Ahli gizi klinik dari Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia dr. Tirta Prawita Sari, Sp.GK, berpendapat makanan manis mempunyai daya tarik tinggi bagi anak-anak sehingga menyulitkan orang tua memperkenalkan makanan sehat pada buah hati mereka.
"Makanan manis dan gorengan memiliki daya tarik tinggi bagi anak-anak sehingga sulit untuk memperkenalkan makanan sehat. Pengaruh ini bisa memicu perilaku makan yang tidak sehat," kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Tirta menjelaskan konsumsi makanan manis dan tinggi lemak membuat anak terus mencari makanan tersebut sehingga berpotensi menyebabkan mereka terkena obesitas.
Obesitas terjadi akibat adanya ketidakseimbangan energi, yaitu energi masuk lebih besar dari energi keluar, yang terjadi dalam waktu lama. Ketidakseimbangan energi ini disebabkan oleh makan berlebihan, pengeluaran energi yang rendah dan gaya hidup tak aktif.
Di Jakarta, berdasarkan hasil skrining penjaringan kesehatan 2022 pada anak dan remaja usia 7-15 tahun diketahui sebanyak 59.657 orang (3,64 persen) mengalami kelebihan berat badan. Sedangkan 14.784 orang (0,90 persen) mengalami obesitas.
Tirta menyoroti tingginya konsumsi minuman manis di kalangan anak-anak sebagai masalah serius yang berkontribusi terhadap obesitas. Konsumsi yang tinggi ini juga disertai dengan kurangnya aktivitas fisik di kalangan anak.
"Minuman manis yang dijual dengan harga murah menarik perhatian anak-anak. Strategi pemasaran yang agresif mempengaruhi pilihan konsumsi mereka sehari-hari," ujar dia.
Karena itu, Tirta berpendapat orang tua perlu mengontrol kualitas makanan yang dikonsumsi anak, termasuk menghindari makanan tinggi kalori tanpa gizi dan hidangan manis.
Menurut dia, keterlibatan keluarga dan lingkungan sangat penting dalam membentuk kebiasaan makan yang sehat. Edukasi tentang makanan yang baik perlu dilakukan sejak anak masih kecil, yakni diet yang seimbang dengan memperhatikan komposisi gizi penting untuk pertumbuhan.
Selain itu, kata dia, pemerintah perlu menerapkan intervensi yang lebih efektif untuk mengurangi konsumsi gula di kalangan anak-anak.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Makanan manis dan gorengan memiliki daya tarik tinggi bagi anak-anak sehingga sulit untuk memperkenalkan makanan sehat. Pengaruh ini bisa memicu perilaku makan yang tidak sehat," kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Tirta menjelaskan konsumsi makanan manis dan tinggi lemak membuat anak terus mencari makanan tersebut sehingga berpotensi menyebabkan mereka terkena obesitas.
Obesitas terjadi akibat adanya ketidakseimbangan energi, yaitu energi masuk lebih besar dari energi keluar, yang terjadi dalam waktu lama. Ketidakseimbangan energi ini disebabkan oleh makan berlebihan, pengeluaran energi yang rendah dan gaya hidup tak aktif.
Di Jakarta, berdasarkan hasil skrining penjaringan kesehatan 2022 pada anak dan remaja usia 7-15 tahun diketahui sebanyak 59.657 orang (3,64 persen) mengalami kelebihan berat badan. Sedangkan 14.784 orang (0,90 persen) mengalami obesitas.
Tirta menyoroti tingginya konsumsi minuman manis di kalangan anak-anak sebagai masalah serius yang berkontribusi terhadap obesitas. Konsumsi yang tinggi ini juga disertai dengan kurangnya aktivitas fisik di kalangan anak.
"Minuman manis yang dijual dengan harga murah menarik perhatian anak-anak. Strategi pemasaran yang agresif mempengaruhi pilihan konsumsi mereka sehari-hari," ujar dia.
Karena itu, Tirta berpendapat orang tua perlu mengontrol kualitas makanan yang dikonsumsi anak, termasuk menghindari makanan tinggi kalori tanpa gizi dan hidangan manis.
Menurut dia, keterlibatan keluarga dan lingkungan sangat penting dalam membentuk kebiasaan makan yang sehat. Edukasi tentang makanan yang baik perlu dilakukan sejak anak masih kecil, yakni diet yang seimbang dengan memperhatikan komposisi gizi penting untuk pertumbuhan.
Selain itu, kata dia, pemerintah perlu menerapkan intervensi yang lebih efektif untuk mengurangi konsumsi gula di kalangan anak-anak.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024