Pontianak (Antara) Kalbar - Direktur Puskepi Sofyano Zakaria menyatakan, penetapan harga BBM jenis premium dan solar harusnya berdasarkan harga acuan BBM di Singapura atau Mean of Plats Singapore (MOPS).
"Alasannnya karena sekitar 55 persen premium diimpor langsung dari negara luar sedangkan yang diolah oleh Pertamina sendiri hanya sekitar 45 persen. Selain itu minyak mentah yang diproses di kilang Pertamina 40 persennya adalah minyak mentah impor," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Oleh karena itu, mau tidak mau Pertamina harus menggunakan basis harga MOPS untuk menghitung harga pokok premium dan harga MOPS yang dihitung tentu saja berdasarkan harga rata-rata setidaknya dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, katanya.
Untuk BBM RON 92 harga MOPS rata-rata dalam empat bulan terakhir di tahun 2015 adalah sebesar 56,40 dolar AS/barel. Sementara nilai tukar rupiah rata-rata adalah Rp13.800 /dolar AS. Dengan demikian maka harga pokok dalam rupiah adalah sebesar Rp4.895 /liter (harga dasar premium).
Alpha bagi badan penyalur (Pertamina) untuk penggantian biaya penyediaan, biaya distribusi, biaya penyimpanan, jasa distribusi bagi SPBU dan Pertamina dihitung sebesar 20 persen dari harga dasar atau sebesar Rp979 /liter (sudah termasuk margin SPBU Rp285 /liter) harga dasar premium adalah Rp5.874 /liter, katanya.
Kemudian, biaya penugasan penyaluran BBM kepada badan penyalur (Pertamina dan badan usaha lain yang melaksanakan tugas penyaluran) sebesar dua persen dari harga dasar atau sebesar Rp117 /liter. Ini tentunya wajar dilakukan karena badan usaha menggunakan modal awal untuk penyediaan dan penyaluran BBM tersebut yang tentu saja ini harus diperhitungkan dan harus mendapat apresiasi yang setimpal secara bisnis, apalagi kenyataan yang ada bahwa pembayaran pemerintah kepada badan usaha biasanya terealisir dalam waktu paling cepat enam bulan, katanya.
Menurut dia, harga premium sebelum pajak menjadi Rp5.991 /liter,
pengenaan pajak Ppn 10 persen dari harga sebelum pajak atau sebesar Rp599,1 /liter. PBBKB (5 persen dari harga sebelum pajak) atau sebesar Rp300 /liter, sehingga harga Jual eceran Rp6.890 /liter. Ternyata kemudian masyarakat mendapati bahwa pemerintah mengumumkan bahwa harga premium ditetapkan menjadi sebesar Rp7.150 /liter sudah termasuk anggaran untuk ketahanan energi sebesar Rp200 /liter.
Sementara, perhitungan harga jual solar versi Puskepi, yakni harga MOPS rata-rata empat bulan terakhir 54.60 dolar AS/barel, dengan kurs rata-rata Rp13.800 /1 dolar AS. Nilai MOPS Rp4.739 /liter, alpha solar (20 persen) Rp948 /liter, kemudian harga dasar Rp5.687/liter, PPn (10 persen dari harga dasar) sama dengan Rp568,7 /liter, PBBKB (5 persen dari harga dasar) sama dengan Rp284 /liter, kata Sofyano.
Sehingga harga jual solar sebelum disubsidi pemerintah seharusnya adalah Rp6.540 /liter, kemudian harga Jual setelah disubsidi sebesar Rp1.000 /liter adalah Rp5.540 /liter. Harga jual eceran yang ditetapkan pemerintah setelah ditambah untuk anggaran ketahanan energi Rp300 /liter adalah Rp5.950 /liter.
"Jika saja pemerintah dan khususnya DPR RI memang berkehendak kuat mengurangi beban masyarakat atas harga BBM seharusnya mereka bersepakat merevisi UU terkait pajak (PPn dan PBBKB) agar pungutan PPn dan PBBKB bisa dihapuskan pungutannya dari harga jual BBM yang ditetapkan pemerintah. Jika itu dilaksanakan maka setidaknya harga jual BBM akan bisa dikurangi sekitar Rp900 /liter," ujarnya.
Namun jika itu dilaksanakan maka pemerintah harus kerja keras menggali pendapatan bagi penerimaan pajak setidaknya sekitar Rp42 triliun/tahun, kata Sofyano.
Puskepi: Penetapan Harga BBM Harus Berdasarkam MOPS
Sabtu, 26 Desember 2015 15:36 WIB