Jalan panjang dan butuh usaha keras pemilik nama Priska Yeniriatno dalam mengenalkan dan mempopulerkan batik khas Singkawang patut diacungi jempol pasalnya dalam usahanya tersebut tidak pantang menyerah.

Priska Yeniriatno terus berusaha terus dapat mengedukasi sebanyak-banyaknya tentang batik sampai bukan hanya di Singkawang, tetapi di seluruh Kalbar.

“Saya sudah membangun Kampung Batik dari tiga penjuru (3 kecamatan menjadi 5 kecamatan). Saya juga membatik keliling, ke sekolah-sekolah, kampung ke kampung secara gratis dan berbayar, ke Lapas, serta instansi dan gathering. Intinya bagaimana mereka bisa tahu tentang batik dan prosesnya,” ucap Priska Yeniriatno saat dihubungi di Singkawang, Sabtu.

Sebelum menekuni batik, Priska Yeniriatno mulai belajar membatik selama tiga tahun, yaitu mulai tahun 2010. Kemudian dia menekuni seni membatik mulai dari tahun 2013 sampai sekarang. Semua ini dia lakukan karena hobinya.

“Saya memilih batik karena hobi, apapun yang terjadi karena ini adalah hobi tanpa keluhan. Membatik juga salah satu meditasi pemulihan energi atau moodbooster bagi saya,“ ujarnya.

Dari hal itu dia terus menekuni seni membatik, sehingga memiliki tekad untuk mengembangkan batik Singkawang ke seluruh Kalbar.

“Pada tahun 2013 membangun Rumah Batik, pada 2014 membangun Galeri Workshop Kota Singkawang sampai sekarang. Lalu pada 2019 membangun Kampung Batik 3 Penjuru sampai sekarang. Kemudian pada tahun 2021 mampu mengembangkan Batik Kain menjadi Produk Turunan Fashion Ready to Wear (Sustainable Produk),” katanya.

Di Galeri Workshop yang dibangun, pertama hanya jenis batik tulis, kemudian batik cap kertas, barulah setelah itu ke pewarnaan alam dan batik lukis juga.

Untuk motif khas Singkawang sendiri yakni Tidayu atau Tionghua, Dayak dan Melayu atau menggambarkan suku -suku di sana. Sebelum pandemi, batiknya mampu menembus pasar Sarawak. Namun saat pandemi pasarnya berkurang. Hal ini berdampak pada penghasilannya yang berkurang jauh, dari Rp360 jutaan per tahun menjadi  Rp 220 juta pertahun.

“Pasar selama pandemi hanya Kalimantan dan Pulau Jawa. Sebelumnya di Pulau Jawa, Batam, Kuching, Sarawak, dan Medan. Untuk pemasaran secara offline, saya menjual di Galeri, hotel, Dekranasda, pusat oleh-oleh, dan exhibition. Sedangkan online saya menjual di Instagram, Facebook, virtual exhibiton,” ucapnya.

Dia mengatakan bahwa tantangan saat ini adalah keterbatasan penjualan karena pandemi ini berdampak pada ekonomi.  Jadi harus lebih banyak inovasi dengan berkolaborasi bersama teman-teman dan menawarkan produk yang lebih terjangkau dan dibutuhkan.

“Yang kami tawarkan adalah produk fashion yang memberdayakan orang banyak, berwarna alam dan zerowaste, walaupun target pasarnya kalangan menengah atas, tetapi kami jelas akan pasarnya dengan produk yang lebih terjangkau dan berbeda.

Pada momentum Hari Batik Nasional ini, dia juga berharap untuk bisa merenovasi usaha yang ada, yaitu Galeri Seni Rupa Batik, Workshop dan Artshop sebagai showroom atau toko kecil.

Pewarta: Dedi /Rian

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021