Dulu ketika susun itu (ketentuan) perusahaan masih dianggap belum bisa produksi, sekarang dengan perkembangan, ternyata itu (TPT) sudah bisa diproduksi,.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menyebutkan bahwa ketentuan terkait impor kelompok tekstil dan produk tekstil (TPT) akan direvisi bersama dengan Kementerian Perdagangan untuk menyesuaikan dengan kemampuan perusahaan saat ini.

"Dulu ketika susun itu (ketentuan) perusahaan masih dianggap belum bisa produksi, sekarang dengan perkembangan, ternyata itu (TPT) sudah bisa diproduksi," katanya di Perusahaan Logistik Berikat (PLB) di Jakarta Utara, Jumat.

Menurut dia, aturan tersebut yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64 tahun 2017 yang membagi TPT menjadi dua kelompok yakni A dan B.

Kelompok A, lanjut dia, berisi barang yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri sehingga syarat impor TPT lebih ketat, tujuannya untuk melindungi industri dalam negeri.

Syarat itu yakni memerlukan rekomendasi Kementerian Perindustrian, persetujuan impor dan kuota dari Kementerian Perdagangan serta laporan dari Surveyor.

Baca juga: Menkeu pastikan impor tekstil ilegal tidak melalui PLB

Kelompok B, tidak begitu ketat dibandingkan kelompok A karena kelompok B menandakan barang TPT tersebut belum diproduksi di dalam negeri.

Syarat untuk impor dalam kelompok B lebih longgar yakni hanya memerlukan laporan Surveyor dan tidak memerlukan rekomendasi, persetujuan impor dan kuota.

Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia, ada lonjakan impor TPT yakni kain embroidery, renda, net dan lace yang masuk kelompok B dan belum bisa diproduksi di Indonesia.

Padahal, kenyataannya barang tersebut sudah diproduksi oleh perusahaan di Indonesia.

Tercatat ada lima perusahaan yang bisa memproduksi TPT yang sebelumnya masuk kelompok B itu yakni PT Budi Agung Sentosa, PT Dinar Sarana, PT Embroitex Jaya, PT Kewalram Indonesia dan PT Mas Sumbiri.

"Oleh karenanya, yang tadinya masuk ke kelompok B yaitu kempok yang lebih bebas menjadi lebih ketat (kelompok A)," ucapnya.

Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan ada 15 perusahaan yang melanggar aturan yakni mengaku mengimpor barang kelompok B tapi malah mengimpor barang kelompok A.

Baca juga: Pemerintah akan audit industri tekstil

Terkait dengan itu, Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan 15 perusahaan itu sudah diberikan sanksi fiskal.

"Maksudnya kalau bayarnya kurang, kami tambahkan plus denda. Tapi menyelundupkan, tidak memberitahukan, tertangkap, (kena) pidana," katanya.

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019