Pontianak (Antara Kalbar) - Bunyi dentuman ledakan menggelegar seperti layaknya suasana pertempuran sudah menjadi hal yang biasa pada setiap malam Lebaran di Kota Pontianak. Betapa tidak, hampir di sepanjang tepian Sungai Kapuas berjejer meriam-meriam yang saling berhadapan layaknya sedang bertempur.
Namun pemandangan itu bukanlah meriam sungguhan yang digunakan untuk berperang melainkan hanya meriam yang terbuat dari kayu gelondongan dan karbit sebagai bahan bakar untuk menimbulkan bunyi yang sangat keras atau lebih dikenal dengan meriam karbit. Tradisi permainan rakyat meriam karbit yang kerap dimainkan setiap malam menyambut Hari Raya Idul Fitri di Kota Pontianak tak pernah sepi dari pengunjung yang antusias menyaksikan dentuman bunyi meriam yang membahana.
Tak terkecuali menyambut Hari Raya Idul Fitri 1434 Hijriyah, meriam karbit menjadi tontonan wajib masyarakat Kota Pontianak bahkan turis mancanegara pun ikut menyulut meriam karbit.
Permainan rakyat ini diakomodir dalam Festival Meriam Karbit 2013 oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak bekerja sama dengan Forum Meriam Karbit yang secara resmi dibuka Walikota Pontianak, Sutarmidji, Rabu (7/8) malam di pinggiran Sungai Kapuas Gg Landak Kelurahan Benua Melayu Laut.
Festival ini diikuti sebanyak 40 peserta dengan jumlah keseluruhan 300 meriam karbit.
Sebagai bentuk apresiasi terhadap permainan tradisional yang banyak menarik minat masyarakat dan wisatawan, Sutarmidji secara pribadi menambah dengan melipatgandakan hadiah bagi pemenang festival meriam karbit yang semula telah disiapkan oleh panitia. Hadiah juara pertama semula sebesar Rp 10 juta menjadi Rp 20 juta, kedua semula sebesar Rp 8 juta menjadi Rp 16 juta dan hadiah ketiga semula hanya Rp 6 juta ditambah menjadi Rp 12 juta.
“Sudah sepantasnyalah hadiah bagi pemenang ditambah karena biaya untuk membuat sebuah meriam itu mahal sekali dan karbit yang digunakan sebagai bahan bakar untuk membunyikan meriam juga banyak hingga puluhan kilogram,†ujarnya.
Menurut Midji, meriam karbit memiliki nilai historis terhadap awal mula berdirinya Kota Pontianak. Secara rinci, dijelaskannya, saat Sultan Syarif Abdurrahman akan mendirikan Masjid Jami’, penentuan lokasinya dilakukan dengan cara menembakan meriam dan tempat jatuhnya peluru tersebutlah ditentukan sebagai tempat dibangunnya Masjid Jami’ yang bersejarah.
Setelah itu, untuk menentukan tempat dibangunnya istana, Sultan pun kembali menembakkan meriam dan lokasi peluru yang jatuh tersebut didirikanlah Istana Keraton Kadriyah yang hingga saat ini masih berdiri kokoh. Masih dengan cara yang sama, penentuan tempat peristirahatan terakhir juga ditentukan cara tersebut dan Makam Batu Layang sebagai tempat dimakamkannya keluarga kerajaan. “Bangunan-bangunan itu garis simetris lurus menghadap kiblat dan ini erat kaitannya dengan sejarah berdirinya Kota Pontianak,†jelasnya.
Sutarmidji menilai, permainan rakyat seperti meriam karbit ini perlu terus ditumbuhkembangkan dengan menjadikannya sebagai even-even wisata di Kota Pontianak untuk menarik minat wisatawan berkunjung ke kota yang dikenal sebagai Kota Khatulistiwa ini. “Kita jadikan meriam karbit ini sebagai salah satu obyek wisata unggulan Kota Pontianak. Kita juga akan kembali menggelar festival meriam karbit seperti ini pada perayaan Hari Jadi Kota Pontianak tahun ini yang jatuh pada bulan Oktober,†pungkasnya.
Meriam karbit terbuat dari batang pohon dengan ukuran panjang meriam dapat mencapai 7 meter dan diameter 1,5 meter. Setiap kali pengisian meriam ini membutuhkan 0,25 kg karbit. Dentuman meriam ini dapat terdengar dalam radius 2 km. Meriam ini dimainkan masyarakat yang bermukim di sepanjang tepian Sungai Kapuas hingga tiga hari setelah Lebaran.
Wali Kota Resmikan Festival Meriam Karbit 2013
Kamis, 8 Agustus 2013 9:16 WIB