Jakarta (ANTARA) - Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Slipi, Palmerah, Jakarta Barat menekankan pentingnya titik kendali kritis (critical control point/CCP) untuk menjamin kualitas produk Makan Bergizi Gratis (MBG) serta mencegah terjadinya kejadian luar biasa, seperti keracunan.
"Kurang lebih 10-11 bulan kita melaksanakan tugas ini, kita melayani siswa, tidak ada satu pun terjadi persoalan seperti kejadian luar biasa (misalnya keracunan). Sebetulnya kejadian ini kita bisa minimalisir apabila kita betul-betul menjaga critical control point," kata Koordinator SPPG Wilayah Jakarta Barat, Yudha Permana di SPPG Palmerah, Selasa.
Adapun CCP secara umum adalah prosedur proses produksi pangan yang pengendaliannya penting untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi bahaya keamanan pangan hingga tingkat yang dapat diterima.
Yudha mengatakan bahwa pihaknya menerapkan CCP sejak pembuatan menu yang mesti memenuhi angka kecukupan gizi (AKG).
"Kita pastikan AKG-nya terpenuhi. Kemarin beberapa waktu sering ada persoalan terkait susu yang ada gulanya. Itu sudah dipastikan bahwa setiap pelatihan yang diberikan dari BGN (Badan Gizi Nasional) untuk tidak menggunakan susu yang kadar gulanya tinggi," katanya.
Selanjutnya, pada tahap persiapan akan ada pengawasan saat datangnya bahan baku dari pihak penyedia.
"Ketika supplier itu sampai, petugas ahli gizi dan tim persiapan kita mengecek. Contoh ayam, apakah ayamnya itu fresh atau tidak? Kami pastikan itu," kata Yudha.
Bahan baku yang sudah disortir akan dibersihkan, lalu disimpan dalam lemari pendingin dengan kategori yang sudah ditentukan.
"Kita pastikan bahwa di dalam proses persiapan itu terpisah, antara protein nabati, hewani, kemudian sayur. Kenapa sih kita harus pisah, agar tidak terjadi kontaminasi silang," ucapnya.
Menurutnya, kontaminasi silang antarbahan baku dapat menyebabkan penyebaran bakteri Salmonella.
"Setelah persiapan, kita masuk ke dalam proses pengolahan. Pengolahan ini itu yang melaksanakan adalah penjamah makanan, sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) Badan Gizi Nasional," kata dia.
Selain itu, para pekerja juga mendapat pelatihan penjamah makanan dari Dinas Kesehatan. "Jadi dipastikan seluruh pegawai, totalnya ini ada 50 orang, semuanya punya sertifikat penjamah makanan," tutur Yudha.
Dengan adanya sertifikasi tersebut, kata dia, para pekerja paham dan patuh terhadap penggunaan APD, seragam dan standar kebersihan lainnya.
"Sudah kita lakukan kerja sama dan kolaborasi dengan dinkes terdekat, kita berkolaborasi dengan puskesmas gitu ya, untuk melakukan sertifikasi penjamah makanan," kata dia.
Selanjutnya, di dalam proses pengolahan akan dijaga temperatur kematangan, sehingga dipastikan seluruh bahan baku itu matang agar bakteri-bakteri alami dalam bahan baku nanti akan mati lewat proses pemasakan.
Kemudian, untuk mencegah makanan cepat basi, masakan akan didinginkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam ompreng (wadah makanan).
"Agar ketika nanti ditutup tidak ada keringat gitu ya. Ketika ada keringat, dia nanti bisa menimbulkan bau. Nah, itu yang terkadang bisa menyebabkan basi," ucap Yudha.
Persiapan distribusi
Setelah dipastikan dingin, pegawai SPPG akan menutup rapat makan tersebut di dalam wadah (ompreng). Kemudian masing-masing diikat lima ompreng.
"Yang tadi kenapa kok dibuat rapat gitu ya? Karena kontaminasi bisa terjadi tidak hanya di dapur, tetapi pada saat proses pendistribusian sampai dengan sekolah. Ketika sudah sampai di dalam mobil dipastikan ompreng itu selalu rapat agar tidak terjadi kontaminasi di dalam mobil," ucapnya.
Kemudian ketika sudah sampai di sekolah, ompreng selalu berada di meja atau palet, sehingga wadah MBG itu tidak diletakkan di lantai.
"Itu salah satu bentuk kami untuk selalu menjaga agar makanan ini terjaga, mulai hulu sampai hilirnya itu terjaga agar tetap higienis, dan nantinya bisa nyaman dimakan oleh siswa," kata Yudha.
Namun sebelum MBG itu didistribusikan, pihaknya juga melakukan food testing untuk menentukan apakah makanan ini layak atau tidak untuk di distribusikan.
"Nah, kan dari mulai dia mengetes otomatis tau nih, apakah makanan ini basi atau tidak? Nah, begitu, itu yang proses yang kami lakukan agar menjaga makanan MBG yang terdistribusi ini dalam kondisi yang selalu baik," ucapnya.
Saat ini petugas di SPPG Palmerah mencapai 50 orang, mulai dari petugas persiapan, pemorsi, petugas cuci, sopir, petugas kebersihan, petugas keamanan, humas, akuntan, ahli gizi dan Kepala SPPG.
"SPPG ini melayani 12 sekolah, ditambah yaitu adalah golongan 3B atau Busui, Bumil, dan Balita itu di 328. Total kita pendistribusian di angka 3.716 (penerima manfaat)," kata Yudha.
