Pontianak (ANTARA) - Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan tengah menyiapkan program strategis bertajuk Gema Membangun Desa yang diluncurkan pada 2026, sebagai upaya percepatan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih tergolong rendah di kawasan regional Kalimantan dan nasional.
"IPM kita masih rendah, bahkan di bawah Kalimantan Utara yang notabene provinsi baru. Di regional Kalimantan kita berada di posisi kelima, dan secara nasional di peringkat ke-30 dari 38 provinsi. Ini menjadi perhatian serius kami," kata Gubernur Ria Norsan dalam dialog bersama mahasiswa yang tergabung dalam BEM se-Kalimantan Barat, di Pontianak, Kamis.
Baca juga: Gubernur Kalbar Ajak ASN Manfaatkan Pinjaman Usaha untuk Bekal Pensiun
Menurutnya, pembangunan di Kalbar harus dilakukan secara terbalik, dari desa ke kota, untuk memastikan pelayanan dasar menjangkau masyarakat di wilayah pedalaman.
Program Gema Membangun Desa akan melibatkan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) dan instansi vertikal untuk hadir langsung ke desa-desa, memberikan layanan terpadu dalam bidang pendidikan, kesehatan, kependudukan, hingga keimigrasian.
"Misalnya dinas pendidikan membuka layanan pendidikan nonformal, dinas kesehatan aktifkan kembali posyandu, lalu layanan kepolisian, pajak, imigrasi digabungkan dalam satu kunjungan terpadu. Dari desa inilah kita dorong peningkatan IPM secara konkret," tuturnya.
Gubernur Norsan menyebut bahwa Pemprov Kalbar akan memperluas akses pendidikan nonformal, seperti paket A, B, dan C, untuk menjangkau warga usia produktif yang tidak menyelesaikan pendidikan SMA.
"Ini penting untuk meningkatkan kompetensi dan daya saing tenaga kerja lokal," katanya.
Di bidang kesehatan, pemerintah daerah menargetkan penurunan angka stunting dengan memperkuat kembali posyandu dan memberikan intervensi gizi serta edukasi untuk ibu hamil dan balita.
"Kita juga akan galakkan gerakan makan ikan agar masyarakat paham pentingnya gizi, terutama di daerah nelayan yang justru mengalami gizi buruk karena hasil tangkapannya dijual semua," kata Norsan.
Baca juga: Pemprov Kalbar Fokus Perbaiki Infrastruktur Jalan dan Percepat Konektivitas Daerah
Di tempat yang sama, Ketua Koordinator BEM Kalimantan Barat Sheer Khan menilai meski IPM Kalbar meningkat dari 68 pada 2022 menjadi 71,19 pada 2024, capaian itu belum mencerminkan kemajuan menyeluruh.
"Dengan kekayaan alam seperti emas, bauksit, dan sawit, kita seharusnya bisa lebih dari itu. Banyak sektor belum berdampak langsung pada peningkatan taraf hidup masyarakat," kata Sheer.
Ia juga menyoroti rendahnya rata-rata lama sekolah di Kalbar, yakni 7,78 tahun, yang mencerminkan mayoritas penduduk hanya menamatkan pendidikan hingga SMP kelas dua. Ketimpangan kualitas pendidikan antara kota dan pedalaman juga menjadi sorotan.
"Di Desa Kuala Mandor A, ada sekolah dasar yang bangunannya roboh dan tidak punya perpustakaan. Pengajarnya pun bukan ASN, tapi warga yang sukarela membantu," kata dia.
Selain pendidikan, Sheer juga menyoroti minimnya akses air bersih. Ia menyebut warga di beberapa desa, hanya satu jam dari pusat kota Pontianak, masih menggunakan air parit sawit untuk mandi.
"Ini berisiko menimbulkan penyakit kulit dan gangguan kesehatan lainnya," tuturnya.
Ia juga mengingatkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Kalbar pada 2024 masih mencapai 4,88 persen, sedikit lebih tinggi dari rata-rata nasional, yang berdampak pada kemiskinan ekstrem.
"Masih ada sekitar 1.900 warga Kalbar yang masuk kategori kemiskinan ekstrem. Mereka hidup tanpa kepastian, bahkan untuk kebutuhan dua jam ke depan," ujarnya.
Sheer Khan menegaskan bahwa mahasiswa siap menjadi mitra kritis dan konstruktif dalam mendukung pembangunan daerah. Ia mendorong kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat sipil untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata.
"Kami mengapresiasi langkah Gubernur yang membuka ruang dialog dengan mahasiswa. Ini menjadi contoh fungsi kontrol sosial yang sehat dan demokratis," kata Sheer.
Baca juga: Ria Norsan ajak NGO kelola perhutanan sosial