Palu (ANTARA) - Guru Besar Pemikiran Islam Modern IAIN Palu Prof Dr KH Zainal Abidin MAg akan menyampaikan peran moral idul kurban pada khutbah Idul Adha 1440 hijriah yang akan digelar di Stadion Gawalise Jalan Padanjakaya, Kelurahan Duyu Kecamatan Tatanga, Palu.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu yang dikenal sebagai tokoh pemersatu umat antaragama di Sulteng itu akan menyampaikan khutbah tentang "Reaktualisasi pesan moral idul kurban bagi terwujudnya masyarakat yang harmonis dalam kebhinekaan".

"Jika Idul Fitri merupakan manifestasi kemenangan atas nafsu, maka Idul Adha merupakan manifestasi dari ketulusan berkorban, kerendahhatian untuk melakukan refleksi historis dalam mengenang perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail," kata Prof Zainal Abidin di Palu, Sabtu.

Idul Adha, kata Rektor Pertama IAIN Palu itu bahwa sejatinya merupakan kesinambungan "jalan kesalehan sosial spiritual" dari Idul Fitri.

Ketua FKUB Sulteng itu menyebut, kedua hari raya tersebut bermuara pada nilai-nilai kepedulian, ketakwaan, dan kesalehan sosial berupa ketulusan memaafkan, pentingnya silaturahim, dan etos berbagi yang disimbolkan dengan zakat fitrah pada idul fitri dan daging kurban pada idul adha.

Kedua hari raya itu berangkat dari panggilan iman dan berbuah kemanusiaan universal, terutama aktualisasi nilai-nilai hak asasi manusia, seperti dikumandangkan Nabi Muhammad saw dalam khutbah wadanya di saat wukuf di Arafah.

Pesan Nabi Muhammad SAW dalam khutbah wadanya di saat wukuf di Arafah, menurut Zainal Abidin berbunyi, "Wahai manusia, tidak ada perbedaan antara orang Arab dengan bukan Arab, orang putih dengan orang hitam, kecuali takwanya. Manusia adalah anak cucu Adam, dan Adam (diciptakan) dari tanah".

Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat itu mengemukakan, sebagai seorang Muslim, yang telah bersaksi sebagai pengikut Muhammad SAW, sudah sepatutnya berkiblat kepada isi khutbah itu yaitu bagaimana seorang Muslim hidup berdampingan dengan kelompok lain, dalam sebuah masyarakat yang plural.

"Muhammad SAW telah wafat 15 abad yang lalu, namun gaung keberhasilannya sebagai pemimpin tak pernah berlalu, salah satunya adalah membentuk Madinah menjadi sebuah Negara Multikultur dengan berbagai latar belakang, disatukan melalui sebuah Piagam yang dikenal dengan “Piagam Madinah” yang oleh para pakar sejarah disebut sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia yang lebih tua dari piagam magna charta.

"Madinah oleh Nabi Muhammad SAW dijadikan negara plural yang menjunjung tinggi prinsip tasamuh (toleransi), serta berhasil menyampaikan misi utamanya, menegakkan kalimat tauhid tanpa melukai prinsip toleransi," sebut Rois Syuriah Nahdlatul Ulama Sulteng itu.


 

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019