PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mendukung rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan menggunakan data aktivitas media sosial (medsos) dan tagihan listrik sebagai alternatif indikator penilaian kredit.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan, Perseroan mendukung serta akan segera berkomunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) terkait pengembangan regulasi tersebut.
“Kita tentunya sebagai perbankan akan berkoordinasi, kami akan mendukung seperti apa kira-kira kebijakan pemerintah dan tentunya kami akan bersedia untuk berkomunikasi dengan seluruh stakeholders, kemudian juga tentunya dengan regulator dan tentu diskusi ini kalau nanti akan dibutuhkan, dilanjutkan kami tentu akan comply dan kita akan mengikuti seperti apa arahan dari regulator,” kata Hera dalam Indonesia Knowledge Forum XIII-2024 yang digelar BCA di Jakarta, Selasa.
OJK saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA) sebagai tindak lanjut atas hasil Regulatory Sandbox yang menetapkan model bisnis Pemeringkat Kredit Alternatif untuk diatur dan diawasi oleh OJK.
Menurut Hera, penggunaan data alternatif seperti aktivitas media sosial dan riwayat tagihan listrik sebagai indikator penilaian kredit juga dapat dimanfaatkan untuk beberapa sektor lain di luar perbankan. Hal ini juga mengingat media sosial yang sering digunakan untuk bidang pemasaran.
"Jadi menurut kami bisa menyeluruh ke banyak sektor dan mungkin sudah ada kajian awal yang dimiliki oleh regulator sehingga akhirnya mengeluarkan sebuah formulasi baru untuk penilaian masyarakat," ujarnya.
Saat acara peluncuran The 6th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2024, Senin (11/11), Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi menuturkan pihaknya tengah mengembangkan regulasi mengenai pemeringkat kredit alternatif (PKA).
“Kami juga sedang menyusun peraturan perizinan penuhnya untuk PKA ini, Pemeringkat Kredit Alternatif. Jadi kalau peraturan itu nanti terbit, mereka akan sama seperti pelaku usaha jasa keuangan lain, akan mengajukan permohonan izin usaha penuh ke OJK melalui pengaturan POJK itu,” kata Hasan.
RPOJK itu akan mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan usaha PKA terkait prinsip dan ruang lingkup, ketentuan perizinan usaha, kelembagaan, tata kelola, penyelenggaraan PKA, pengawasan, dan aspek lainnya yang berkaitan dengan PKA.
Ia menjelaskan terdapat tiga fungsi utama kehadiran PKA, yakni menghadirkan kualitas nilai skor kredit masing-masing individu dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Banyak masyarakat kita ini mayoritas tidak punya data historis kredit, sayang juga kan kalau mereka kemudian tidak terlayani. Nah, muncullah kebutuhan itu dan dijawab dengan hadirnya lembaga pemeringkat kredit alternatif ini. Ini membuka aksesibilitas terhadap layanan yang semula mereka mungkin tidak akan terlayani, karena kan tidak punya data historis scoring-nya," ujarnya.
PKA juga dapat memperluas akses bisnis lembaga jasa keuangan dalam penyaluran kredit termasuk kepada mereka yang belum terlayani sehingga dapat membuka segmen pasar yang baru.
Selain itu, kehadiran PKA akan dapat meningkatkan kualitas kredit dari lembaga jasa keuangan yang melakukan penyaluran kredit kepada individu dan UMKM.
“Dan (manfaat) yang terakhir adalah untuk meningkatkan kualitas dari kreditnya sendiri. Dengan adanya informasi credit scoring yang baik, kemudian lembaga pembiayaan ini juga akan berpotensi untuk mengurangi probability of default (kemungkinan gagal bayar) atau tingkat hutang yang bad debt-nya,” katanya.
Dengan adanya credit scoring yang bisa mendorong penyaluran kredit dari lembaga jasa keuangan yang semakin luas menjangkau masyarakat, diharapkan masyarakat dapat beralih ke penyelenggara pinjaman online (pinjol) berizin dari OJK dan tidak menggunakan layanan pinjol ilegal.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan, Perseroan mendukung serta akan segera berkomunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) terkait pengembangan regulasi tersebut.
“Kita tentunya sebagai perbankan akan berkoordinasi, kami akan mendukung seperti apa kira-kira kebijakan pemerintah dan tentunya kami akan bersedia untuk berkomunikasi dengan seluruh stakeholders, kemudian juga tentunya dengan regulator dan tentu diskusi ini kalau nanti akan dibutuhkan, dilanjutkan kami tentu akan comply dan kita akan mengikuti seperti apa arahan dari regulator,” kata Hera dalam Indonesia Knowledge Forum XIII-2024 yang digelar BCA di Jakarta, Selasa.
OJK saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA) sebagai tindak lanjut atas hasil Regulatory Sandbox yang menetapkan model bisnis Pemeringkat Kredit Alternatif untuk diatur dan diawasi oleh OJK.
Menurut Hera, penggunaan data alternatif seperti aktivitas media sosial dan riwayat tagihan listrik sebagai indikator penilaian kredit juga dapat dimanfaatkan untuk beberapa sektor lain di luar perbankan. Hal ini juga mengingat media sosial yang sering digunakan untuk bidang pemasaran.
"Jadi menurut kami bisa menyeluruh ke banyak sektor dan mungkin sudah ada kajian awal yang dimiliki oleh regulator sehingga akhirnya mengeluarkan sebuah formulasi baru untuk penilaian masyarakat," ujarnya.
Saat acara peluncuran The 6th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2024, Senin (11/11), Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi menuturkan pihaknya tengah mengembangkan regulasi mengenai pemeringkat kredit alternatif (PKA).
“Kami juga sedang menyusun peraturan perizinan penuhnya untuk PKA ini, Pemeringkat Kredit Alternatif. Jadi kalau peraturan itu nanti terbit, mereka akan sama seperti pelaku usaha jasa keuangan lain, akan mengajukan permohonan izin usaha penuh ke OJK melalui pengaturan POJK itu,” kata Hasan.
RPOJK itu akan mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan usaha PKA terkait prinsip dan ruang lingkup, ketentuan perizinan usaha, kelembagaan, tata kelola, penyelenggaraan PKA, pengawasan, dan aspek lainnya yang berkaitan dengan PKA.
Ia menjelaskan terdapat tiga fungsi utama kehadiran PKA, yakni menghadirkan kualitas nilai skor kredit masing-masing individu dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Banyak masyarakat kita ini mayoritas tidak punya data historis kredit, sayang juga kan kalau mereka kemudian tidak terlayani. Nah, muncullah kebutuhan itu dan dijawab dengan hadirnya lembaga pemeringkat kredit alternatif ini. Ini membuka aksesibilitas terhadap layanan yang semula mereka mungkin tidak akan terlayani, karena kan tidak punya data historis scoring-nya," ujarnya.
PKA juga dapat memperluas akses bisnis lembaga jasa keuangan dalam penyaluran kredit termasuk kepada mereka yang belum terlayani sehingga dapat membuka segmen pasar yang baru.
Selain itu, kehadiran PKA akan dapat meningkatkan kualitas kredit dari lembaga jasa keuangan yang melakukan penyaluran kredit kepada individu dan UMKM.
“Dan (manfaat) yang terakhir adalah untuk meningkatkan kualitas dari kreditnya sendiri. Dengan adanya informasi credit scoring yang baik, kemudian lembaga pembiayaan ini juga akan berpotensi untuk mengurangi probability of default (kemungkinan gagal bayar) atau tingkat hutang yang bad debt-nya,” katanya.
Dengan adanya credit scoring yang bisa mendorong penyaluran kredit dari lembaga jasa keuangan yang semakin luas menjangkau masyarakat, diharapkan masyarakat dapat beralih ke penyelenggara pinjaman online (pinjol) berizin dari OJK dan tidak menggunakan layanan pinjol ilegal.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024