Jakarta (ANTARA Kalbar) - Jumlah Rp5,3 miliar bagi operator telekomunikasi dengan pangsa terbesar di Tanah Air; PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) boleh jadi nyaris tak ada artinya.
Namun, anak perusahaan PT Telkom yang pada semester I 2012 membukukan laba bersih Rp3,5 triliun itu harus menanggung sentimen negatif kala Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin Hakim Ketua Agus Iskandar, memutuskan pailit atas permohonan oleh PT Prima Jaya Informatika.
Distributor voucher isi ulang Kartu Prima itu mengajukan permohonan pailit, karena menganggap sisa kontrak yang diputus senilai Rp5,3 miliar sebagai utang Telkomsel.
Keputusan pailit itu tak pelak membuat harga saham sang induk di lantai bursa jadi jeblok pada perdagangan awal pekan ini, harga saham TLKM terus tergerus.
Aksi jual melanda saham tersebut hingga pada awal pekan ini nilai penjualannya mencapai Rp54,81 miliar dan broker asinglah yang mendominasi penjualan itu.
Tidak cuma itu, putusan pailit itu juga berpotensi meresahkan 112 juta pelanggan Telkomsel di seluruh Indonesia.
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Indah Sukmaningsih merupakan salah seorang yang yakin putusan pailit tersebut berpotensi meresahkan pelanggan Telkomsel.
"Tentunya kalau operator ini pailit, pelanggan pasti resah dan ini juga akan berdampak kepada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penyedia jasa layanan komunikasi lainnya yang ada di Indonesia.," kata Indah.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said didu, bahkan menilai keputusan itu telah mencederai hukum dan akan menjadi preseden buruk bagi dunia usaha di Indonesia.
"Keputusan pailit Telkomsel ini, harus dipertanyakan karena bermuatan intervensi terhadap hakim. Atau bahkan hakim ikut bermain dalam kasus tersebut," kata Said Didu.
Menurut Said, seharusnya UU Pailit digunakan apabila ada sengketa utang yang nilainya sudah dapat dikategorikan membangkrutkan perusahaan.
"Bagaimana mungkin, Telkomsel yang punya aset dan sehat secara keuangan bisa disebut bangkrut. Ini berarti ada sesuatu yang tidak beres pada aparat pengadilan," ujarnya.
Pada Jumat (14/9) siang, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin Hakim Ketua Agus Iskandar, memutuskan bahwa Telkomsel pailit atas permohonan oleh PT Prima Jaya Informatika, distributor voucher isi ulang Kartu Prima.
Telkomsel dan Prima Jaya memulai kerja sama pada 1 Juni 2011 sampai batas waktu Juni 2013 dengan komitmen awal Telkomsel menyediakan voucher isi ulang bertema khusus olahraga.
Namun kemitraan itu menimbulkan kasus, karena pada Juni 2012 Telkomsel memutuskan kontrak karena menilai Prima Jaya tidak memenuhi aturan yang dipersyaratkan.
Prima Jaya pun mengajukan permohonan pailit, karena menganggap sisa kontrak yang diputus tersebut senilai Rp5,3 miliar sebagai utang Telkomsel.
Putusan pengadilan menyatakan Telkomsel terbukti memiliki utang jatuh tempo yang dapat ditagih oleh PT Prima Jaya Informatika dan sejumlah kreditur lain, seperti PT Extend Media Indonesia senilai Rp21.031.561.274 dan Rp19.294.652.520. Gugatan yang diajukan oleh CEO PT Prima Jaya Informatika, Tonny Djaya Laksana, itu terbukti memenuhi unsur Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang (UU) Kepailitan.
Harus Diselamatkan
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyatakan yakin putusan pailit dari Pengadilan Niaga Jakarta Selatan terhadap Telkomsel tidak akan mempengaruhi layanan pelanggannya.
"Kami yakin Telkomsel bisa membedakan ranah hukum dan ranah bisnis operasionalnya sehingga putusan ini kami yakin tidak akan mempengaruhi layanannya terhadap pelanggan," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, Gatot S Dewa Broto.
Gatot Dewo Broto mengatakan, jika ada keluhan pelanggan maka pihaknya akan mengetahui secara langsung karena selama ini keluhan pelanggan atas layanan telekomunikasi termasuk ranah yang ditangani kementeriannya.
Gatot menegaskan, meski pihaknya prihatin atas kasus tersebut, pemerintah tak akan intervensi urusan business to business atas putusan tersebut.
Legislator dari Komisi I DPR, Roy Suryo, justru kecewa dengan respon Kemenkominfo terhadap kasus yang dinilainya berpotensi membawa dampak sistemik bagi perputaran roda sektor telekomunikasi Indonesia itu.
"Kemenkominfo perlu cermat untuk persoalan ini, putusan pailit ini sesuatu yang gawat dan berbahaya. Saya justru khawatir ada sesuatu yang berat tapi tidak dianggap berat," katanya.
Ia berharap pemerintah segera mengambil sikap untuk membela atau memberikan dukungan teknis demi menyelamatkan 112 juta pelanggan operator yang memiliki kontribusi pajak terbesar terhadap negara atau nyaris setara seperti yang dikontribusikan PT Pertamina itu.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Maruarar Sirait, menegaskan Telkomsel sebagai aset negara yang memiliki jutaan pelanggan harus diselamatkan dari ancaman pailit.
"Telkomsel selama ini telah memberi sumbangsih yang sangat besar dalam bentuk pajak. Karena itu, keberadaanya harus diselamatkan. Semua pihak yang terkiat soal ini harus memberi dukungan penuh," ujar Maruarar Sirait.
Anggota Komisi XI DPR itu mengatakan, kalangan DPR akan meminta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, untuk menyelamatkan Telkomsel sesegera mungkin.
Tak khawatir
Putusan pailit tak lantas membuat operasional dan layanan Telkomsel terganggu. Operator itu tetap beroperasi melayani pelanggan seperti biasa.
Bahkan operator yang 35 persen sahamnya dikuasai oleh Singapore Telecommunication (SingTel) itu sedang bersiap mengajukan banding atas putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
"Tentu kami akan mengajukan kasasi atas putusan pailit tersebut," kata Head of Legal Counsel Telkomsel, Irfan Tachrir.
Irfan menjamin operasional dan layanan Telkomsel akan tetap berjalan seperti biasa.
"Layanan tetap tidak terpengaruh, semua berjalan normal," ujarnya.
Praktisi Hukum Kepailitan Ricardo Simanjuntak mengatakan pada dasarnya pelanggan Telkomsel tak perlu khawatir secara berlebihan karena putusan pailit tidak secara otomatis membuat operasional perusahaan terhenti.
"Konsumen tak perlu khawatir. Putusan pailit bukan berarti operasional perusahaan langsung berhenti," kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Kurator.
Ia menambahkan, berdasarkan UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pemegang Utang, setelah putusan pailit dibacakan, kurator harus segera mendata aset dan juga utang perusahaan.
Jika berdasarkan perhitungan perusahaan dinyatakan tetap bisa dilanjutkan maka kurator harus tetap melanjutkan aktivitas perusahaan.
"Kurator harus menjaga nilai aset perusahaan. Dalam kondisi seperti ini, konsumen tidak perlu khawatir," ungkapnya.
Menurut dia, konsumen boleh saja merasa was-was, jika kurator menyatakan operasional perusahaan sudah tidak menguntungkan.
Jika hal ini yang terjadi, maka Telkomsel dapat dinyatakan insolven atau tidak mampu membayar utang dan operasional perusahaan tidak dapat dijalankan seperti sedia kala.
Ricardo menjelaskan, jika operasional perusahaan tidak menguntungkan, maka akan mengurangi nilai "boedoel" pailit, akibatnya, hak kreditor akan dirugikan.
Kalaupun Telkomsel akhirnya berada dalam keadaan insolven, Ricardo berharap kurator dapat mencari langkah strategis ketimbang menjual boedel pailit secara parsial. "Jangan sampai aset pailit dijual sebagai rongsokan."
Mengingat 112 juta pelanggan raksasa seluler itu hampir pasti menginginkan operator itu bisa lolos dari lubang kepailitan.
(H016)
Ujian 'Pailit' Bagi Raksasa Seluler
Jumat, 21 September 2012 14:45 WIB