Banjir di DKI Jakarta masih menjadi tema yang menarik untuk terus dikaji.

Tahun 2020, alokasi APBD untuk penanggulangan banjir DKI Jakarta dilaporkan berkisar 1,1 persen dari total APBD tahun 2020 yang senilai Rp87,9 triliun. Artinya, dana penanggulangan banjir tidak lebih dari Rp1 triliun.

Di sisi lain, anggaran Formula E mencapai Rp1,6 triliun.

Ajang Formula E cukup menyerap cukup besar dalam penyelenggaraannya. Hal itu karena pembangunan berbagai fasilitas seperti pembuatan trek dan jalur balap, pendirian pit dan lainnya.

Selain itu, fasilitas transportasi dan akomodasi juga menjadi salah satu syarat yang harus disiapkan tuan rumah.

Dengan mengeluarkan dana yang jumlahnya tidak main-main itu, maka menjadi tuan rumah Formula E harus benar-benar diperhitungkan secara matang. Jangan sampai menghabiskan anggaran triliunan rupiah yang hanya untuk beberapa hari saja.

Secara ekonomi, dampak yang paling cepat terasa mungkin adalah menggeliatnya sektor-sektor ekonomi kecil seperti penjualan pernak pernik, industri makanan dan asesoris selama lomba berlangsung.

Di sisi lain, Pemprov DKI Jakarta juga punya tugas menjaga keberlangsungan aktivitas masyarakat. Salah satunya memperbaiki permasalahan yang terjadi di ibu kota, seperti pencegahan banjir yang sudah menjadi "tamu tahunan".

DKI Jakarta memiliki banyak agenda pembangunan yang penting seperti normalisasi maupun naturalisasi Sungai Ciliwung agar tidak terjadi banjir berulang.

Dalam siklus 5-6 tahunan, Jakarta memiliki potensi banjir cukup tinggi. Terbukti pada tahun 2002, 2007 dan tahun 2013, 2014 terjadi banjir besar dengan kerugian yang besar pula.
 

Banjir merendam kawasan Kampung Pulo dan Bukit Duri di Jakarta, Kamis (2/1/2020). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 2 Januari 2020, terdapat 63 titik banjir di wilayah DKI Jakarta dan secara keseluruhan terdapat 169 titik banjir untuk Jabodetabek dan Banten. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj. (ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI)

Normalisasi Sungai
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan pantauan melalui udara terlihat banjir terjadi di pesisir Sungai Ciliwung yang belum dilakukan normalisasi.

Kendala belum dilakukan normalisasi karena banyaknya permukiman masyarakat di bantaran sungai. Akibatnya lebar Sungai Ciliwung sudah sangat berkurang.

"Tanpa normalisasi, akan terus terjadi musibah berulang seperti saat ini," kata Basuki.

Sejatinya, ia tidak mempermasalahkan perbedaan istilah yang digunakan oleh pemerintah provinsi. Intinya, Sungai Ciliwung perlu diperlebar untuk menambah daya tampung debit air.

"Yang penting itu. Buat saya mau naturalisasi, mau normalisasi, dikerjakan gitu. Jangan nggak dikerjakan," ujar Basuki.

Selain mengurangi debit air melalui sodetan, program normalisasi atau naturalisasi Kali Ciliwung juga diharapkan mampu menangani banjir di Jakarta.

Untuk program normalisasi, Kementerian PUPR menyiapkan rumah susun di kawasan Pasar Rumput bagi 800 Kepala Keluarga sebagai tempat tinggal sementara.

Normalisasi atau naturalisasi sungai juga segera dilakukan dengan melebarkan badan sungai. Kapasitas debit air Kali Ciliwung sebelum dinormalisasi dengan lebar 10-20 meter mencapai 200 meter kubik per detik.

Sementara debit air banjir Kali Ciliwung mencapai 570 meter kubik per detik. Jika sodetan itu terbangun maka debit air banjir dapat terkurangi menjadi 510 meter kubik.

Upaya untuk menangani banjir di DKI Jakarta dilakukan dengan membangun infrastruktur baik di kawasan hulu maupun hilir.

Pembangunan di kawasan hulu, yakni Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi. Sementara pembangunan di kawasan hilir, yakni normalisasi atau naturalisasi sungai, meneruskan pembangunan sodetan Kali Ciliwung kemudian melimpahkan air ke Kanal Banjir Timur.

Namun demikian, beberapa pekerjaan itu terhenti akibat permasalahan pembebasan lahan.

Untuk wilayah sungai, Kementerian PUPR bertanggung jawab untuk pembangunannya. Pemprov DKI bertanggung jawab untuk pembebasan lahannya.
 

Petisi
Di tengah bencana banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya, seorang warga mengunggah petisi yang menuntut pembatalan ajang balapan Formula E yang dijadwalkan digelar di Ibu Kota pada Juni tahun ini.

Petisi yang dimulai oleh Irawan Endro Prasetyo itu diunggah ke laman change.org dan ditujukan khususnya kepada federasi otomotif internasional FIA, ketua DPRD DKI Jakarta H. Prasetio E. Marsudi dan Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta.

Hingga Minggu (5/1) pukul 11.20 WIB, sedikitnya 4.580 orang telah menandatangani petisi yang menargetkan 5.000 dukungan itu.

Salah satu yang disoroti oleh sang pengunggah, yakni soal anggaran penanggulangan banjir.

Dalam petisi itu disampaikan, acara Formula E tidak lebih dari sebuah panggung politik yang mengabaikan masalah-masalah kota yang terpenting sehingga harus dibatalkan.

Pada Jumat (3/1), Anies telah membantah asumsi yang mengatakan bahwa anggaran Formula E berasal dari pemotongan dana penanggulangan banjir di Jakarta.

"Itu bukan hanya tidak benar, tapi mengarang," kata Anies ketika berkunjung di Rusun Lokbin Rawa Buaya, Cengkareng.

Terlepas dipotong atau tidaknya anggaran banjir, Pemprov DKI Jakarta tidak boleh lupa untuk memperbaiki permasalahan substantif yang terjadi di ibu kota.

Formula E mungkin ditunggu oleh sebagian masyarakat di Jakarta. Bahkan mungkin, seorang yang bukan pecinta olah raga adu cepat sekalipun bisa menjadi pecinta dadakan jika lomba tersebut sedang berlangsung.

Namun, tetap saja Pemprov DKI Jakarta sedang bertaruh mengeluarkan dana triliunan rupiah demi ajang yang belum tentu mendapat sambutan antusias.

Sementara banjir, masih dihadapi warga DKI Jakarta setiap tahunnya, jika tidak ada komitmen untuk melakukan normalisasi maupun naturalisasi sungai.

"...Jangan kau paksakan untuk tetap terus berlari
Bila luka di kaki belum terobati
Berkacalah Jakarta..." (Berkacalah Jakarta - Iwan Fals)

 

Pewarta: Zubi Mahrofi

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020