mereka memiliki kapasitas bergabung sebagai pengawas Pemilu
Jakarta (ANTARA) -
Pertemuan Badan Pengawas Pemilu Kota Jakarta Timur bersama sejumlah komunitas Betawi mulai dari seniman lenong hingga stand up comedy melakukan evaluasi Pemilu 2019.
 
"Hari ini kita mulai menggelar silaturahmi dengan sejumlah seniman dan tokoh Betawi di Jakarta Timur yang berbasis komunitas, sebab mereka memiliki kapasitas bergabung sebagai pengawas Pemilu," kata Ketua Bawaslu Jakarta Timur, Sahroji, di Jakarta.
 
Hal itu dikemukakan dalam acara "Pengembangan Pengawasan Partisipatif Melalui Sarana Budaya" yang digelar di sebuah hotel di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur, Senin siang.
 
Acara yang diikuti puluhan peserta dari komunitas Betawi, komunitas lenong, pantun Betawi dan komunitas stand up comedy dari kalangan pemuda Betawi digelar melalui dengar pendapat serta pertunjukan kesenian Betawi.
 
Kegiatan itu juga diwarnai sejumlah masukan dari para peserta terkait dengan berbagai kelemahan dalam sistem Pemilu DPR, DPRD, DPD dan Pilpres 2019.
 
"Yang krusial adalah potensi politik uang dalam kegiatan bazar. Ke depan perlu ada aturan pemilu yang jelas tentang bazar yang sangat rawan politik uang. Misalnya berkaitan dengan harga yang sangat murah dari pasaran. Penyelenggaranya juga perlu diatur secara jelas," kata salah satu peserta dari Komunitas Lenong, Danang.
 
Selain itu kritik juga dilontarkan perwakilan dari Komunitas Stand Up Comedy Jakarta Timur, Alif Baihaki, yang meminta adanya aturan yang jelas terkait kampanye di sejumlah sekolah atau lembaga pendidikan.
 
"Misalnya caleg yang berkampanye di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang merupakan tempat belajar pra sekolah, apakah ini juga harus dilarang," kata Alif.
 
Pria yang akrab disapa Alip ini merupakan salah satu pelawak tunggal atau komika muda jebolan komunitas Stand Up Indo Jakarta Timur.

Alip meminta kampanye di sejumlah kampus di Jakarta juga perlu diatur secara jelas oleh undang-undang pemilu, sebab seluruh mahasiswa telah memiliki hak pilih.
 
Gakkumdu
Sejumlah peserta lainnya juga mengeluhkan tentang lemahnya pola koordinasi potensi pelanggaran pemilu pada tataran Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
 
"Kadang laporan kita hanya sampai pada Gakkumdu. Ada penafsiran yang berbeda antara Bawaslu dengan Gakkumdu dalam potensi pelanggaran," ujar peserta lainnya dari Komunitas Betawi.
 
Menanggapi hal itu Sahroji telah menampung seluruh masukan yang bersifat positif bagi perbaikan pemilu berikutnya.
 
"Kita belum tahu apakah pemilu akan diselenggarakan serentak lagi pada 2024, atau justru digelar terpisah pada 2022. Yang jelas seluruh komunitas ini merupakan aset potensial yang bisa kita libatkan dalam pemilu mendatang," ujarnya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019