Jakarta (ANTARA) - Kementerian Sosial (Kemensos) memulai kegiatan orientasi bagi siswa Sekolah Rakyat di Sentra Efata Kupang, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Program ini dirancang untuk menguji kesiapan anak untuk tinggal terpisah dari orangtua dan kesiapan orangtua untuk melepas anaknya diasuh di Sekolah Rakyat kelak,” ujar Kepala Sentra Efata Kupang Tota Oceanna Zonneveld dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Rabu.
Ia menceritakan seratus anak dari keluarga miskin ekstrem memulai perjalanan baru di Sekolah Rakyat Kupang.
Didampingi orang tuanya, kata Tota, anak-anak itu sibuk menjalani hari pertama orientasi di aula sederhana milik Sentra Efata Kementerian Sosial.
Di antara mereka, sepasang orangtua penyandang disabilitas netra tampak antusias mengantar putranya. Meski dengan penglihatan terbatas, semangat mereka tiada batas.
Tota menjelaskan mereka akan tinggal di sentra dan hidup terpisah dengan orang tuanya selama empat hari tiga malam, mulai dari tanggal 17 hingga 20 Juni 2025.
Selama masa orientasi, lanjutnya, anak-anak akan disuguhi berbagai kegiatan. Mereka akan dibiasakan dengan jadwal terstruktur, dari bangun pagi hingga saatnya tidur.
Orientasi juga menjadi ajang untuk saling mengenal, mengingat mereka berasal dari lingkungan berbeda.
Anak-anak juga akan menjalani sesi Belajar Bareng, dimana mereka diajak menggali minat, harapan, dan motivasinya terhadap sekolah dan masa depan.
Sore harinya, suasana akan dihangatkan dengan aktivitas olahraga, seperti voli, sepak bola, bulu tangkis, dan tenis.
Kegiatan yang tentunya bukan sekadar untuk kebugaran, tapi juga untuk menumbuhkan keceriaan dan kekompakan.
“Orientasi ini kami selenggarakan setelah mencermati kondisi di lapangan yang menunjukkan fakta bahwa terdapat beberapa calon siswa yang tidak siap mengikuti program Sekolah Rakyat meskipun namanya masuk dalam prioritas,” ujar Tota.
Tahapan rekrutmen siswa Sekolah Rakyat di Efata Kupang sudah selesai dan ditetapkan Bupati Kupang pada 14 Juni 2025.
Ia menyebutkan sebanyak 100 siswa yang tergabung dalam empat rombongan belajar akan memulai kegiatan belajar tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada Juli mendatang.
Para siswa datang dari berbagai latar belakang, termasuk beberapa di antaranya anak-anak yang orang tuanya berasal dari Timor-Timor, namun memeluk kewarganegaraan Indonesia.