Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji mendorong terciptanya hilirisasi industri dalam mewujudkan ekonomi hijau di provinsi yang dipimpinnya.
"Kami terus mendorong terwujudnya ekonomi hijau di Kalimantan Barat sebagai upaya transformasi ekonomi untuk menjadi daerah berkeadilan sosial, inklusif, berdaya saing dan maju yang berketahanan terhadap perubahan iklim dan ketidakpastian dunia akibat perubahan geopolitik dunia," kata Sutarmidji pada Dialog Interaktif dengan tema ‘Refleksi Pembangunan Kalbar dan Strategi Menghadapi Tantangan Global dalam Pembangunan Ekonomi Hijau’, di Aula Garuda Gedung Pelayanan Terpadu Kantor Gubernur Kalbar, Pontianak, Kamis.
Sebagai gubernur, dirinya menegaskan mendukung penuh kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang mengekspor bauksit mentah dan mendorong hilirisasi industri di daerah.
"Hal ini jelas bisa menciptakan transformasi ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan keuntungan berlipat-lipat bagi ekonomi daerah dan Nasional," ujarnya pula.
Sutarmidji menegaskan, saat ini Kalimantan Barat dihadapkan pada tantangan transformasi ekonomi nasional menuju Visi Indonesia Emas 2045 (Indonesia yang Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur), di mana Indonesia bisa menjadi negara berpendapatan tinggi dan negara maju yang kelima terbesar di dunia pada 2045 di bawah China, Amerika Serikat, India maupun Jepang.
Hal itu karena dampak dari Green Economy atau Ekonomi Hijau adalah salah satu dari enam strategi utama lainnya dengan mengutamakan peningkatan daya saing sumber daya manusia, peningkatan produktivitas tiap sektor ekonomi, transformasi digital, integrasi ekonomi domestik, dan pemindahan ibu kota negara.
"Makanya, pada Pertemuan Tingkat Menteri ke 25 BIMP-EAGA akhir tahun 2022 lalu, telah disampaikan kepada seluruh delegasi keempat negara tersebut termasuk local government yang hadir bahwa Kalbar telah siap dan fokus pada implementasi ekonomi hijau di daerah," ujarnya lagi.
Sutarmidji meyakini ekonomi hijau akan mendorong tumbuhnya lapangan kerja green jobs, yang salah satunya adalah pada sektor ekonomi kreatif dan pariwisata terutama produk ecotourism dan wellness tourism yang akan lebih diminati masyarakat pascapandemi, demikian pula 17 subsektor ekonomi kreatif yang diharapkan tumbuh dan berkembang terutama dari Generasi Milenial.
Pengamat ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak Prof Eddy Suratman juga menyatakan sangat setuju ada pelarangan ekspor bauksit yang merupakan komoditas tambang primadona di Kalbar.
Larangan ekspor bauksit mulai Juni 2023 dinilai positif lantaran diyakini ampuh mendorong dan mempercepat industrialisasi. Salah satunya, peningkatan industrialisasi di Provinsi Kalbar.
Dengan dilarang ekspor, kata dia, otomatis terjadi hilirisasi. "Hal itu tentu mendorong industrialisasi di Provinsi Kalbar," ujarnya lagi.
Ia menjelaskan industrialisasi di Kalbar sejauh ini stagnan atau hanya berjalan di tempat. Dari belasan provinsi, Kalbar menjadi bagian daerah yang industrinya berjalan di tempat, di mana kontribusi industri di Kalbar hanya di kisaran 16 persen pada perekonomian provinsi tersebut.
"Kemudian janganlah kita seperti sawit yang terlalu lama hilirisasi, di mana sejak 1985 sampai sekarang hanya minyak kelapa sawit mentah atau CPO saja karena belum ada pemaksaan. Harapannya dengan bauksit dilarang ekspor dan dipaksa hilirisasi supaya ada smelter, maka ada nilai tambah. Harapan itu industrialisasi bisa berkembang," kata dia lagi.
Menurutnya, dengan adanya larangan ekspor bauksit, tantangan atau masalah bagi pendapatan daerah akan ada dan itu hanya jangka pendek. Namun untuk jangka panjang, nilai tambah akan jauh lebih tinggi jika hanya dijual dalam bentuk mentah.
"Dampak jangka pendek ada larangan ekspor bauksit namun itu jangka pendek. Kemudian tentu kebijakan ini sudah dihitung oleh pemerintah dengan cermat, karena sudah saatnya hilirisasi dan ciri negara mau maju industrinya harus berkembang atau maju," kata dia pula.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Kami terus mendorong terwujudnya ekonomi hijau di Kalimantan Barat sebagai upaya transformasi ekonomi untuk menjadi daerah berkeadilan sosial, inklusif, berdaya saing dan maju yang berketahanan terhadap perubahan iklim dan ketidakpastian dunia akibat perubahan geopolitik dunia," kata Sutarmidji pada Dialog Interaktif dengan tema ‘Refleksi Pembangunan Kalbar dan Strategi Menghadapi Tantangan Global dalam Pembangunan Ekonomi Hijau’, di Aula Garuda Gedung Pelayanan Terpadu Kantor Gubernur Kalbar, Pontianak, Kamis.
Sebagai gubernur, dirinya menegaskan mendukung penuh kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang mengekspor bauksit mentah dan mendorong hilirisasi industri di daerah.
"Hal ini jelas bisa menciptakan transformasi ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan keuntungan berlipat-lipat bagi ekonomi daerah dan Nasional," ujarnya pula.
Sutarmidji menegaskan, saat ini Kalimantan Barat dihadapkan pada tantangan transformasi ekonomi nasional menuju Visi Indonesia Emas 2045 (Indonesia yang Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur), di mana Indonesia bisa menjadi negara berpendapatan tinggi dan negara maju yang kelima terbesar di dunia pada 2045 di bawah China, Amerika Serikat, India maupun Jepang.
Hal itu karena dampak dari Green Economy atau Ekonomi Hijau adalah salah satu dari enam strategi utama lainnya dengan mengutamakan peningkatan daya saing sumber daya manusia, peningkatan produktivitas tiap sektor ekonomi, transformasi digital, integrasi ekonomi domestik, dan pemindahan ibu kota negara.
"Makanya, pada Pertemuan Tingkat Menteri ke 25 BIMP-EAGA akhir tahun 2022 lalu, telah disampaikan kepada seluruh delegasi keempat negara tersebut termasuk local government yang hadir bahwa Kalbar telah siap dan fokus pada implementasi ekonomi hijau di daerah," ujarnya lagi.
Sutarmidji meyakini ekonomi hijau akan mendorong tumbuhnya lapangan kerja green jobs, yang salah satunya adalah pada sektor ekonomi kreatif dan pariwisata terutama produk ecotourism dan wellness tourism yang akan lebih diminati masyarakat pascapandemi, demikian pula 17 subsektor ekonomi kreatif yang diharapkan tumbuh dan berkembang terutama dari Generasi Milenial.
Pengamat ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak Prof Eddy Suratman juga menyatakan sangat setuju ada pelarangan ekspor bauksit yang merupakan komoditas tambang primadona di Kalbar.
Larangan ekspor bauksit mulai Juni 2023 dinilai positif lantaran diyakini ampuh mendorong dan mempercepat industrialisasi. Salah satunya, peningkatan industrialisasi di Provinsi Kalbar.
Dengan dilarang ekspor, kata dia, otomatis terjadi hilirisasi. "Hal itu tentu mendorong industrialisasi di Provinsi Kalbar," ujarnya lagi.
Ia menjelaskan industrialisasi di Kalbar sejauh ini stagnan atau hanya berjalan di tempat. Dari belasan provinsi, Kalbar menjadi bagian daerah yang industrinya berjalan di tempat, di mana kontribusi industri di Kalbar hanya di kisaran 16 persen pada perekonomian provinsi tersebut.
"Kemudian janganlah kita seperti sawit yang terlalu lama hilirisasi, di mana sejak 1985 sampai sekarang hanya minyak kelapa sawit mentah atau CPO saja karena belum ada pemaksaan. Harapannya dengan bauksit dilarang ekspor dan dipaksa hilirisasi supaya ada smelter, maka ada nilai tambah. Harapan itu industrialisasi bisa berkembang," kata dia lagi.
Menurutnya, dengan adanya larangan ekspor bauksit, tantangan atau masalah bagi pendapatan daerah akan ada dan itu hanya jangka pendek. Namun untuk jangka panjang, nilai tambah akan jauh lebih tinggi jika hanya dijual dalam bentuk mentah.
"Dampak jangka pendek ada larangan ekspor bauksit namun itu jangka pendek. Kemudian tentu kebijakan ini sudah dihitung oleh pemerintah dengan cermat, karena sudah saatnya hilirisasi dan ciri negara mau maju industrinya harus berkembang atau maju," kata dia pula.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023