Pengusaha Raja Sapta Oktohari (RSO), yang diwakili oleh Welfrid Silalahi selaku kuasa hukumnya melaporkan dugaan pencemaran nama baik yang dialaminya ke Polda Metro Jaya.
"Kami melaporkan pihak-pihak yang telah mencemarkan nama baik klien kami," kata Welfrid Silalahi di Jakarta, Kamis.
Para terlapor dalam kasus ini masih dalam penyelidikan. "Tapi ini sudah mengarah kepada beberapa orang. Tunggu saja," ujar Welfrid.
Laporan tersebut telah dilayangkan pada Jumat (10/4) lalu dan sudah diterima dengan nomor LP/2257/VI/YAN.25/2020 SPKT PMJ.
Dalam laporannya, RSO melaporkan dugaan pencemaran nama baik dirinya melalui media elektronik. Para terlapor diduga melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 (3) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Raja Sapta Oktohari sebelumnya dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan penipuan dan tindak pidana perbankan dan pasar modal yang diduga sebagai buntut kisruh investasi. Welfrid menyebut ada motif lain dibalik pelaporan tersebut
"Ada motif lain di balik pelaporan itu. Soalnya pelaporan itu disebarkan ke media sosial dan grup-grup Whatsapp. Ini apa motifnya kalau bukan untuk mencemarkan nama baik klien kami," tegasnya.
Pihaknya bahkan telah mengendus adanya tindakan lain untuk terus menyudutkan kliennya dengan menyebarluaskan fitnah. Untuk itu Welfrid menegaskan bahwa segala bentuk penyebaran fitnah bakal ditindaklanjuti ke ranah hukum.
"Jangan mencari popularitas. Kita kan harus menghormati azas praduga tidak bersalah dengan mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara ini," katanya.
Welfrid menjelaskan, saat ini perusahaan tengah mengupayakan penyelesaian kewajiban dengan skema restrukturisasi. Skema ini sudah sejak awal disosialisasikan kepada para investor lewat "roadshow" perusahaan ke berbagai kota di Indonesia.
Menurut dia, paparan restrukturisasi tersebut secara umum memperoleh tanggapan positif dari para investor. Skema yang ditawarkan dianggap merupakan solusi terbaik bagi kedua belah pihak. "Skema ini hampir memenuhi kesepakatan dengan semua pihak," katanya.
Tapi di tengah upaya itu, muncul oknum-oknum yang memperkeruh suasana. Tak hanya menyerang perusahaan, tapi juga RSO secara pribadi.
Welfrid pun meminta Kepolisian segera memproses laporan tersebut dengan memanggil pihak-pihak yang terkait dengan persoalan itu. "Kami minta semua yang terkait atau mewakili dipanggil agar bisa mengumpulkan semua bukti-bukti," kata Welfrid.
Dengan begitu, duduk persoalan kasus ini akan menjadi terbuka. "Apakah selama ini mereka tidak pernah dapat keuntungan atau pencairan sama sekali, nanti bisa terungkap dalam pemeriksaan penyidik sehingga semuanya transparan," katanya.
Beberapa investor, lanjut Welfrid, turut menyayangkan adanya pihak yang memperkeruh suasana yang bisa menghambat proses penyelesaian pembayaran yang sedang ditempuh oleh perusahaan.
"Apa untungnya kalau ini dibawa ke ranah pidana? Yang ada malah nanti makin susah menyelesaikan permasalahan pelunasan kewajiban ini. Selama ini RSO memilih diam karena ingin menyelamatkan investor," kata Welfrid.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Kami melaporkan pihak-pihak yang telah mencemarkan nama baik klien kami," kata Welfrid Silalahi di Jakarta, Kamis.
Para terlapor dalam kasus ini masih dalam penyelidikan. "Tapi ini sudah mengarah kepada beberapa orang. Tunggu saja," ujar Welfrid.
Laporan tersebut telah dilayangkan pada Jumat (10/4) lalu dan sudah diterima dengan nomor LP/2257/VI/YAN.25/2020 SPKT PMJ.
Dalam laporannya, RSO melaporkan dugaan pencemaran nama baik dirinya melalui media elektronik. Para terlapor diduga melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 (3) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Raja Sapta Oktohari sebelumnya dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan penipuan dan tindak pidana perbankan dan pasar modal yang diduga sebagai buntut kisruh investasi. Welfrid menyebut ada motif lain dibalik pelaporan tersebut
"Ada motif lain di balik pelaporan itu. Soalnya pelaporan itu disebarkan ke media sosial dan grup-grup Whatsapp. Ini apa motifnya kalau bukan untuk mencemarkan nama baik klien kami," tegasnya.
Pihaknya bahkan telah mengendus adanya tindakan lain untuk terus menyudutkan kliennya dengan menyebarluaskan fitnah. Untuk itu Welfrid menegaskan bahwa segala bentuk penyebaran fitnah bakal ditindaklanjuti ke ranah hukum.
"Jangan mencari popularitas. Kita kan harus menghormati azas praduga tidak bersalah dengan mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara ini," katanya.
Welfrid menjelaskan, saat ini perusahaan tengah mengupayakan penyelesaian kewajiban dengan skema restrukturisasi. Skema ini sudah sejak awal disosialisasikan kepada para investor lewat "roadshow" perusahaan ke berbagai kota di Indonesia.
Menurut dia, paparan restrukturisasi tersebut secara umum memperoleh tanggapan positif dari para investor. Skema yang ditawarkan dianggap merupakan solusi terbaik bagi kedua belah pihak. "Skema ini hampir memenuhi kesepakatan dengan semua pihak," katanya.
Tapi di tengah upaya itu, muncul oknum-oknum yang memperkeruh suasana. Tak hanya menyerang perusahaan, tapi juga RSO secara pribadi.
Welfrid pun meminta Kepolisian segera memproses laporan tersebut dengan memanggil pihak-pihak yang terkait dengan persoalan itu. "Kami minta semua yang terkait atau mewakili dipanggil agar bisa mengumpulkan semua bukti-bukti," kata Welfrid.
Dengan begitu, duduk persoalan kasus ini akan menjadi terbuka. "Apakah selama ini mereka tidak pernah dapat keuntungan atau pencairan sama sekali, nanti bisa terungkap dalam pemeriksaan penyidik sehingga semuanya transparan," katanya.
Beberapa investor, lanjut Welfrid, turut menyayangkan adanya pihak yang memperkeruh suasana yang bisa menghambat proses penyelesaian pembayaran yang sedang ditempuh oleh perusahaan.
"Apa untungnya kalau ini dibawa ke ranah pidana? Yang ada malah nanti makin susah menyelesaikan permasalahan pelunasan kewajiban ini. Selama ini RSO memilih diam karena ingin menyelamatkan investor," kata Welfrid.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020