Ada sedih bercampur cemas dengan sedikit lega saat data-data perkembangan penanganan virus corona disampaikan ke publik pada Kamis (16/4).
Sedih karena jumlah pasien terus meningkat. Hal itu menambah cemas masyarakat maupun pasien beserta keluarganya.
Namun juga sedikit lega karena untuk pertama kalinya sejak penanganan virus corona jenis baru (COVID-19) pada 2 Maret 2020, angkanya mulai berbalik. Angka yang sembuh sudah lebih banyak dari yang meninggal.
Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 berdasarkan pencatatan sejak Rabu (15/4) pukul 12.00 WIB hingga Kamis pukul 12.00 WIB, pasien sembuh bertambah 102 orang menjadi 548 orang.
Sedangkan yang meninggal bertambah 27 kasus sehingga total meninggal menjadi 496 orang. Namun ada penambahan kasus positif sebanyak 380 kasus sehingga total 5.516 kasus positif di Indonesia.
Terjadinya perubahan angka kesembuhan yang lebih dibanding yang meninggal kelihatannya tak bermakna. Itu karena selama ini fokus warga lebih banyak pada angka total pasien.
Setelah angka total, biasanya warga akan melihat jumlah hang meninggal. Selama beberapa hari terakhir banyak warga mengaku cemas dengan tinggi korban meninggal dibanding yang sembuh.
Karena itu, perubahan angka pada data yang meninggal dan sembuh itu cukup melegakan. Perubahan itu menambah keyakinan dan optimisme bahwa penyakit ini benar-benar bisa disembuhkan, terbukti dari banyaknya pasien yang sembuh dibanding yang meninggal.
Mulai Mei
Di tengah pagebluk ini, angka-angka dalam data yang diumumkan setiap semakin mencemaskan semua pihak. Harapannya semakin hari, jumlah yang terinfeksi bisa ditekan, sebaliknya yang sembuh bisa lebih banyak lagi.
Entah kapan. Tetapi kalau mencermati prediksi Gugus Tugas Percematan Penanganan COVID-19 tampak saat ini adalah masa menjelang puncak pandemi.
Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 memprediksi puncak kasus positif COVID-19 di Indonesia akan terjadi pada awal Mei 2020 hingga awal Juni 2020 dengan estimasi mencapai 95 ribu kasus.
Tim ini telah kaji dan kombinasikan semua prediksi dan percaya puncak dari pandemi di Indonesia ini akan mulai terjadi di antara awal Mei 2020 hingga sekitar awal Juni 2020.
"Kasus selama masa puncak ini kumulatif 95 ribu kasus,” kata Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito dalam konferensi pers secara virtual bersama Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Jakarta, Kamis (16/4).
Prediksi itu berdasarkan berbagai kajian yang dilakukan para ahli dan lembaga ilmiah. Setelah masa puncak di awal Juni, kenaikan jumlah kasus positif akan mulai melandai.
Periode Juni hingga Juli 2020, jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia mencapai 106 ribu kasus.
Wiku mengemukakan pemerintah akan terus berupaya untuk memutus rantai penularan virus corona baru agar jumlah kasus positif tidak mencapai angka yang diprediksikan.
“Bagaimanapun kita percaya angka ini bukan angka yang sudah rigid. Kami terus menerapkan berbagai kebijakan agar jumlah kasus positif bisa lebih rendah dari yang diproyeksikan,” ujar Wiku.
Pasien COVID-19 yang sembuh hingga Kamis (16/4) bertambah 102 orang, jumlah tersebut merupakan pertama kali angka kesembuhan lebih tinggi dari pada angka kematian akibat penyakit yang disebabkan virus corona jenis baru itu.
"Kita patut bersyukur pada hari ini akumulasi pasien sembuh di DKI sebanyak 202 pasien, Jawa Timur 86 pasien, Sulawesi Selatan 42 pasien, Bali 32 pasien, Jawa Barat 28 pasien dan di provinsi lainnya sehingga total 548 pasien sembuh," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Kamis.
Pemerintah sudah melakukan pemeriksaan 39.706 spesimen dari 34.975 orang yang dilakukan di 32 lab di Indonesia. Dari pemeriksaan itu terdapat 29.459 kasus yang dinyatakan negatif.
Untuk mengantisipasi prediksi puncak pandemi ini, Kementerian Kesehatan pun sudah mengimbau seluruh rumah sakit untuk menutup seluruh praktik rutin kecuali penanganan emergensi sebagai upaya pencegahan penularan COVID-19.
Berdasarkan keterangan tertulis yang dikutip dari laman resmi Kemenkes. imbauan itu disampaikan melalui surat Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Bambang Wibowo Nomor YR.03.03/III/III8/202 kepada seluruh Kepala Dinas Kesehatan provinsi, kabupaten/kota dan direktur utama, direktur serta kepala rumah sakit seluruh Indonesia.
Diperpanjang lagi
Dengan angka kasus yang masih naik, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan telah mengisyaratkan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diperpanjang guna memutuskan rantai penyebaran virus corona di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
"Karena itu, hampir pasti PSBB ini harus diperpanjang," kata Anies saat rapat virtual bersama Tim Pengawas COVID-19 DPR RI.
Anies menjelaskan, PSBB menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 berlaku 14 hari, namun kenyataannya wabah COVID-19 tidak dapat selesai selama dua pekan.
Anies menuturkan pemberlakuan PSBB DKI selama 14 hari sejak 10-23 April merupakan fase awal yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahaya wabah COVID-19 dan lebih baik beraktivitas di rumah.
Jika diizinkan, Anies akan mengasumsikan penyebaran COVID-19 dalam jangka waktu panjang sehingga harus melanjutkan pemberlakuan PSBB untuk penanganan wabah corona di wilayah DKI Jakarta.
"Kalau ternyata pendek, Alhamdulillah, tapi bila kita asumsikan pendek ternyata panjang maka kita akan keteteran," tutur mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Anies belum bisa memastikan hingga kapan wabah COVID-19 akan berlangsung karena di seluruh dunia pun belum selesai menangani virus corona itu. Bahkan di Wuhan (Tiongkok) masih menghadapi masalah yang sama, padahal telah berlangsung sekitar empat bulan.
Jakarta pun harus bersiap untuk menghadapi periode yang panjang terkait penyebaran, penanganan COVID-19 maupun penerapan PSBB.
Anies juga menyampaikan kesiapan infrastruktur DKI Jakarta yang terbatas untuk menangani COVID-19 sehingga perlu kerja ekstra untuk mencegah agar jumlah penderita tidak melonjak.
Dari penjelasan itu dapat diperoleh gambaran bahwa PSBB selama dua pada 10-23 April diperkirakan belum mampu menekan penyebaran virus. Padahal Jakarta sudah sejak 14 Maret melaksanakan pembatasan aktivitas publik, pengurangan frekuensi transportasi massal, penutupan tempat wisata dan bekerja dari rumah.
Belum tercapainya sasaran PSBB--setidaknya sampai pekan pertama--tentu harus menjadi bahan evaluasi. Fakta-fakta menunjukkan masih banyak aktivitas publik yang tetap berlangsung.
Seorang pengemudi ambulans yang telah viral mengemukakan, sejak bertugas mulai 15 Maret tiap hari mengantar jenazah korban COVID-19 ke pemakaman umum di Jakarta. Tugasnya tidak kenal waktu, bisa pagi, siang, sore, malam maupun dinihari.
Dia sering melihat kemacetan di jalan yang dilalui. Bahkan malam pun kadang masih melihat kemacetan.
Itu menunjukkan bahwa PSBB belum diperhatikan dan dijalankan sepenuhnya oleh masyarakat. Masih banyak warga yang meremehkan virus corona.
"Saya ingin berteriak 'tolong sekali ini selamatkan Anda dan keluarga'. 'Berdiam diri dulu di rumah," katanya.
Fakta-fakta seperti itu menunjukkan bahwa PSBB belum tepat sasaran. Koordinasi dan komitmen semua pihak terkait akan sangat menentukan keberhasilan menghalau penyebaran virus ini.
Keterpaduan seluruh jajaran di Jakarta dan sekitarnya tepatnya sangat penting. Ada langkah yang tidak sinkron; satu pihak melarang, pihak lain membolehkan.
Satu pihak meminta dihentikan sementara, di disisi lain bilang "tak semudah membalikan tangan". Yang lain bilang "masih dibahas" dan "masih dipertimbangkan".
Pemprov DKI Jakarta menekan perusahaan agar menutup sementara selama masa pembatasan hingga ada puluhan yang terpaksa ditutup. Ratusan lainnya mendapat peringatan
Namun justru ratusan lainnya lagi diizinkan untuk tetap beroperasi. Ini menggambarkan betapa skenario menghadapi medan perang ini belum dibarengi soliditas.
Publik sedang melihat perdebatan demi perdebatan di tengah pandemi ini. Padahal kesadaran akan komitmen "melindungi seluruh tumpah darah Indonesia" perlu benar-benar diwujudkan di saat tren korban sedang meniti puncak pagebluk ini.
Tak sedikit energi dan anggaran (ratusan miliar bahkan triliunan) yang digelontorkan untuk perang melawan virus corona, dikhawatirkan sia-sia, sedangkan korban terus bertambah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
Sedih karena jumlah pasien terus meningkat. Hal itu menambah cemas masyarakat maupun pasien beserta keluarganya.
Namun juga sedikit lega karena untuk pertama kalinya sejak penanganan virus corona jenis baru (COVID-19) pada 2 Maret 2020, angkanya mulai berbalik. Angka yang sembuh sudah lebih banyak dari yang meninggal.
Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 berdasarkan pencatatan sejak Rabu (15/4) pukul 12.00 WIB hingga Kamis pukul 12.00 WIB, pasien sembuh bertambah 102 orang menjadi 548 orang.
Sedangkan yang meninggal bertambah 27 kasus sehingga total meninggal menjadi 496 orang. Namun ada penambahan kasus positif sebanyak 380 kasus sehingga total 5.516 kasus positif di Indonesia.
Terjadinya perubahan angka kesembuhan yang lebih dibanding yang meninggal kelihatannya tak bermakna. Itu karena selama ini fokus warga lebih banyak pada angka total pasien.
Setelah angka total, biasanya warga akan melihat jumlah hang meninggal. Selama beberapa hari terakhir banyak warga mengaku cemas dengan tinggi korban meninggal dibanding yang sembuh.
Karena itu, perubahan angka pada data yang meninggal dan sembuh itu cukup melegakan. Perubahan itu menambah keyakinan dan optimisme bahwa penyakit ini benar-benar bisa disembuhkan, terbukti dari banyaknya pasien yang sembuh dibanding yang meninggal.
Mulai Mei
Di tengah pagebluk ini, angka-angka dalam data yang diumumkan setiap semakin mencemaskan semua pihak. Harapannya semakin hari, jumlah yang terinfeksi bisa ditekan, sebaliknya yang sembuh bisa lebih banyak lagi.
Entah kapan. Tetapi kalau mencermati prediksi Gugus Tugas Percematan Penanganan COVID-19 tampak saat ini adalah masa menjelang puncak pandemi.
Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 memprediksi puncak kasus positif COVID-19 di Indonesia akan terjadi pada awal Mei 2020 hingga awal Juni 2020 dengan estimasi mencapai 95 ribu kasus.
Tim ini telah kaji dan kombinasikan semua prediksi dan percaya puncak dari pandemi di Indonesia ini akan mulai terjadi di antara awal Mei 2020 hingga sekitar awal Juni 2020.
"Kasus selama masa puncak ini kumulatif 95 ribu kasus,” kata Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito dalam konferensi pers secara virtual bersama Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Jakarta, Kamis (16/4).
Prediksi itu berdasarkan berbagai kajian yang dilakukan para ahli dan lembaga ilmiah. Setelah masa puncak di awal Juni, kenaikan jumlah kasus positif akan mulai melandai.
Periode Juni hingga Juli 2020, jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia mencapai 106 ribu kasus.
Wiku mengemukakan pemerintah akan terus berupaya untuk memutus rantai penularan virus corona baru agar jumlah kasus positif tidak mencapai angka yang diprediksikan.
“Bagaimanapun kita percaya angka ini bukan angka yang sudah rigid. Kami terus menerapkan berbagai kebijakan agar jumlah kasus positif bisa lebih rendah dari yang diproyeksikan,” ujar Wiku.
Pasien COVID-19 yang sembuh hingga Kamis (16/4) bertambah 102 orang, jumlah tersebut merupakan pertama kali angka kesembuhan lebih tinggi dari pada angka kematian akibat penyakit yang disebabkan virus corona jenis baru itu.
"Kita patut bersyukur pada hari ini akumulasi pasien sembuh di DKI sebanyak 202 pasien, Jawa Timur 86 pasien, Sulawesi Selatan 42 pasien, Bali 32 pasien, Jawa Barat 28 pasien dan di provinsi lainnya sehingga total 548 pasien sembuh," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Kamis.
Pemerintah sudah melakukan pemeriksaan 39.706 spesimen dari 34.975 orang yang dilakukan di 32 lab di Indonesia. Dari pemeriksaan itu terdapat 29.459 kasus yang dinyatakan negatif.
Untuk mengantisipasi prediksi puncak pandemi ini, Kementerian Kesehatan pun sudah mengimbau seluruh rumah sakit untuk menutup seluruh praktik rutin kecuali penanganan emergensi sebagai upaya pencegahan penularan COVID-19.
Berdasarkan keterangan tertulis yang dikutip dari laman resmi Kemenkes. imbauan itu disampaikan melalui surat Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Bambang Wibowo Nomor YR.03.03/III/III8/202 kepada seluruh Kepala Dinas Kesehatan provinsi, kabupaten/kota dan direktur utama, direktur serta kepala rumah sakit seluruh Indonesia.
Diperpanjang lagi
Dengan angka kasus yang masih naik, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan telah mengisyaratkan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diperpanjang guna memutuskan rantai penyebaran virus corona di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
"Karena itu, hampir pasti PSBB ini harus diperpanjang," kata Anies saat rapat virtual bersama Tim Pengawas COVID-19 DPR RI.
Anies menjelaskan, PSBB menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 berlaku 14 hari, namun kenyataannya wabah COVID-19 tidak dapat selesai selama dua pekan.
Anies menuturkan pemberlakuan PSBB DKI selama 14 hari sejak 10-23 April merupakan fase awal yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahaya wabah COVID-19 dan lebih baik beraktivitas di rumah.
Jika diizinkan, Anies akan mengasumsikan penyebaran COVID-19 dalam jangka waktu panjang sehingga harus melanjutkan pemberlakuan PSBB untuk penanganan wabah corona di wilayah DKI Jakarta.
"Kalau ternyata pendek, Alhamdulillah, tapi bila kita asumsikan pendek ternyata panjang maka kita akan keteteran," tutur mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Anies belum bisa memastikan hingga kapan wabah COVID-19 akan berlangsung karena di seluruh dunia pun belum selesai menangani virus corona itu. Bahkan di Wuhan (Tiongkok) masih menghadapi masalah yang sama, padahal telah berlangsung sekitar empat bulan.
Jakarta pun harus bersiap untuk menghadapi periode yang panjang terkait penyebaran, penanganan COVID-19 maupun penerapan PSBB.
Anies juga menyampaikan kesiapan infrastruktur DKI Jakarta yang terbatas untuk menangani COVID-19 sehingga perlu kerja ekstra untuk mencegah agar jumlah penderita tidak melonjak.
Dari penjelasan itu dapat diperoleh gambaran bahwa PSBB selama dua pada 10-23 April diperkirakan belum mampu menekan penyebaran virus. Padahal Jakarta sudah sejak 14 Maret melaksanakan pembatasan aktivitas publik, pengurangan frekuensi transportasi massal, penutupan tempat wisata dan bekerja dari rumah.
Belum tercapainya sasaran PSBB--setidaknya sampai pekan pertama--tentu harus menjadi bahan evaluasi. Fakta-fakta menunjukkan masih banyak aktivitas publik yang tetap berlangsung.
Seorang pengemudi ambulans yang telah viral mengemukakan, sejak bertugas mulai 15 Maret tiap hari mengantar jenazah korban COVID-19 ke pemakaman umum di Jakarta. Tugasnya tidak kenal waktu, bisa pagi, siang, sore, malam maupun dinihari.
Dia sering melihat kemacetan di jalan yang dilalui. Bahkan malam pun kadang masih melihat kemacetan.
Itu menunjukkan bahwa PSBB belum diperhatikan dan dijalankan sepenuhnya oleh masyarakat. Masih banyak warga yang meremehkan virus corona.
"Saya ingin berteriak 'tolong sekali ini selamatkan Anda dan keluarga'. 'Berdiam diri dulu di rumah," katanya.
Fakta-fakta seperti itu menunjukkan bahwa PSBB belum tepat sasaran. Koordinasi dan komitmen semua pihak terkait akan sangat menentukan keberhasilan menghalau penyebaran virus ini.
Keterpaduan seluruh jajaran di Jakarta dan sekitarnya tepatnya sangat penting. Ada langkah yang tidak sinkron; satu pihak melarang, pihak lain membolehkan.
Satu pihak meminta dihentikan sementara, di disisi lain bilang "tak semudah membalikan tangan". Yang lain bilang "masih dibahas" dan "masih dipertimbangkan".
Pemprov DKI Jakarta menekan perusahaan agar menutup sementara selama masa pembatasan hingga ada puluhan yang terpaksa ditutup. Ratusan lainnya mendapat peringatan
Namun justru ratusan lainnya lagi diizinkan untuk tetap beroperasi. Ini menggambarkan betapa skenario menghadapi medan perang ini belum dibarengi soliditas.
Publik sedang melihat perdebatan demi perdebatan di tengah pandemi ini. Padahal kesadaran akan komitmen "melindungi seluruh tumpah darah Indonesia" perlu benar-benar diwujudkan di saat tren korban sedang meniti puncak pagebluk ini.
Tak sedikit energi dan anggaran (ratusan miliar bahkan triliunan) yang digelontorkan untuk perang melawan virus corona, dikhawatirkan sia-sia, sedangkan korban terus bertambah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020