Pontianak (Antara Kalbar) - PT Pertamina (Persero) memberikan kemudahan dan menjamin agar stok gas tabung tiga kilogram atau subsidi di berbagai wilayah Indonesia tercukupi, namun konsumen yang "liar" agaknya memanfaatkan situasi tersebut.
Upaya tersebut seperti dengan melakukan operasi pasar jika diketahui atau ada laporan di suatu daerah mengalami kekurangan stok gas subsidi.
"Kami juga telah menyediakan layanan penjualan tabung gas tiga kilogram melalui jaringan SPBU," kata Direktur Pemasaran dan Perdagangan PT Pertamina (Persero) Ahmad Bambang.
Hal itu dilakukan oleh Pertamina, agar masyarakat tidak perlu lagi memikirkan masalah harga, serta kekosongan gas subsidi, karena penjualannya berdasarkan HET yang ditetapkan pemerintah.
"Selain itu, kami dengan cepat dan sigap melakukan operasi pasar, kalau mendapat informasi, terjadinya kekurangan stok gas subsidi di suatu daerah," kata Ahmad lagi.
Meskipun sebenarnya, menurut dia hingga saat ini stok gas subsidi cukup, sehingga masyarakat tidak perlu panik, dan cukup membeli gas subsidi di SPBU kalau memang mau aman, dalam artian harga yang dijual pasti sesuai dengan HET yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.
"Saat ini, stok gas subsidi malah melimpah, sehingga masyarakat tidak perlu panik dalam hal ini. Selain itu, harga gas subsidi juga tidak naik," katanya.
Ahmad mengimbau kepada masyarakat untuk berperan aktif melaporkan kepada Pertamina ke "call center" nomor (021) 500000 (bebas pulsa), apabila stok gas subsidi sulit di dapat atau malah harga jualnya mahal.
"Kami akan secepatnya merespons laporan, seperti melakukan operasi pasar terhadap titik-titik yang mengalami kekurangan stok gas subsidi," kata Ahmad.
Masyarakat juga diminta untuk melaporkan kalau ada agen atau pangkalan yang menjual gas di atas HET yang ditetapkan pemerintah setempat. "Jika ada dugaan pengoplosan gas tabung tiga kilogram ke tabung 12 kilogram, silakan laporkan ke kami atau pihak kepolisian terdekat agar segera ditindaklanjuti," katanya menegaskan.
Masyarakat umum, menurut dia juga harus memahami bahwa gas tabung tiga kilogram atau gas subsidi itu, hanya untuk rakyat miskin, bukan untuk golongan orang yang mampu, dan bukan untuk industri.
Konsumen liar
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Energi Sofyano Zakaria mengatakan konsumen gas subsidi dewasa ini cenderung sudah "liar".
Menurut dia, siapapun sepertinya berhak membeli gas subsidi itu, hal itu karena Peraturan Menteri ESDM masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang cenderung "abu-abu" tentang siapa pengguna dan penggunaan gas subsidi. Dan hingga kini pun peraturan itu belum direvisi oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Selain itu, pemda-pemda pun sepertinya `cuci tangan`, tidak melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pangkalan gas tabung tiga kilogram. Padahal mereka berkewajiban melakukan itu sesuai Peraturan Mendagri No. 17/2011 dan Permen ESDM No. 5/2011," katanya.
Sehingga menurut dia, harus ada penataan ulang pola distribusi gas subsidi. Pemda harusnya aktif berperan membina penyalur gas subsidi jangan hanya membuat aturan tentang HET, tetapi tidak dilakukan pengawasan.
Sofyano menambahkan pengguna gas subsidi dan non-subsidi pada dasarnya sama-sama rakyat Indonesia, karena itu seharusnya mereka mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama dari negara dan pemerintah.
Perpres No. 104/2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga Gas, Permen ESDM No. 26/2009 tentang Pendistribusian gas, dan Permen ESDM 28/2008 tentang Harga Jual Eceran Gas Tiga KG Untuk Rumah Tangga dan Usaha Mikro, ternyata tidak menetapkan pelarangan atau melarang rumah tangga orang mampu untuk menggunakan gas tiga KG, katanya.
Dari peraturan yang ada terkait gas subsidi, dapat disimpulkan dan dibuktikan bahwa sepanjang gas tiga kilogram digunakan untuk penggunaan pada rumah tangga, tanpa terkecuali rumah tangga mampu/kaya sekalipun dan juga usaha mikro, maka bukan merupakan pelanggaran.
"Peraturan yang ada terkait gas subsidi juga tidak menetapkan adanya sanksi jika ternyata gas subsidi dipergunakan bukan oleh rumah tangga miskin dan juga oleh non usaha mikro," ujarnya.
Dia meminta pemerintah tegas membuat aturan terkait masyarakat golongan mana yang berhak menggunakan gas subsidi. Sepanjang tidak adanya peraturan yang tegas dan jelas tentang pengguna gas subsidi, serta tanpa adanya pengawasan yang melekat tentang pengguna yang berhak, maka penggunaan gas bersubsidi menjadi "liar", dalam artian bisa dipergunakan oleh siapapun dan untuk apapun.
"Hal inilah yang menjadi penyebab terjadinya kekurangan ketersediaan gas subsidi atau `kelangkaan semu` di wilayah tertentu," ungkapnya.
Kelangkaan semu gas subsidi itu, menurut dia terjadi karena dipergunakan oleh semua pihak yang merasa berhak menggunakannya. Ini penyebabnya karena "abu-abunya" peraturan Menteri ESDM.
"Terjadinya kekosongan atau kelangkaan gas subsidi, apabila itu terjadi merata di suatu daerah tertentu dan terjadi untuk jangka waktu yang terus-menerus, dan menimbulkan antrean panjang," kata Sofyano menjelaskan.
Sedangkan jika kekosongan terjadi hanya pada beberapa pengecer, dan dikeluhkan oleh mereka, maka tidak bisa dinyatakan sebagai kekosongan atau kelangkaan gas subsidi, katanya.
Karena itu, pemerintah juga harus mengkaji kebijakan besaran subsidi gas tabung tiga kilogram, apalagi sejak tahun 2007 belum pernah dikoreksi.
Artinya pemerintah harusnya bersikap rasional terhadap besaran subsidi, agar masalah gas subsidi tidak menjadi masalah bagi pemerintah akibat harga minyak dunia yang fluktuatif, kata pengamat tersebut.
(A057/N005)
Artikel - Gas Subsidi Dan Konsumen "Liar"
Rabu, 18 Maret 2015 15:27 WIB