Pontianak (Antara Kalbar) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui Dinas Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan, meminta masyarakat lebih intensif mengupayakan pencegahan penyebaran virus rabies, mengingat semakin bertambahnya jumlah korban akibat gigitan anjing pembawa virus rabies di daerah itu.
"Sampai saat ini, penyebaran virus rabies terus meluas sehingga jumlah korban pun bertambah. Tercatat hingga saat ini jumlah korban yang digigit hewan pengidap rabies sudah mencapai 1.006 orang," kata Kepala Dinas Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Pemprov Kalbar, Abdul Manaf di Pontianak, Rabu.
Dia menjelaskan dari jumlah itu, korban yang sudah divaksin sebanyak 873 jiwa. Kemudian jumlah korban meninggal dunia mencapai 13 jiwa, lalu dari hasil uji laboratorium, positif terinfeksi virus rabies sebanyak 23 jiwa.�
"Daerah tertinggi sebaran gigitan adalah Kabupaten Sanggau. Ada 423 kasus di kabupaten ini dengan jumlah korban meninggal dunia delapan orang dan hasil lab positif juga delapan," tuturnya.
Selain itu, kasus gigitan juga terjadi di Kabupaten Sintang, dengan 219 kasus, tiga korban meninggal dunia dan hasil uji positif dua. Selanjutnya Kapuas Hulu 104 kasus, satu korban meninggal dunia dan hasil uji lab dua orang.�
Bahkan kabupaten yang terpapar virus ini juga bertambah. Jika tahun 2016 terjadi di delapan kabupaten maka sekarang menjadi 11 kabupaten.�
Tingginya kasus tersebut membuat pihak Malaysia menuding Kalimantan sebagai pintu masuknya wabah rabies. Alasannya karena akses perbatasan yang terbuka sehingga tidak hanya lalu lintas manusia tapi juga hewan.�
"Jika ditelusuri harus diakui dan�tak bisa mengelak karena kasus ini sudah masuk ke Serian, Malaysia," katanya.
Manaf menyebutkan yang terpapar adalah daerah perbatasan. Kendati demikian belum ada kajian khusus dilakukan guna melihat hal tersebut. Hal yang memungkinkan, jelas Manaf, migrasi hewan, dimana anjing bisa berjalan sejauh 30 kilometer.�
Dia mencontohkan untuk kasus yang�baru saja terjadi di daerah Sekayam, Sanggau, dimana ada korban meninggal dunia akibat virus rabies.�Pihak dinas pun turun ke lokasi guna melakukan penyuluhan dan vaksinasi.�
"Hampir tiap hari ada laporan gigitan. Seperti kejadian di Sekayam, yang tidak dilaporkan ada korban gigitan," tuturnya.
Manaf menuturkan meningkatnya kasus rabies karena tidak dilakukannya vaksin ulang pada hewan yang sebelumnya sudah divaksin. Ia menyebutkan di daerah yang tertular virus, vaksinasi terhadap hewan harus dilakukan selama tiga tahun berturut-turut.�
"Seharusnya sudah jatuh tempo tapi tidak dilaksanakan vaksinasi, itu penyebabnya," katanya.
Menurutnya tidak dilakukannya vaksinasi ulang itu juga berkaitan dengan�keterbatasan SDM, anggaran dan vaksin.�
Belum lagi wilayah Kalimantan Barat yang begitu luas sehingga sulit menjangkau daerah satu dan lainnya dalam vaksinasi hewan pengidap virus rabies. Padahal vaksinasi sebagai langkah ampuh dalam menekan kasus itu.�
"Minimnya SDM untuk vaksinasi. Vaksin terbatas dan kawasan luas berbanding terbalik dengan jumlah petugas, belum lagi anggaran terbatas," jelas dia.
Menurut Manaf, minimal anjing yang divaksin itu 70 persen dari total populasinya. Namun cara itu belum dilaksanakan. Bahkan dinas belum mendapat data pasti mengenai populasi anjing di Kalbar.�
"Saat ini hanya data sementara saja," ucapnya.�
Faktor lainnya adalah kesadaran masyarakat masih rendah dalam melaporkan lalu lintas anjing, kucing dan kera dari satu daerah ke daerah lainnya.�
"Laporan yang kami terima masih ada yang memperjualbelikan, memindahkan, anjing dari satu daerah ke daerah lain," kata Manaf.�
Menurutnya, lalu lintas tanpa pengawasan itu menjadi peluang bertambahnya luasnya penyebaran virus rabies. Ia menilai hal yang sama juga terjadi di kabupaten/kota. Salah satunya terbentur masalah SDM dan anggaran yang terbatas.
Kendati demikian pemerintah provinsi sudah�berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Rencananya akan dilatih 180 tenaga vaksinator dari daerah setempat. Namun diutamakan dari daerah tertular virus rabies.�
"Prioritasnya dua orang. Nanti mereka tidak hanya vaksinasi di daerah tertular tapi bisa daerah lain juga. Jika perlu antar kecamatan," ujar dia.�
Kemudian mendapat bantuan vaksin untuk hewan serta�biaya operasional untuk tenaga vaksinator. Pemerintah pusat siap memberikan biaya operasional sebesar Rp15.000 untuk tenaga vaksinator. Hanya saja biaya itu akan disesuaikan dengan anggaran di daerah jadi Rp10.000.�
"Dengan catatan pemerintah provinsi juga terlibat di sana. Dan kami sudah mengajukan revisi dan semoga saling menguatkan," ujar dia.
Lalu untuk vaksin saat ini tersedia 58.000 VAR. Dengan jumlah 8.000 VAR dari APBD dan 50.000 VAR APBN. Pemerintah pusat siap menambah jumlah vasin tapi disesuaikan dengan populasi anjing.�
"Kami harapkan dukungan dari pemerintah kabupaten/kota," kata Manaf.
(U.KR-RDO/A039)
Pemprov Kalbar: Intensifkan Pencegahan Penyebaran Virus Rabies
Rabu, 12 Juli 2017 14:40 WIB