya listrik dari pembangkit yang sudah surplus. Jangkauan distribusi ke berbagai daerah lebih luas tidak terlepas dari peranan penambahan instalasi kelistrikan atau penguatan transmisi.
Melalui Unit Pelaksana Penyaluran dan Pengatur Beban (UP3B) Sistem Kalbar, listrik dari pembangkit PLN atau pun diimpor dari Malaysia diperkuat transmisinya untuk disesauikan dengan daya dan jangkauan yang ada.
Sejak awal 2018, ada lima Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV dioperasionalkan. Hal itu dalam rangka percepatan interkoneksi ke sejumlah daerah yang bernaung ke Sistem Khatulistiwa.
Seiiring dengan hal itu, Gardu Induk (GI) dihadirkan di beberapa daerah. Gardu Induk yang dibangun sepanjang 2018 itu ada empat unit dengan kapasitas mulai 20-60 MVA.
Manager UP3B Sistem Kalbar Ricky Faisal menjelaskan sistem kelistrikan bukan hanya di pembangkit yang andal namun juga jaringan dan distribusi.
"Proses listrik yang dinikmati oleh pelanggan itu panjang, mulai dari pembangkit, distribusi, dan pelanggan. Dalam beberapa tahapan itu semua harus andal dan kami terus menjaga itu agar listrik bisa sampai ke pelanggan," kata dia.
Untuk SUTT, persoalan penting dan terus menjadi momok adalah gangguan terhadap transmisi PLN karena tali permainan layang-layang. Persoalan tali kawat sangat berdampak buruk bagi keandalan listrik Kalbar.
Persoalan yang dihadapi, masih menjadi masalah klasik dan terus menjadi perhatian pihak PLN serta membutuhkan peran semua pihak untup penyelesaiannya.
Gangguan transmisi tegangan tinggi hampir 90 persen dari tali kawat permainan layang-layang. Dampaknya jika tali kawat layang-layang terkena jaringan transmisi maka mengakibatkan pemadaman.
"Bahkan dengan tali kawat layang-layang tersebut juga sudah sering memakan korban dan merenggut jiwa. Artinya persoalan layang-layang ini bukan hanya berdampak kepada PLN, namun jiwa," katanya.
Pihak PLN terus melakukan edukasi dan sosialisasi serja menjalin kerja sama dengan semua pihak agar persoalan layang-layang teratasi.
Kembangkan EBT
PLN terus mengembangkan potensi yang ada, terutama dalam hal Energi Baru Terbarukan (EBT).
Pihaknya juga mendukung dan mendorong berbagai pihak, termasuk swasta, mengembangkan energi murah dan ramah lingkungan untuk dikerjasamakan dengan PLN.
Saat ini, sudah ada satu perusahaan swasta berinvestasi dalam pengembangan EBT. Perusahaan swasta yang diresmikan awal Oktober 2018 tersebut, sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Bio Massa (PLTBM) dengan memiliki kapasitas daya 10 MW.
"Pengembangan EBT melalui pembangunan PLTBM menjadi satu di antara prioritas PLN, terutama di regional Kalimantan, untuk menggantikan pembangkit yang menggunakan bahan bakar minyak atau diesel," ujar Ricarhd Saufkaur.
Hal itu, komitmen PLN dalam mengejar target bauran EBT nasional 23 persen pada 2025.
Saat ini, PLN Wilayah Kalbar sudah memiliki tiga pengembang yang memasuki tahapan verifikasi akhir dan satu yang sudah beroperasi, yakni PLTBM Siantan.
"Jadi kami sudah memiliki tiga pengembang yang sudah masuk proses verifikasi akhir untuk segera membuat surat penetapan dan melakukan penjualan tenaga listrik kepada kami dan sudah beroperasi juga PLTBM milik PT Rezeki Perkasa Sejahtera Lestari," jelas dia.
Peran Pemda
Pengembangan kelistrikan di Kalbar saat ini dan ke depan tidak terlepas dari peran pemerintah daerah (pemda).
Hal itu seperti dilakukan dan dicanangkan Gubernur Kalbar Sutarmidji dengan menargetkan selama pemerintahannya 2018-2023 akan ada 100 desa mandiri dalam penyediaan listrik.
Hingga saat ini, baru satu di antara 2.036 desa di Kalbar yang mandiri listrik.
Terkait dengan kemandirian penyediaan listrik di desa, hingga saat ini masih 24 persen dari total jumlah warga Kalbar belum merasakan listrik.
"Jadi kalau mau pengadaan listrik seperti dari PLN itu sangat sulit dan bahkan bisa tidak mungkin. Hal itu karena lokasi desa yang sulit diakses dan tentu butuh investasi yang besar. Kemudian secara ekonomis, PLN tentu berat. Jadi harus kita buat desa mandiri dengan memanfaatkan potensi yang ada," jelas dia.
Ia optimistis target yang ada bisa dilampui dengan catatan didukung oleh masyarakat dan pihak swasta dalam pembangunan pembangkit listrik, terutama EBT
Peluang untuk membuat pembangkit di Kalbar dengan konsep EBT sebagai hal yang potensial diwujudkan melalui kehadiran listrik dalam program desa mandiri listrik.
Dengan adanya perencanaan yang matang dilakukan PLN, mendapat dukungan dari pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten, dan partisipasi masyarakat dalam pembebasan lahan, menjaga jaringan dan ancaman lainnya, maka kemandirian dan keandalan listrik di Kalbar segera terwujud.
Jika terwujud demikian, geliat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Kalbar juga akan hadir.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018