Guru Besar Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Ali Khomsan mengatakan kandungan omega 3 pada susu ikan lebih tinggi dari sumber protein susu lainnya, termasuk susu sapi dan berguna bagi perkembangan fungsi otak pada anak-anak.
"Susu ikan terbuat dari ikan yang diambil konsentrat proteinnya, kemudian protein itu dicampur dengan zat-zat lain, sehingga menghasilkan produk semacam susu," kata Ali saat dihubungi ANTARA melalui pesan suara di Jakarta, Rabu.
"Susu ikan ini mengandung omega 3 yang lebih tinggi untuk kecerdasan dibanding susu biasa (susu sapi)," sambungnya.
Ali mengatakan kandungan omega 3 pada ikan memiliki sejumlah manfaat bagi tubuh, salah satunya mendukung fungsi otak.
Selain itu, ikan juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif pada anak, sehingga konsumsi ikan bagi anak-anak sangat dianjurkan untuk merangsang perkembangan otak dan meningkatkan kecerdasan.
"Gizi andalan susu sapi adalah kalsium karena kalau bicara protein dalam susu sapi, itu memang tidak terlalu tinggi," kata Ali.
"Kalau nantinya kita mengganti susu sapi dengan susu ikan, apakah susu ikan bisa memenuhi kalsium seperti susu sapi?" lanjutnya.
Menurut Ali, produk susu ikan memang memiliki kandungan omega 3 lebih tinggi dibandingkan susu sapi. Namun, susu ikan juga harus diimbangi dengan kandungan gizi penting lainnya, termasuk kalsium untuk memastikan produk tersebut memiliki keunggulan lebih banyak dibandingkan susu sapi.
Dengan begitu, susu ikan yang digadang-gadang akan menjadi salah satu menu makan siang gratis di pemerintahan berikutnya itu tepat untuk disajikan kepada masyarakat, khususnya bagi anak sekolah.
"Kalau susu ikan (akan dijadikan salah satu menu makan siang), harus dipikirkan juga sejauh mana produk ini secara ekonomis setara dengan susu sapi perah," ujarnya.
Selain mempertimbangkan kandungan gizi penting di dalamnya, pengolahan susu ikan juga harus dilakukan secara matang agar cita rasanya sesuai dengan selera masyarakat.
Dia juga menyarankan ketersediaan sumber daya ikan untuk pembuatan susu ikan harus tercukupi agar sesuai dengan target penerima bantuan makan siang gratis tersebut.
"Kalau ini (susu ikan) menjadi bagian dari suplementasi untuk melengkapi kekurangan susu (sapi), silakan saja dicoba, tetapi mungkin tidak menggantikan susu sapi," kata dia.
Lebih lanjut, Ali mengatakan uji laboratorium susu ikan belum menemukan adanya efek samping tertentu setelah dikonsumsi.
Berbeda dengan susu sapi yang kurang cocok dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa, susu ikan cenderung aman untuk dikonsumsi semua orang.
"Selama ini, kita mencermati produk ikan adalah produk yang aman dan tidak mendatangkan intoleransi seperti halnya susu sapi perah," katanya.
"Kalau ikan relatif lebih aman, dibandingkan dengan aspek pembanding alergi akibat laktosa susu," Ali mengimbuhkan.
Meskipun dinilai lebih aman dan sudah lolos uji laboratorium, Ali menekankan agar pihak produsen susu ikan juga melakukan uji sample secara langsung dengan kelompok kecil masyarakat untuk memastikan keamanannya.
Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi risiko serta efek samping yang mungkin dapat terjadi di kemudian hari.
"Ketika susu ikan diperkenalkan kepada masyarakat, harus ada kajian yang lebih detail terkait aspek gizi dan penerimaan masyarakat," begitu saran Prof. Ali Khomsan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Susu ikan terbuat dari ikan yang diambil konsentrat proteinnya, kemudian protein itu dicampur dengan zat-zat lain, sehingga menghasilkan produk semacam susu," kata Ali saat dihubungi ANTARA melalui pesan suara di Jakarta, Rabu.
"Susu ikan ini mengandung omega 3 yang lebih tinggi untuk kecerdasan dibanding susu biasa (susu sapi)," sambungnya.
Ali mengatakan kandungan omega 3 pada ikan memiliki sejumlah manfaat bagi tubuh, salah satunya mendukung fungsi otak.
Selain itu, ikan juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif pada anak, sehingga konsumsi ikan bagi anak-anak sangat dianjurkan untuk merangsang perkembangan otak dan meningkatkan kecerdasan.
"Gizi andalan susu sapi adalah kalsium karena kalau bicara protein dalam susu sapi, itu memang tidak terlalu tinggi," kata Ali.
"Kalau nantinya kita mengganti susu sapi dengan susu ikan, apakah susu ikan bisa memenuhi kalsium seperti susu sapi?" lanjutnya.
Menurut Ali, produk susu ikan memang memiliki kandungan omega 3 lebih tinggi dibandingkan susu sapi. Namun, susu ikan juga harus diimbangi dengan kandungan gizi penting lainnya, termasuk kalsium untuk memastikan produk tersebut memiliki keunggulan lebih banyak dibandingkan susu sapi.
Dengan begitu, susu ikan yang digadang-gadang akan menjadi salah satu menu makan siang gratis di pemerintahan berikutnya itu tepat untuk disajikan kepada masyarakat, khususnya bagi anak sekolah.
"Kalau susu ikan (akan dijadikan salah satu menu makan siang), harus dipikirkan juga sejauh mana produk ini secara ekonomis setara dengan susu sapi perah," ujarnya.
Selain mempertimbangkan kandungan gizi penting di dalamnya, pengolahan susu ikan juga harus dilakukan secara matang agar cita rasanya sesuai dengan selera masyarakat.
Dia juga menyarankan ketersediaan sumber daya ikan untuk pembuatan susu ikan harus tercukupi agar sesuai dengan target penerima bantuan makan siang gratis tersebut.
"Kalau ini (susu ikan) menjadi bagian dari suplementasi untuk melengkapi kekurangan susu (sapi), silakan saja dicoba, tetapi mungkin tidak menggantikan susu sapi," kata dia.
Lebih lanjut, Ali mengatakan uji laboratorium susu ikan belum menemukan adanya efek samping tertentu setelah dikonsumsi.
Berbeda dengan susu sapi yang kurang cocok dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa, susu ikan cenderung aman untuk dikonsumsi semua orang.
"Selama ini, kita mencermati produk ikan adalah produk yang aman dan tidak mendatangkan intoleransi seperti halnya susu sapi perah," katanya.
"Kalau ikan relatif lebih aman, dibandingkan dengan aspek pembanding alergi akibat laktosa susu," Ali mengimbuhkan.
Meskipun dinilai lebih aman dan sudah lolos uji laboratorium, Ali menekankan agar pihak produsen susu ikan juga melakukan uji sample secara langsung dengan kelompok kecil masyarakat untuk memastikan keamanannya.
Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi risiko serta efek samping yang mungkin dapat terjadi di kemudian hari.
"Ketika susu ikan diperkenalkan kepada masyarakat, harus ada kajian yang lebih detail terkait aspek gizi dan penerimaan masyarakat," begitu saran Prof. Ali Khomsan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024