Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyatakan dukungan terhadap penggunaan sumber daya energi dalam skala besar di Kalimantan Barat, termasuk energi nuklir. Oleh karena itu ia mendorong agar pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Kalbar segera direalisasikan.
Hal itu disampaikannya dalam Focus Grup Discussion di IAIN Pontianak, Senin (14/6/2021). Tema yang diangkat adalah Ketahanan Energi Nasional Dalam Mendukung Industrialisasi Pulau Kalimantan.
Bagi LaNyalla, energi nuklir merupakan terobosan baru. Mengingat Kalimantan Barat merupakan pusat industri nasional, lumbung pangan, pusat riset dan pendidikan serta memiliki kekayaan sumber daya alam yang tinggi.
“Ini berkaitan juga dengan Ibukota Negara yang diputuskan oleh Pemerintah akan dibangun di Kalimantan Timur. Artinya untuk membangun sebuah kota baru juga akan memerlukan energi yang besar. Jika pembangkit listrik energi Nuklir sudah terbangun di Kalimantan Barat, energinya bisa disalurkan untuk kepentingan Ibukota Negara dan juga Pulau Kalimantan,” ujarnya.
Menurutnya, Energi Nuklir memiliki potensi yang bisa menyediakan energi dengan biaya efisien, handal, aman dan selamat.
Menurut LaNyalla, penggunaan energi nuklir sudah banyak digunakan oleh semua negara-negara maju. Selain menawarkan sumber energi tak terbatas, dalam penggunaannya dapat mengurangi polusi lingkungan dan volume kegiatan pengelolaan limbah, termasuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca.
“Memang dalam keinginan untuk mengembangkan dan memanfaatkan Energi Nuklir kerap menjadi kontroversi. Reaktor nuklir diidentikkan dengan bahaya yang luar biasa. Padahal saat ini dengan kemajuan teknologi sudah sangat pesat dan pasti selalu mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan,” jelasnya.
Untuk diketahui, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) saat ini tengah melakukan studi tapak pendirian PLTN di Kalbar yang merupakan amanat dari pembangunan jangka menengah nasional fase keempat pemerintah. Studi tapak sendiri ditargetkan berlangsung hingga tahun 2024.
Hanya saja, BATAN hanya bertugas untuk menyiapkan lokasi. Untuk pembangunan, hal tersebut tergantung pemerintah. Oleh karena itu, LaNyalla menjelaskan, jangan ada alasan dan keragu-raguan lagi dalam pemanfaatan Energi Nuklir untuk pembangkit tenaga listrik guna memenuhi ketahanan energi dalam mendukung kesejahteraan rakyat.
“Jangan ada lagi perselisihan atau silang pendapat di antara kita. Inilah saatnya kita bersama-sama bergandengan tangan membangun Kalimantan Barat khususnya dan Pulau Kalimantan pada umumnya serta membangun Indonesia ke arah yang lebih baik,” ucap Senator Jawa Timur itu.
Di sisi lain, LaNyalla menganalisa, persoalan minimnya ketersediaan energi di daerah, menurutnya hal itu tidak terlepas dari kebijakan pengelolaan energi nasional. Sampai saat ini masih terjadi sentralisasi pemanfaatan energi. Yakni sebagian besar energi siap konsumsi digunakan untuk ‘menghidupi’ Pulau Jawa, sisanya baru dimanfaatkan untuk kebutuhan energi di daerah.
“Porsi ini tak berubah dari waktu ke waktu. Tak heran jika kemudian lebih dari separo pertumbuhan ekonomi dikontribusi oleh Jawa, separo lainnya dihasilkan empat pulau lain yang sebenarnya jauh lebih luas dan merupakan daerah-daerah lumbung energi,” katanya.
Selain itu, kendala infrastruktur energi di daerah juga menjadi masalah utama daerah tidak berkembang. Sebab masih banyak daerah-daerah potensial secara ekonomi, namun minim pasokan energi, terutama listrik.
“Untuk mengatasi ketidak-merataan pembangunan diperlukan terobosan kebijakan pengelolaan energi nasional yang lebih fair, agar daerah-daerah di luar Jawa yang notabene merupakan daerah penghasil sumber energi tidak terabaikan dalam kebijakan pengelolaan energi,” ungkapnya.
Intinya, tegas LaNyalla, harus ada pemerataan kesejahteraan baik di Jawa maupun luar Jawa. Sumber-sumber energi di daerah-daerah di luar Jawa sedapat mungkin mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Jangan sampai masyarakat di daerah penghasil minyak justru antri BBM, ataupun daerah pembangkit listrik justru sering mengalami pemadaman,” cetusnya.
Sementara itu Gubernur Kalbar Sutarmidji yang menjadi salah satu narasumber mengatakan, pembangkit listrik tenaga nuklir dibutuhkan. Hal tersebut mengingat kebutuhan listrik di Kalbar, yang saat ini juga masih mengandalkan pasokan impor dari Malaysia.
Menurut Sutarmidji, periode Agustus 2020 Kalbar untuk memenuhi kebutuhan listrik sebesar 714,78 MW, di mana sebagian masih bergantung dari pihak SESCO Malaysia. Beban puncak kebutuhan listrik di Kalbar adalah 509,52 MW.
“Subsistem lainnya berstatus siaga, artinya cadangan kapasitas daya yang ada tidak mencukupi apabila terjadi gangguan pada salah satu pembangkit listrik di Kalbar. Pemanfaatan potensi energi baru terbarukan yang ada sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, sangat dimungkinkan untuk mensubsitusi sumber energi listrik impor,” tuturnya.
Pembangunan PLTN di Kalbar juga sudah menjadi rekomendasi Komisi VI DPR RI. Atas dasar kesimpulan tersebut dan juga dari hasil studi pra-survei BATAN, Pemprov Kalbar sudah mengajukan 6 tapak potensial PLTN BATAN dan telah meminta Presiden Joko Widodo untuk menetapkannya sebagai perwujudan kebijakan ‘Go Nuclear’ di Kalbar.
PLTN Kalbar juga sudah diusulkan ke dalam Revisi Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan melalui Kementerian ATR/BPN.
“Pemanfaatan energi baru seperti nuklir diperlukan untuk penyediaan energi listrik dalam jangka panjang,” kata Sutarmidji.
Peneliti Ahli Utama BATAN, Prof.Ir. Yohannes Sardjono, yang menjadi narasumber kedua FGD, menyebut perlunya ada inovasi dalam industri energi. Menurutnya, pembangkit listrik tenaga nuklir menjadi salah satu di antaranya mengingat kemanfaatannya di beberapa negara lain.
“Pada Agustus 2020, 54 unit PLTN dalam konstruksi di 19 negara yang kebanyakan berada di Asia, telah berkontribusi menghasilkan kapasitas 57 ribu MWe,” ujarnya.
Untuk itu, Yohannes pun mendorong percepatan pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT), salah satunya PLTN. Pembangunan PLTN dinilai akan meningkatkan pertumbuhan industri nasional.
Kemudian narasumber terakhir, Rektor Universitas Tanjung Pura Prof. Dr. Garuda Wiko, S.H., M.Si mengingkatkan pentingnya penerimaan publik terhadap pembangunan PLTN di Kalbar. Ia menyebut penerimaan publik sangat penting dalam program energi nuklir mulai sejak fase perencanaan, konstruksi dan operasional.
“Dukungan publik diperlukan untuk menjamin kelancaran pembangunan PLTN,” sebutnya.
Dia mengatakan ada beberapa faktor yang menjadi tantangan berat penerimaan publik Kalbar terhadap rencana pembangunan PLTN. Mulai dari informasi mengenai bom atom yang menghancurkan Hirosima dan Nagasaki, Jepang, kemudian adanya berbagai kecelakaan PLN, kekhawatiran bahaya radiasi nuklir, sampai dengan pembiayaan yang mahal dan dampak terhadap lingkungan.
Kegiatan FGD dilakukan secara langsung dan daring dengan protokol kesehatan yang ketat.
Sejumlah senator ikut mendampingi LaNyalla dalam acara FGD. Mereka adalah Anggota Komite III DPD RI Maya Rumantir, Ketua BKSP DPD RI Gusti Farid Hasan Aman, serta tiga senator Dapil Kalbar yakni Erlinawati, Maria Goreti, dan Sukiryanto.
Rombongan DPD diterima langsung oleh Rektor IAIN Pontianak Dr. H. Syarif, S.Ag., MA. Selain itu juga hadir Wakapolda Kalbar Brigjen Pol Asep Safrudin dan Kasdam XII/Tanjungpura, Brigjen TNI Jaka Budhi Utama.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
Hal itu disampaikannya dalam Focus Grup Discussion di IAIN Pontianak, Senin (14/6/2021). Tema yang diangkat adalah Ketahanan Energi Nasional Dalam Mendukung Industrialisasi Pulau Kalimantan.
Bagi LaNyalla, energi nuklir merupakan terobosan baru. Mengingat Kalimantan Barat merupakan pusat industri nasional, lumbung pangan, pusat riset dan pendidikan serta memiliki kekayaan sumber daya alam yang tinggi.
“Ini berkaitan juga dengan Ibukota Negara yang diputuskan oleh Pemerintah akan dibangun di Kalimantan Timur. Artinya untuk membangun sebuah kota baru juga akan memerlukan energi yang besar. Jika pembangkit listrik energi Nuklir sudah terbangun di Kalimantan Barat, energinya bisa disalurkan untuk kepentingan Ibukota Negara dan juga Pulau Kalimantan,” ujarnya.
Menurutnya, Energi Nuklir memiliki potensi yang bisa menyediakan energi dengan biaya efisien, handal, aman dan selamat.
Menurut LaNyalla, penggunaan energi nuklir sudah banyak digunakan oleh semua negara-negara maju. Selain menawarkan sumber energi tak terbatas, dalam penggunaannya dapat mengurangi polusi lingkungan dan volume kegiatan pengelolaan limbah, termasuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca.
“Memang dalam keinginan untuk mengembangkan dan memanfaatkan Energi Nuklir kerap menjadi kontroversi. Reaktor nuklir diidentikkan dengan bahaya yang luar biasa. Padahal saat ini dengan kemajuan teknologi sudah sangat pesat dan pasti selalu mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan,” jelasnya.
Untuk diketahui, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) saat ini tengah melakukan studi tapak pendirian PLTN di Kalbar yang merupakan amanat dari pembangunan jangka menengah nasional fase keempat pemerintah. Studi tapak sendiri ditargetkan berlangsung hingga tahun 2024.
Hanya saja, BATAN hanya bertugas untuk menyiapkan lokasi. Untuk pembangunan, hal tersebut tergantung pemerintah. Oleh karena itu, LaNyalla menjelaskan, jangan ada alasan dan keragu-raguan lagi dalam pemanfaatan Energi Nuklir untuk pembangkit tenaga listrik guna memenuhi ketahanan energi dalam mendukung kesejahteraan rakyat.
“Jangan ada lagi perselisihan atau silang pendapat di antara kita. Inilah saatnya kita bersama-sama bergandengan tangan membangun Kalimantan Barat khususnya dan Pulau Kalimantan pada umumnya serta membangun Indonesia ke arah yang lebih baik,” ucap Senator Jawa Timur itu.
Di sisi lain, LaNyalla menganalisa, persoalan minimnya ketersediaan energi di daerah, menurutnya hal itu tidak terlepas dari kebijakan pengelolaan energi nasional. Sampai saat ini masih terjadi sentralisasi pemanfaatan energi. Yakni sebagian besar energi siap konsumsi digunakan untuk ‘menghidupi’ Pulau Jawa, sisanya baru dimanfaatkan untuk kebutuhan energi di daerah.
“Porsi ini tak berubah dari waktu ke waktu. Tak heran jika kemudian lebih dari separo pertumbuhan ekonomi dikontribusi oleh Jawa, separo lainnya dihasilkan empat pulau lain yang sebenarnya jauh lebih luas dan merupakan daerah-daerah lumbung energi,” katanya.
Selain itu, kendala infrastruktur energi di daerah juga menjadi masalah utama daerah tidak berkembang. Sebab masih banyak daerah-daerah potensial secara ekonomi, namun minim pasokan energi, terutama listrik.
“Untuk mengatasi ketidak-merataan pembangunan diperlukan terobosan kebijakan pengelolaan energi nasional yang lebih fair, agar daerah-daerah di luar Jawa yang notabene merupakan daerah penghasil sumber energi tidak terabaikan dalam kebijakan pengelolaan energi,” ungkapnya.
Intinya, tegas LaNyalla, harus ada pemerataan kesejahteraan baik di Jawa maupun luar Jawa. Sumber-sumber energi di daerah-daerah di luar Jawa sedapat mungkin mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Jangan sampai masyarakat di daerah penghasil minyak justru antri BBM, ataupun daerah pembangkit listrik justru sering mengalami pemadaman,” cetusnya.
Sementara itu Gubernur Kalbar Sutarmidji yang menjadi salah satu narasumber mengatakan, pembangkit listrik tenaga nuklir dibutuhkan. Hal tersebut mengingat kebutuhan listrik di Kalbar, yang saat ini juga masih mengandalkan pasokan impor dari Malaysia.
Menurut Sutarmidji, periode Agustus 2020 Kalbar untuk memenuhi kebutuhan listrik sebesar 714,78 MW, di mana sebagian masih bergantung dari pihak SESCO Malaysia. Beban puncak kebutuhan listrik di Kalbar adalah 509,52 MW.
“Subsistem lainnya berstatus siaga, artinya cadangan kapasitas daya yang ada tidak mencukupi apabila terjadi gangguan pada salah satu pembangkit listrik di Kalbar. Pemanfaatan potensi energi baru terbarukan yang ada sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, sangat dimungkinkan untuk mensubsitusi sumber energi listrik impor,” tuturnya.
Pembangunan PLTN di Kalbar juga sudah menjadi rekomendasi Komisi VI DPR RI. Atas dasar kesimpulan tersebut dan juga dari hasil studi pra-survei BATAN, Pemprov Kalbar sudah mengajukan 6 tapak potensial PLTN BATAN dan telah meminta Presiden Joko Widodo untuk menetapkannya sebagai perwujudan kebijakan ‘Go Nuclear’ di Kalbar.
PLTN Kalbar juga sudah diusulkan ke dalam Revisi Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan melalui Kementerian ATR/BPN.
“Pemanfaatan energi baru seperti nuklir diperlukan untuk penyediaan energi listrik dalam jangka panjang,” kata Sutarmidji.
Peneliti Ahli Utama BATAN, Prof.Ir. Yohannes Sardjono, yang menjadi narasumber kedua FGD, menyebut perlunya ada inovasi dalam industri energi. Menurutnya, pembangkit listrik tenaga nuklir menjadi salah satu di antaranya mengingat kemanfaatannya di beberapa negara lain.
“Pada Agustus 2020, 54 unit PLTN dalam konstruksi di 19 negara yang kebanyakan berada di Asia, telah berkontribusi menghasilkan kapasitas 57 ribu MWe,” ujarnya.
Untuk itu, Yohannes pun mendorong percepatan pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT), salah satunya PLTN. Pembangunan PLTN dinilai akan meningkatkan pertumbuhan industri nasional.
Kemudian narasumber terakhir, Rektor Universitas Tanjung Pura Prof. Dr. Garuda Wiko, S.H., M.Si mengingkatkan pentingnya penerimaan publik terhadap pembangunan PLTN di Kalbar. Ia menyebut penerimaan publik sangat penting dalam program energi nuklir mulai sejak fase perencanaan, konstruksi dan operasional.
“Dukungan publik diperlukan untuk menjamin kelancaran pembangunan PLTN,” sebutnya.
Dia mengatakan ada beberapa faktor yang menjadi tantangan berat penerimaan publik Kalbar terhadap rencana pembangunan PLTN. Mulai dari informasi mengenai bom atom yang menghancurkan Hirosima dan Nagasaki, Jepang, kemudian adanya berbagai kecelakaan PLN, kekhawatiran bahaya radiasi nuklir, sampai dengan pembiayaan yang mahal dan dampak terhadap lingkungan.
Kegiatan FGD dilakukan secara langsung dan daring dengan protokol kesehatan yang ketat.
Sejumlah senator ikut mendampingi LaNyalla dalam acara FGD. Mereka adalah Anggota Komite III DPD RI Maya Rumantir, Ketua BKSP DPD RI Gusti Farid Hasan Aman, serta tiga senator Dapil Kalbar yakni Erlinawati, Maria Goreti, dan Sukiryanto.
Rombongan DPD diterima langsung oleh Rektor IAIN Pontianak Dr. H. Syarif, S.Ag., MA. Selain itu juga hadir Wakapolda Kalbar Brigjen Pol Asep Safrudin dan Kasdam XII/Tanjungpura, Brigjen TNI Jaka Budhi Utama.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021