Pengurus Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah (PRIM) New South Wales (NSW) Australia, Haidir Fitra Siagian menegaskan bahwa di Australia tidak ada kebencian terhadap Islam.
"Terdapat anggapan bahwa di luar negeri khususnya di Australia terdapat orang yang benci atau tidak senang Islam. Namun nyatanya Islam termasuk agama dan kepercayaan lainnya diperlakukan secara adil di sini," katanya dalam siaran pers Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Barat yang diterima ANTARA di Pontianak, Senin.
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Kalbar menggelar webinar bertajuk "Syiar Muhammadiyah di Luar Negeri: Pengalaman Inspiratif dari Australia" pada Kamis (6/5).
Dalam kesempatan sebagai pembicara, Haidir menjelaskan bahwa sekularisme menjadikan pemerintah Australia cenderung menyerahkan urusan agama dan kepercayaan kepada masing-masing individu.
"Hal itu berlaku bahkan kepada yang tidak beragama sekalipun. Oleh karena itu sikap pemerintah terhadap semua agama termasuk Islam adalah sama," tambah Haidar.
Tak hanya kebebasan beragama dan perlakuan adil terhadap Islam, di Australia masyarakat Islam juga dibebaskan untuk beribadah di tempat umum yang jauh dari keramaian.
"Di Australia itu bebas beribadah. Karena tidak ada mushola jadi salat bisa di mana saja, seperti di parkiran, rest area, taman, hingga lapangan yang jauh dari pusat keramaian dan tentunya tidak mengganggu masyarakat sekitar. Tidak ada penolakan terhadap Islam di sini," kata Haidar.
Ia mengatakan, Muhammadiyah di Australia juga aktif mengadakan pengajian dan diskusi keagamaan.
Haidar juga menunjukkan perkembangan Islam di Australia sendiri meningkat 39,9 persen dari tahun 2006 hingga 2011 dengan kisaran jumlah 500.000 jiwa atau sebanyak 2,2 persen dari jumlah penduduk Australia yang berjumlah 26 juta jiwa.
"Sebagian besar penduduk Islam di Australia lahir di luar Australia termasuk Indonesia di dalamnya. Dalam perkembangan Islam sendiri Australia memberikan kebebasan dalam beribadah, membangun masjid, dan mendirikan sekolah Islam," katanya.
Hingga kini masyarakat Islam di Australia telah mendirikan organisasi Australian National Imams Council (ANIC) dan organisasi Islam Indonesia di Australia pun mulai bermunculan mulai dari Muhammadiyah, Ashabul Kahfi, Nahdlatul Ulama, dan lain-lain.
Sejak saat itu Muhammadiyah di Australia kemudian berdiri tahun 2007 dan resmi terdaftar di Pemerintah Australia pada 24 Oktober 2015 dengan Kantor Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) berlokasi di Melbourne.
"Berdirinya Muhammadiyah di Australia digagas oleh Muhammad Sayuti, M. Fauzi Irawan, Novianto Nirwan Kamaruddin, dan Iis Sitti Aisyah. Kemudian terbentuk PRIM NSW di Australia pada 2010 di Sydney yang kemudian dilanjutkan terbentuknya PRIM Quensland di Brisbane, PRIM Western Australia di Perth, dan PRIM ACT di Canberra," tambah Haidar.
Dalam PRIM tersebut, Muhammadiyah di Australia aktif mengadakan berbagai kegiatan keagamaan.
"Adapun kegiatan PRIM NSW ini mulai dari pengajian warga setiap bulan, kegiatan sosial ketika ada warga yang mengalami musibah, hingga rekreasi bersama. Namun untuk rekreasi beberapa waktu ini tidak dilakukan karena kondisi pandemi COVID-19," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Terdapat anggapan bahwa di luar negeri khususnya di Australia terdapat orang yang benci atau tidak senang Islam. Namun nyatanya Islam termasuk agama dan kepercayaan lainnya diperlakukan secara adil di sini," katanya dalam siaran pers Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Barat yang diterima ANTARA di Pontianak, Senin.
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Kalbar menggelar webinar bertajuk "Syiar Muhammadiyah di Luar Negeri: Pengalaman Inspiratif dari Australia" pada Kamis (6/5).
Dalam kesempatan sebagai pembicara, Haidir menjelaskan bahwa sekularisme menjadikan pemerintah Australia cenderung menyerahkan urusan agama dan kepercayaan kepada masing-masing individu.
"Hal itu berlaku bahkan kepada yang tidak beragama sekalipun. Oleh karena itu sikap pemerintah terhadap semua agama termasuk Islam adalah sama," tambah Haidar.
Tak hanya kebebasan beragama dan perlakuan adil terhadap Islam, di Australia masyarakat Islam juga dibebaskan untuk beribadah di tempat umum yang jauh dari keramaian.
"Di Australia itu bebas beribadah. Karena tidak ada mushola jadi salat bisa di mana saja, seperti di parkiran, rest area, taman, hingga lapangan yang jauh dari pusat keramaian dan tentunya tidak mengganggu masyarakat sekitar. Tidak ada penolakan terhadap Islam di sini," kata Haidar.
Ia mengatakan, Muhammadiyah di Australia juga aktif mengadakan pengajian dan diskusi keagamaan.
Haidar juga menunjukkan perkembangan Islam di Australia sendiri meningkat 39,9 persen dari tahun 2006 hingga 2011 dengan kisaran jumlah 500.000 jiwa atau sebanyak 2,2 persen dari jumlah penduduk Australia yang berjumlah 26 juta jiwa.
"Sebagian besar penduduk Islam di Australia lahir di luar Australia termasuk Indonesia di dalamnya. Dalam perkembangan Islam sendiri Australia memberikan kebebasan dalam beribadah, membangun masjid, dan mendirikan sekolah Islam," katanya.
Hingga kini masyarakat Islam di Australia telah mendirikan organisasi Australian National Imams Council (ANIC) dan organisasi Islam Indonesia di Australia pun mulai bermunculan mulai dari Muhammadiyah, Ashabul Kahfi, Nahdlatul Ulama, dan lain-lain.
Sejak saat itu Muhammadiyah di Australia kemudian berdiri tahun 2007 dan resmi terdaftar di Pemerintah Australia pada 24 Oktober 2015 dengan Kantor Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) berlokasi di Melbourne.
"Berdirinya Muhammadiyah di Australia digagas oleh Muhammad Sayuti, M. Fauzi Irawan, Novianto Nirwan Kamaruddin, dan Iis Sitti Aisyah. Kemudian terbentuk PRIM NSW di Australia pada 2010 di Sydney yang kemudian dilanjutkan terbentuknya PRIM Quensland di Brisbane, PRIM Western Australia di Perth, dan PRIM ACT di Canberra," tambah Haidar.
Dalam PRIM tersebut, Muhammadiyah di Australia aktif mengadakan berbagai kegiatan keagamaan.
"Adapun kegiatan PRIM NSW ini mulai dari pengajian warga setiap bulan, kegiatan sosial ketika ada warga yang mengalami musibah, hingga rekreasi bersama. Namun untuk rekreasi beberapa waktu ini tidak dilakukan karena kondisi pandemi COVID-19," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021