Jakarta (ANTARA) - PT PLN (Persero) menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Korea Carbon Co., Ltd. terkait implementasi teknologi carbon capture utilizaton and storage (CCUS).
Penandatanganan tersebut dilakukan di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Kamis (7/9).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo lewat keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan kerja sama tersebut dilakukan dalam rangka mengakselerasi transisi energi untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060.
Ia menegaskan PLN mendukung penuh upaya pemerintah untuk mengembangkan sektor energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dukungan itu diwujudkan melalui pemanfaatan teknologi ramah lingkungan seperti CCUS untuk menekan emisi karbon dari pembangkit berbahan bakar batubara.
"Ini adalah konsep besar di mana kami menunjukkan kepada dunia bahwa saat ini PLN memimpin upaya memerangi perubahan iklim di Indonesia. Kami telah menghapus 13 gigawatt energi fosil dari Rencana Usaha Penambahan Tenaga Listrik (RUPTL) dan kami akan melakukan pembersihan yang lebih besar lagi," kata Darmawan.
Ia memaparkan dalam upaya memerangi perubahan iklim global dibutuhkan kolaborasi sebagai kuncinya. Oleh karena itu, lewat kolaborasi semacam ini, Darmawan optimis peta jalan transisi energi sebagai upaya memerangi perubahan iklim akan lebih mudah dibanding berjalan sendiri.
"Jadi, saya telah mendengar banyak laporan tentang Karbon Korea yang merupakan salah satu lembaga terbaik, yang melibatkan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon. Banyak pola dan banyak inovasi,jadi saya menaruh banyak harapan pada kerja sama semacam ini," ungkap Darmawan.
Tujuan dari kolaborasi implementasi CCUS tersebut untuk meningkatkan keberlanjutan pembangkitan listrik dan menurunkan emisi karbonnya.
Menurutnya, upaya dekarbonisasi menggunakan CCUS itu dirasa strategis karena karbon yang ditangkap bisa dikonversi menjadi produk lain seperti metanol, asam format hingga dimetil eter. Sementara, untuk CO2 yang tidak dikonversi bisa digunakan untuk melakukan enhanched oil recovery (EOR) atau enhanched gas recovery (EGS).
”Tentu saja ini tak lepas dari visi besar pemerintah untuk melakukan transisi energi," ujarnya.
Darmawan juga mengungkapkan saat ini PLN memiliki potensi 37,6 gigawatt (GW) pembangkit batu bara dan gas yang siap dipasang teknologi CCUS. Dengan teknologi tersebut, emisi karbon yang dihasilkan dari proses produksi listrik dapat dikurangi secara masif.
Dalam MoU dengan Karbon Korea itu, ia mengatakan kedua pihak sepakat untuk segera melakukan studi bersama terkait pengembangan energi berkelanjutan, sharing knowledge, dan peningkatan kapasitas pegawai PLN.
Dijelaskan juga bahwa studi bersama tersebut merambah tidak hanya dari sisi teknis tetapi juga komersial CCUS.
Selain itu, PLN juga tetap membuka pintu kerja sama dengan berbagai pihak lain terkait implementasi CCUS. Darmawan mengatakan besarnya biaya implementasi menjadi kendala penerapannya.
Untuk itu, kata dia, diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak dan insentif dari pemerintah agar penerapan teknologi CCUS lebih terjangkau.
Advisor Korea Carbon Won-Dong Cho mengapresiasi atas upaya transisi energi yang dilakukan PLN. Ia mengatakan MoU tersebut merupakan langkah lanjutan dari pertemuan yang telah dilakukan sebelumnya.
"Saya harus mengucapkan terima kasih kepada PLN di bawah kepemimpinan Pak Darmawan. Ini adalah awal, kami mencoba, dan kali ini kami hadir di Jakarta untuk komitmen," kata Won-Dong Cho.
Ia pun mengungkapkan Korea Carbon pada awalnya datang ke Indonesia untuk menghadiri acara seremonial Presiden RI Joko Widodo. Namun, komitmen Korea Carbon dalam mengakselerasi transisi energi membawa mereka untuk dapat menandatangani kesepahaman berbagai kerja sama dengan PLN dalam memerangi perubahan iklim global.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: PLN dan perusahaan Korsel kerja sama implementasi teknologi CCUS