Pontianak (Antara Kalbar) - Asosiasi Kratom Borneo mendesak pemerintah agar membuka keran atau jalan seluas-luasnya bagi tata niaga kratom, yakni daun dari jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di pedalaman Kalimantan Barat, karena sangat diminati pasar dunia.
"Hingga saat ini, kami para eksportir tidak mampu memenuhi tingginya permintaan akan kratom tersebut, penyebanya karena hingga saat ini Balai Karantina Pertanian masih enggan menerbitkan Phytosanitary Certificate," kata Ketua Asosiasi Kratom Borneo, Suhairi di Pontianak, Jumat.
Ia menjelaskan, sertifikat itu adalah modal bagi para eksportir untuk mengirim kratom dalam jumlah besar ke negara-negara importir di belahan Eropa hingga Amerika Serikat.
"Kami belum paham kenapa sertifikat itu masih enggan diterbitkan," ungkapnya.
Menurut dia, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menerbitkan Permenkes No. 2/2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Regulasi yang diterbitkan 5 Januari 2017 itu tidak menyebutkan kratom atau mitragyna speciosa sebagai komoditas terlarang.
"Tidak ada kratom di dalam tiga golongan narkotika di Indonesia. Itu artinya, komoditas ini sah beredar dan diperdagangkan," ujar Suhairi.
Atas dasar itulah, Asosiasi Kratom Borneo menggelar seminar sehari di Kota Pontianak. Dengan mengusung tema Potensi Kratom sebagai Obat Tradisional.
Ketua pelaksana seminar, Faisal Putra Perdana mengatakan kratom sangat bermanfaat sebagai obat herbal.
"Bentuknya seperti bubuk teh dan kapsul. Jika komoditas ini bisa dikelola dengan baik akan sangat bermanfaat bagi kesehatan," ujarnya.
Sementara itu, Penasihat Asosiasi Kratom Borneo, Rudyzar Zaidar Mochtar mengakui bahwa kehadiran negara dalam tata niaga kratom sangat dibutuhkan. "Ketika negara sudah mengakui bahwa sebuah komoditas dinyatakan tidak terlarang secara hukum, maka sejatinya keran ekspor itu dibuka melalui sejumlah kebijakan," katanya.
Rudyzar menambahkan, dari sisi potensi, kratom di Kalbar cukup besar. Jika potensi tersebut tidak didukung dengan kebijakan, maka hal ini dapat merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat, sebab, mereka tidak tahu mau menjual kemana komoditas itu.
"Para eksportir tentu tidak berani mengambil risiko jika tidak ada jaminan komoditas ini bisa diekspor dalam jumlah besar. Saya kira risikonya terlalu besar sehingga pengusaha enggan memasoknya," kata Rudyzar.
Saat ini, menurut dia, eksportir hanya bisa mengekspor kratom dalam jumlah paket kecil. Ini berbanding terbalik dengan potensi besar kratom yang ada di pedalaman Kalbar.
"Selain sebagai salah satu bahan baku obat tradisional, kratom juga dapat diolah menjadi berbagai produk bermanfaat, diantaranya sebagai bahan pembuatan dupa, aroma terapi, loution, scrub muka, dan lilin," katanya.
(U.A057/B008)
Asosiasi Kratom Borneo Desak Pemerintah Buka "Keran" Ekspor Kratom
Jumat, 24 Februari 2017 15:29 WIB