Bengkayang (ANTARA) - Di tengah meningkatnya angka penderita penyakit tidak menular (PTM) di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, pemerintah daerah terus berpacu dengan waktu.
Data Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana kabupaten Bengkayang Tahun 2024 menunjukkan ada 34.034 kasus hipertensi. Itu menjadi penyakit yang paling banyak ditemukan atau 43,46 persen dari total sasaran pelayanan kesehatan sebanyak 78.314 jiwa. Jumlah tersebut meningkat drastis dibanding tahun 2020 dengan 11.662 kasus.
Peningkatan ini tak hanya terjadi pada hipertensi. Diabetes melitus, misalnya, juga menunjukkan tren yang sama. Dari 1.794 kasus pada 2020, jumlahnya naik menjadi 4.244 kasus pada 2024.
“Hipertensi, diabetes, kanker serviks dan kanker payudara adalah empat penyakit prioritas yang menjadi fokus kami,” kata Arya HM Purba, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Bengkayang, kepada ANTARA, pertengahan Mei.
Untuk mengatasi hal itu, pemerintah daerah setempat gencar menjalankan strategi utama pemerintah untuk mendidik masyarakat melalui program CERDIK. Program itu merupakan akronim dari Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres.
Program ini menyasar masyarakat usia produktif (15–59 tahun) yang di Bengkayang mencapai 135.071 jiwa atau sekitar 67,82 persen dari populasi target.
“Cek kesehatan secara berkala sangat penting. Banyak warga enggan datang ke layanan kesehatan karena takut tahu penyakitnya. Padahal justru dengan tahu, kita bisa lebih cepat tanggap,” ujar Arya.
Meski pemerintah telah rutin menggelar sosialisasi di desa dan sekolah, Arya mengakui bahwa tantangan besar masih membayangi. Tingkat pengetahuan masyarakat, ketakutan terhadap hasil diagnosis, dan kondisi geografis Bengkayang yang terdiri dari pegunungan dan daerah pesisir menjadi hambatan signifikan.
“Tidak semua warga bisa dengan mudah ke puskesmas. Karena itu, kami juga jemput bola dengan membentuk posbindu (pos pelayanan terpadu) untuk pencegahan PTM di setiap puskesmas,” ujarnya.
Penyakit tidak menular bukan hanya soal statistik medis, tetapi berdampak langsung pada sosial dan ekonomi masyarakat. Seseorang yang sakit akan kehilangan produktivitas dan akhirnya berdampak pada penghasilan.
Misalnya, seorang pekerja yang terus sakit-sakitan pasti penghasilannya akan berkurang. Ujung-ujungnya, ekonomi keluarga yang bersangkutan bakal terdampak. Efek domino itu yang berupaya dicegah dengan program CERDIK.
Meski tantangan belum usai, pemerintah Kabupaten Bengkayang tetap optimistis. Data kenaikan kasus PTM menjadi peringatan penting, namun juga peluang untuk memperkuat upaya promotif dan preventif.
“Sosialisasi akan terus kami gencarkan. Harapan kami, semakin banyak masyarakat yang sadar pentingnya cek kesehatan dan hidup sehat,” kata Arya.
Dengan kombinasi edukasi, layanan jemput bola, dan strategi CERDIK yang terintegrasi, Bengkayang berharap bisa menahan laju peningkatan penyakit tidak menular dan membangun masyarakat yang lebih peduli terhadap kesehatannya sendiri.
Harapannya, jika masyarakat sadar sejak dini, maka risiko kematian dan kecacatan akibat PTM bisa ditekan. Jika kualitas hidup pribadi meningkat, produktivitas pun terjaga. Kesadaran akan hal itu penting, karena kesehatan bukan hanya urusan pribadi, tapi juga urusan yang menyangkut produktivitas masyarakat secara luas.
Selain layanan medis, edukasi dilakukan di berbagai lini. Di sekolah-sekolah, anak-anak diajak memahami pentingnya aktivitas fisik dan pola makan seimbang. Di desa, kader posbindu aktif mendatangi rumah-rumah, mengukur tekanan darah tiap-tiap orang, memantau kadar gula, dan memberikan penyuluhan singkat.
Di kalangan medis, penyakit tidak menular itu dikenal sebagai serangan senyap. Mereka datang perlahan, tanpa gejala jelas. Tapi ketika menyerang, bisa sangat mematikan.
Arya HM PurbaIa kembali menekankan bahwa gaya hidup adalah akar utama dari PTM. Gula berlebih, makanan cepat saji, kebiasaan merokok, dan kurang gerak adalah pemicu utamanya.

Pemeriksaan gratis hingga perbatasan
Program Cek Kesehatan Gratis menjadi strategi tambahan dalam menyasar masyarakat, terutama mereka yang tinggal di wilayah perbatasan seperti Kecamatan Jagoi Babang. RSUD Jagoi Babang, misalnya, menjadi salah satu garda depan dalam menghadirkan layanan ini.
“Program ini untuk mengurangi kesenjangan layanan antara wilayah kota dan perbatasan,” kata Plt Direktur RSUD Jagoi Babang Noverita Irmayati.
“Manfaatnya sudah dirasakan masyarakat yang sebelumnya kesulitan mengakses layanan medis," kata dia menambahkan.
Di seluruh Kabupaten Bengkayang, dari 17 puskesmas yang ada, semuanya telah menjalankan layanan pemeriksaan gratis ini. Cakupan layanannya luas, dari bayi baru lahir hingga lansia, termasuk deteksi dini kanker, tekanan darah, gula darah, hingga kesehatan jiwa dan kebugaran.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Bengkayang Rosalina Nungkat, program ini merupakan bagian dari visi besar Indonesia Emas 2045.
“Tujuannya adalah deteksi dini, agar tidak menjadi penyakit serius dan menurunkan risiko kecacatan dan kematian,” ujarnya.
Hingga triwulan pertama 2025, pemeriksaan di Bengkayang sudah mencapai 75,09 persen. Dari 1.017 peserta terdaftar, sebanyak 633 orang telah menjalani pemeriksaan. Jumlah ini menempatkan Bengkayang di posisi pertama dari 14 kabupaten/kota di Kalimantan Barat dari sisi efektivitas pelaksanaan.
Dia berharap semakin banyak warga yang sadar akan pentingnya cek kesehatan berkala untuk mencegah penyakit yang lebih serius.
Robin (38), seorang warga Bengkayang, menjadi contoh perubahan nyata. Setelah didiagnosis kolesterol tinggi (200 mg/dL) dan asam urat (12 mg/dL) pada 2023, ia memutuskan mengubah gaya hidup secara drastis.
Dia menjalani diet, puasa intermiten, dan olahraga secara rutin.
“Awalnya sulit. Tapi saya tidak mau bergantung obat seumur hidup. Sekarang kolesterol saya sudah 180 mg/dL dan asam urat 5 mg/dL,” ujar Robin.
Ia kini menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan minuman manis.
“Saya sadar kalau hipertensi tidak dikontrol bisa berujung stroke. Mencegah jauh lebih mudah daripada mengobati," ujarnya.
Robin kini menjadi motivator informal gaya hidup sehat di lingkungan sekitarnya. Ia mengajak orang-orang untuk tidak takut memeriksakan kesehatan dan jangan menunggu sakit baru bertindak.
“Mencegah itu jauh lebih murah dan tidak menyakitkan dibanding mengobati,” kata dia.
Dia mengaku pada awalnya menjalani pola hidup sehat memang susah. Apalagi ketika meninggalkan makanan-makanan yang dulu jadi favorit. Tapi sekarang dia merasakan manfaatnya.
"Saya lebih segar, lebih aktif, dan nggak gampang sakit,” ujar Robin sambil tersenyum.
Berbagai program pemerintah untuk menyehatkan warganya sudah banyak digelar. Tinggal pilihan gaya hidup masing-masing individu; semakin bergaya hidup sehat, semakin jauh ancaman PTM.