Satu per satu anak kambing diusap dan dipeluk Fauzan Alfikri, peternak milenial asal Parit Keladi, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya (KKR). Tanpa merasa takut kotor dan bau, setiap harinya anak - anak kambing dan induknya selalu ia manjakan. 

Dengan berbekal kecintaan dan hobi beternak, pria umur 23 tahun hanya butuh satu tahun sudah memiliki omset dari beternak kambingnya capai Rp400 juta .Alumni Fakultas Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mampu mengelola budidaya kambing dari semula hanya 7 ekor kini terus bertambah lebih dari 60 ekor.

Tanggal 3 Mei 2020 adalah langkah awal usaha budidaya kambingnya. Sejak dari awal ia fokus budidaya yakni menghasilkan indukan pejantan yang berkualitas dan susu kambing guna menjawab kebutuhan dari peternak di Kalbar.

Sebelumnya, selama kuliah ia sebenarnya sudah mendirikan peternakan dan juga pabrik pakan yang sampai sekarang masih berjalan dan sudah menjadi  perusahaan di Bogor. Jauh sebelum itu juga sempat beternak ulat Hongkong, baru beralih menjadi peternak kambing.

Dengan adanya pandemi COVID-19, Fauzan memutuskan untuk kembali ke kampung halaman dengan mengolah lahan yang ada milik orang tuanya. Dia memulai kembali dari nol. Mulai meriset, mencari pemasok dan lain sebagainya. 

"Karena pandemi saya balik kampung halaman jadi ingin lebih dekat dengan orang tua, ingin mengelola lahan orang tua yang ada di sini. Jadinya yang di Bogor sama teman-teman tinggalkan. Kembali ke Kalbar mulai dari nol lagi, kita riset lagi, kita cari pemasok lagi," ujarnya di Pontianak, Minggu (10/10/2021).

Fauzan menceritakan kenapa dipilih kambing lantaran modal yang tidak sebesar sapi. Kambing juga mudah dijual karena permintaannya masih sangat tinggi seperti digunakan beberapa ritual keagamaan, ada juga tahunan seperti hari raya Idul Adha. Kalbar meski mempunyai wilayah yang sangat luas, bahkan termasuk lima terbesar, tapi sayang nya di sini masih banyak didatangkan ribuan ekor bahkan belasan ribu ekor ternak dari Pulau Jawa.

Apalagi dari data yang ada tren populasi ternak bukan naik justru semakin turun. Artinya ada sebuah peluang untuk dimanfaatkan dari ternak kambing itu ia bisa memproduksi dengan 100 persen bahan baku lokal tanpa tergantung dengan daerah yang lain. 

Optimalisasi
Perjalanan Fauzan menekuni bidang ternak meski waktu singkat namun melalui proses yang cukup panjang. Dimulai dengan strategi beternak yang sederhana hingga mulai berbenah untuk lebih moderen. Awal mulanya dari populasi 7 ekor sampai saat ini ia sudah memiliki populasi ternak sebanyak 65. Selanjutnya  seiring penambahan populasi ia mulai melakukan penambahan kandang hingga mulai bekerja sama dengan pihak lain. 

Untuk pakan menurutnya di daerahnya tidak sulit lantaran segala potensi bisa digunakan mulai dari sisa industri sagu, dedak, pisang, kulit kopi dan lainnya. Itu semua diolah menjadi pakan fermentasi. Semua gratis dan hanya tinggal diolah. Dengan berbekal pengalaman sebagai pengusaha pakan menjadi modal utamanya memajukan peternak kambing. Pakan memiliki peranan penting.

"Untuk pakan di sini sangat banyak, rumputan/hijauan, limbah industri sagu, dedak padi dan lainnya. Semua kita olah. Semua ada di desa ini. Dengan pakan 90 persen fermentasi komplit di situ ada sumber proteinnya, sumber serat, sumber energi, karbohidrat, vitamin, mineral jadi dosis pakan fermentasi kita bisa sangat tinggi, tidak gunakan rumput satu harian pun bisa tidak masalah,"jelasnya.

Kotoran kambing dan sampah dari kandangnya tidak luput dari Fauzan untuk dijadikan sumber pendapatannya. Kotoran diolah menjadi pupuk kompos dan saat ini hasilnya sudah mampu untuk mengaji seorang karyawan.

Terkait tantangan yang dihadapi dalam usaha peternakan kambing masih ditemukan kasus kematian meskipun sangat kecil sekali persentasenya. Penyakit yang sering terjadi pada kambing yang didatangkan dari Jawa yaitu pneumonia atau yang dikenal radang paru-paru pada kambing bisa disebabkan oleh bakteri atau virus. Sedangkan kambing lokal biasa terkena kurap dan kembung, beberapa kambing juga bisa terkena katarak tapi tidak berlangsung lama.

"Kalau kembung dominan faktor pakan, rumput biasanya. Jadi saat musim hujan itu rumput muda kan masih melakukan proses respirasi masih bernafas rumputnya, dan itu langsung diberikan ke ternak, jadi belum selesai bernafas (rumput) dimakan sama ternak, rumputnya bernafas di perut (ternak) jadi menghasilkan gas yang lebih banyak. Jadi menekan ke paru-paru dan jantung ternak. Itu berpotensi mati jika lambat penanganannya,"jelasnya.

Ke depannya Fauzan juga berharap bisa menjadi sentra pembibitan kambing perah se- Kalbar yang terbesar dan terbaik dan peternakan Indonesia harus bisa lebih maju ke depannya baik dari segi pola pikir terutama bagi seorang peternak. 

"Kemudian target, saat ini dan ke depan merangkul untuk pembentukan kelompok ternak, di kelompok ternak inilah masyarakat bisa berbagi bertukar pendapat, obat-obatan, dan pakan ternak. Setelah targetnya tercapai jika memang mereka ingin produksi susu atau mau dibantu dalam penjualan dia bersedia untuk membantu," jelas dia.

Peran Peternak Milenial

Kepala Dinas Perkebunan Peternak Kalbar , M. Munsif mengajak peternak di Kalbar menangkap peluang budidaya hewan ternak baik sapi, kambing dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan daging konsumsi masyarakat.

Ajakan itu beralasan pasalnya, sejauh ini antara produksi dan kebutuhan masih belum seimbang. Kebutuhan lebih besar daripada pemenuhan. Hal itu tentu menjadi peluang terutama peternak milenial. 

Ia memberikan dua jempol kepada Fauzan dan bisa menjadi peternak muda di Kalbar. Hal itu karena telah dibuktikan Fauzan bahkan anak muda juga bisa dan saatnya berperan.

"Sebagai gambaran saja untuk sapi potong setiap tahun kita harus membutuhkan kurang  lebih sekitar 25 ribu ekor. Ini kalau kita bagi 14 Kabupaten Kota, setiap kabupaten atau kota harus produksi minimal sekitar dua ribu ekor. Hanya saja realitanya saat ini sekitar 20 ribu ekor didatangkan dari Pulau Madura dan Kalteng. Begitu juga kambing masih banyak dibutuhkan," kata dia.

Sementara kata dia dari sisi luas lahan dan sumber pakan hijau untuk hewan ternak di Kalbar sangat potensial. Dengan kebutuhan atau pasar lokal terbuka lebar dan kondisi daerah mendukung maka menurutnya ke depan Kalbar harus mandiri dalam pemenuhan daging. 

Pada sisi lainnya, saat ini sejumlah upaya telah dilakukan pemerintah daerah mulai pendampingan, bimbingan, bantuan dan lainnya. Namun itu tentu harus diperkuat para pihak termasuk kemandirian peternak itu sendiri. Peternak juga diharapkan mampu mengelola pakan ternak, manajemen pemeliharaan dengan model kandang kelompok, reproduksi, dan lain sebagainya. 

Tidak kalah penting menurutnya, pengembangan budidaya ternak berbasis klaster perlu menjadi perhatian bersama. Hal itu untuk efisiensi dan jauh lebih murah dalam produksi. 

"Kemudian dari sisi pasar kalau dalam skala kluster harga bisa lebih bersaing. Pembeli biaya angkutnya lebih murah dan dalam mencari hewan untuk potong mudah. Memang berbasis klaster penting bagi budidaya," katanya.

Pewarta: Dedi /Ade Irma Yani

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021