Sebelum Shalat Tarawih berjamaah,
Sutarmidji berkesempatan memberikan tausiyah kepada jamaah Masjid Nurbaitullah.
Dalam tausiyahnya, dia menjelaskan riwayat awal mulanya adzan dijadikan sebagai
cara mengingatkan dan memanggil umat Islam untuk shalat tepat pada waktunya.
Ada banyak saran dari sahabat sebagai tanda masuknya waktu shalat dan memanggil
orang untuk shalat berjamaah, mulai dari membunyikan lonceng hingga meniup
terompet.
"Tapi banyak sahabat juga yang kurang setuju bahkan ada yang terang-terangan menolaknya. Alasannya sederhana saja, itu adalah cara-cara lama yang biasanya telah dipraktikkan oleh kaum Yahudi," jelasnya.
Abu Daud mengisahkan, lanjutnya, bahwa Abdullah bin Zaid ra meriwayatkan : "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk sholat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja."
Lalu orang itu berkata lagi, maukah ia diajari cara yang lebih baik. Dan ia menjawab mau. Lalu dia berkata lagi, dan kali ini dengan suara yang amat lantang, "Allahu Akbar, Allahu Akbar..."
Ketika esoknya ia bangun kemudian menemui Rasulullah SAW dan menceritakan perihal mimpi itu kepada beliau. Dan beliau berkata," Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang."
"Ternyata, mimpi serupa dialami pula oleh Umar r.a, ia juga menceritakannya kepada Rasulullah SAW. Nabi Muhammad, SAW bersyukur kepada Allah SWT atas semua ini," tutup Sutarmidji mengakhiri tausiyahnya.