Lahan pekarangan rumah saat ini semakin sempit. Bukan hanya di kota besar seperti Jakarta, untuk kota seperti Pontianak, Kalbar pun dengan jumlah penduduk relatif sedikit, kini jarang ditemukan perumahan dengan kaplingan tanah yang luas.

Sementara kepedulian masyarakat terhadap pentingnya menu makanan sehat yang terdiri atas sayur dan buah-buahan kini semakin tinggi. Mereka kemudian ada yang ingin menanam sendiri sayur dan buah-buahan yang akan dikonsumsi.

Di sisi lain, mereka tak punya ketersediaan lahan pekarangan yang memadai, karena sebagian lahan pekarangan rumah sudah tertutup semen untuk garasi dan penambahan teras rumah.

Selain itu, saat ini orang ingin hidup dengan lebih efisien. Tidak membuang-buang waktu, hemat biaya, dan hemat tenaga. Maka, solusinya bercocok tanam dengan cara hidroponik.

Hidroponik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah. Media tanamnya berupa air yang diberi zat hara.

Teknik tanam seperti ini cukup mudah karena perawatan yang tidak terlalu rumit dan tanpa menggunakan lahan luas. Itulah sebabnya siapa pun dapat bercocok tanam menggunakan teknik tersebut.

Hidroponik kini banyak digemari warga Pontianak. Ada peluang usaha yang bisa dikembangkan dari hidroponik, baik untuk pemasaran benih dan peralatan tanamnya, maupun dari tanaman yang dihasilkan dengan cara tanam ini.



Peluang itu seperti yang kini dikelola Toko Hidroponti. Toko ini menjual benih dan peralatan bercocok tanam hidroponik.

Toko yang terletak di Jalan Purnama 1, Gang Keluarga, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak ini sudah memiliki 55 pelanggan tetap.

Pengelola Toko Hidroponti, Egi Novianto, mengaku semua usahanya itu berawal dari hobi dia dalam bercocok tanam, namun terkendala lahan. Dia tahu ada teknik tersebut dan ia pun berani untuk bergabung dengan mereka yang ahli di bidang tersebut.

"Berawal dari hobi yang direspons positif oleh masyarakat sekitar dan mencoba memasarkannya. Alasannya memilih media tanam ini untuk solusi keterbatasan lahan, mudah dan praktis, serta meningkatkan ekonomi," ujarnya.

Toko Hidroponti dirintis pada 2014. Pemasaran yang dilakukan yaitu dengan berjualan benih tanaman dengan membuka stan di pinggir jalan. Egi kemudian tak lupa menyimpan nomor telepon seluler konsumen serta menawarkan sistem pesan antar.

Banyak jenis benih yang tersedia di Toko Hidroponti, seperti selada brando, sawi nauli atau pakcoy, dan cabe rawit taruna dan lainnya dengan harga rata-rata Rp20 ribu per kemasan benih.

Tidak hanya itu, Toko Hidroponti juga menjual peralatan yang digunakan dalam bertanam hidroponik, di antaranya rockwool atau media tanam, netpot yakni pot berlubang mirip net, nutrisi A dan B.

                                                          Jumlah benih
Menurut Egi Novianto, selada keriting green coral merupakan salah satu sayuran yang susah dibudidayakan dibandingkan dengan sayuran lainnya. Tetapi benih ini dapat ditanam di dua media, yaitu air dan tanah. Jumlah benih yang akan disemai juga perlu diperhatikan.

"Jika ukuran benih besar, maka hanya satu benih disemai per kotaknya. Kalau bobotnya seperti gula pasir, bisa tiga sampai empat biji," jelasnya.

Tokonya juga menerima pesanan untuk membuat penyangga tempat tanaman khusus yang ingin memulai di rumahan. Tarif yang butuhkan kurang lebih Rp1 juta sudah beserta bibit dan nutrisi.

Egi menyarankan jika kekurangan biaya dalam pembelian pipa paralon, bisa memanfaatkan botol-botol bekas air mineral yang tidak terpakai.

Untuk teknik hidroponik tidak perlu mencemaskan adanya hama di tanaman, apalagi jika ditanam di ruang tertutup akan lebih aman. Budi daya dengan media hidroponik dapat hidup tanpa menunggu musim tertentu.



Namun yang penting, tanaman hidroponik harus dirawat teratur. Misalnya, diberi satu liter air murni kemudian dicampur nutrisi A dan B yang masing-masing lima mililiter.

"Misal tandon kita berisi air sebanyak 60 liter dikalikan dengan lima mililiter nutrisi tadi dan diberikan paling lambat seminggu sekali," katanya menjelaskan.

Namun, diingatkannya, biasanya yang membuat tidak iritnya nutrisi biasanya karena rembesan uap panas dan diserap oleh akar-akar tanaman.

"Kalau masalah kualitas sayur itu tergantung kepekatan nutrisi di air yang diberikan dan takarannya pun sudah disediakan alatnya," katanya.

Kendala yang pernah dialaminya yaitu lupa menghidupkan mesin untuk mengairi air di tanaman sehingga mengakibatkan tanaman menjadi layu.

Karena media ini sumber nutrisi akarnya dari air, kalau tidak dialiri maka layu sayurannya. Pemberiannya pun tidak diperlukan ketika masa penyemaian, akan diberi nutrisi saat dipindahkan ke pipa paralon.

Dari usaha tersebut, Egi menyatakan biasanya sayuran yang dipanen per harinya berkisar 40 pak dengan isi dua tangkai dan dikirim ke masyarakat yang memesan seharga Rp10 ribu. Untuk ke toko atau swalayan 20 pak selama dua hari sekali.

Bagi mereka yang ingin memulai hidroponik hanya menyiapkan dana Rp125 ribu untuk sistem penanaman deep flow technique (sistem apung) sudah termasuk stater kit satu set seperti sterofom satu, enam netpot, satu macam benih (bisa dipilih), nutrisi, kain flanel, rockwool dengan panjang 10 sentimeter.

Ia memiliki rencana meningkatkan pembangunan lahan serta cocok tanam ini bisa lebih cepat tertata dengan rapi. 

Tokonya juga dapat melayani permintaan riset mahasiswa.

"Jika ada mahasiswa atau masyarakat yang melakukan kegiatan atau riset bisa diarahkan ke kebunnya langsung, jadi tidak khawatir kekurangan fasilitas," katanya.



Lain halnya Egi Suvianto, ada pula Edi Kase yang hanya menanam dengan media hidroponik untuk kebutuhan rumahan.

Edi Kase sudah memulai menanam sejak 2013. Ia berkeinginan menanam sayuran yang banyak hasilnya ketika masa panen, namun terkendala lahan tanah yang sempit.
Akhirnya ia mencari referensi lewat internet dan mulailah mengikuti tips tersebut serta belajar dari salah seorang ahli di bidang pertanian, khususnya hidroponik.

"Ingin menanam sayur dengan skala lumayan besar, namun terhambat dengan lahan. Saat tahu ada media hidroponik tanpa lahan yang luas, mulai cari-cari informasi," katanya saat ditemui di rumahnya di Jalan 28 Oktober, Kecamatan Pontianak Utara.

Untuk saat ini, Edi hanya menjalankan aktivitas bertani hidroponik rumahan. Namun dia juga ingin bisa membuka suatu tempat usaha sehingga dapat memberikan penghasilan tambahan untuk meningkatkan ekonomi keluarga.

Selama ia bertani, tidak ada musim yang menentukan hasilnya bagus dan banyak. Kecuali cuaca panas terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang, begitu pun sebaliknya jika hujan tiada henti selama beberapa hari.

"Teknik tanam hidroponik tidak bergantung pada musim, asalkan peralatan yang digunakan seperti paralon selalu bersih," kata dia.

Sependapat dengan Egi Novianto, maka Edi Kase juga mengingatkan agar dalam pemberian nutrisi harus benar-benar diperhatikan. Karena kalau tidak, daun pada tanaman hidroponik bisa menguning, bahkan layu.

"Kekentalan nutrisi yang ideal untuk tanaman sebesar 1.300 mililiter, tidak kurang dan tidak lebih," kata dia mengingatkan.

Menurut dia, untuk tanaman saat penyemaian tidak perlu diberikan nutrisi, cukup diberi air murni tanpa campuran apapun.

Kalau sudah dipindahkan ke pipa paralon baru bisa diberikan nutrisi hingga air yang dialiri menipis.

"Kendala yang sering dijumpai dalam media ini, misalnya listrik padam, otomatis pengairan tidak berjalan," kata dia.



Lantas bagaimana pendapat warga tentang budi daya sayuran dengan teknik hidroponik ini?

Ada yang menyatakan lebih sehat dan terjamin kebersihannya. Karena sayuran itu ditanam dengan media air bersih, dan tidak bercampur dengan tanah yang biasanya disertai dengan pupuk kandang dari kotoran hewan atau kompos.

Seperti pernyataan warga di Pontianak Barat, Lis Rumondang yang lebih memilih sayuran dari media air tersebut untuk dikonsumsi sehari-hari.

Pilihan terhadap tanaman hidroponik, antara lain karena segar, tidak mudah layu, daunnya hijau tanpa ada lubang akibat ulat dan bersih.

Pastinya, hanya butuh satu atau dua kali pencucian sebelum diolah menjadi masakan.
 

Pewarta: Nurul Hayat dan Doranda Sitorus

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019