"Saat ini jumlah dokter hewan di Indonesia tidak lebih dari 12 ribu orang, sedangkan kebutuhan terhadap profesi tersebut mencapai 20 ribu orang. Jadi, jumlahnya masih kurang sekitar 8.000 orang," katanya di Yogyakarta, Kamis.
Padahal, kata dia, tingkat kebutuhan terhadap profesi dokter hewan sangat tinggi di berbagai lini. Ada 38 bidang yang membutuhkan profesi tersebut di antaranya bidang teknologi pangan, kesejahteraan hewan, karantina, pengajaran, riset, pemasaran, publikasi, dan ekonomi.
"Pertambahan jumlah dokter hewan di Indonesia belum signifikan, padahal sudah lebih dari satu abad pendidikan dokter hewan di Indonesia diselenggarakan," katanya.
Ia mengatakan hingga saat ini ada 10 perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan dokter hewan di Indonesia. Namun, 10 perguruan tinggi tersebut belum mampu meluluskan dokter hewan dalam jumlah yang banyak setiap tahun.
"Untuk Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) saja sejak 68 tahun lalu sampai sekarang baru meluluskan total 4.342 dokter hewan," katanya.
Menurut dia, dokter hewan harus selalu berjiwa "long life learner". Hal itu dilakukan dengan terus meng-"update" ilmu dan keterampilan melalui berbagai pelatihan dan pendidikan berkelanjutan.
"Hal itu penting karena dalam beberapa tahun terakhir bermunculan penyakit zoonosis baru seperti MERS-CoV, Avian Influenza H5N1, H7N9, dan H10N8," katanya.
Ia mengatakan penyakit zoonosis tersebut menjadi tantangan bagi dokter hewan untuk meningkatkan perannya dalam upaya pengendalian penyakit yang bersumber dari hewan.
"Saat ini banyak muncul kasus penyakit baru yang bersumber dari hewan sehingga tuntutan terhadap profesi dokter hewan tinggi," katanya.
(B015/M008)