Palembang (ANTARA) - Bupati Muara Enim non-aktif tersangka kasus suap 16 proyek PUPR, Ahmad Yani, mengaku tidak tahu ada uang suap   (commitment fee)  sebesar 10 persen yang diberikan untuknya dari terdakwa Robi selaku kontraktor pemenang lelang.

"Saya tidak tahu ada uang suap di 16 proyek itu," kata Ahmad Yani saat ditanya JPU KPK pada sidang ketiga di Pengadilan Tipikor Palembang dengan terdakwa Direktur Utama PT Indo Paser Beton dan Cv Ayas, Robi Okta Fahlevi (35) yang dipimpin Hakim Tipikor, Bongbongan Silaban, Selasa malam.

JPU KPK menganggap pernyataan Yani berbeda dengan hasil BAP sebelumnya yang menyebut dirinya mengetahui adanya "commitment fee", namun hanya tidak tahu besarannya, JPU kemudian membacakan lagi hasil BAP Ahmad Yani.

Tetapi Ahmad Yani malah mencabut keterangannya dari BAP dan menegaskan tidak mengetahui adanya uang suap 10 persen sebagaimana yang didakwa KPK dan dibenarkan tersangka lainnnya, Kabid Jalan Dinas PUPR Muara Enim, Elfin MZ Muchtar.

Yani yang hadir sebagai saksi juga menyebut tidak mengetahui adanya dana aspirasi DPRD Muara Enim yang diperuntukan 16 proyek PUPR senilai Rp132 Miliar untuk pembangunan jalan sepanjang 130 kilometer, ia hanya menyebut proyek tersebut bagian dari janji kampanyenya saat pilkada.

Selain itu Yani membantah telah meminta Robi dibelikan satu unit mobil SUV Lexus warna hitam sebagaimana dalam dakwaan, keterangan tersebut juga berbeda dari hasil BAP sebelumnya.

"Saya hanya pinjam mobil itu dari Robi untuk kunjungan menteri, bukan minta dibelikan," kata Yani.

JPU KPK, penasehat hukum dan hakim tipikor mencecar Yani dengan 30 pertanyaan lebih terkait proyek hingga OTT KPK, namun 60 persen Yani menjawabnya dengan tidak tahu, lupa atau menyebut keterangan dalam BAP tidak detail.

Begitu pula dengan saksi lainnya yakni Plt Bupati Muara Enim, Juarsah dan Ketua DPRD Muaraenim, Aries HB, keduanya banyak menjawab pertanyaan dalam persidangan dengan tidak tahu dan tidak benar.

"Tidak benar bahwa ada aliran uang suap proyek itu ke saya," kata Juarsah membantah pernyataan Elfin yang menyebut telah memberi sejumlah uang kepadanya.

Sementara terdakwa Robi kembali menegaskan jika uang komitmen fee yang ia berikan tidak tahu peruntukannya, ia tidak tahu dana tersebut juga mengalir ke 25 anggota DPRD Muara Enim, ia hanya menyiapkan dana yang sudah diminta oleh Ahmad Yani.

"Tidak benar ada dana masuk ke saya," kata Ketua DPRD Muara Enim, Aries HB membantah pernyataan Robi.

Terkait bantahan Ahamd Yani, terdakwa Robi menjelaskan bahwa pada awal 2019 ia memberikan uang sebesar Rp2 Miliar kepada Yani, ditambahkan lagi Rp40 juta saat Yani ingin pergi ke Tiongkok, dan ditambahkan lagi Rp1 Miliar atas permintaan Yani.

"Totalnya Rp3,04 Miliar yang diminta Ahmad Yani dan saya berikan lewat supir pribadinya," pungkas Robi.

Dengan banyaknya bantahan Ahmad Yani, Juarsah dan Aries HB, JPU KPK menganggap hal itu biasa dalam persidangan namun tetap akan dibuktikan pada sidang-sidang selanjutnya.

"Ahmad Yani dan beberapa saksi juga mencabut pernyataanya di BAP ya itu hak mereka, tapi kami ada fakta dari saksi lain dan nanti dibuktikan satu persatu," kata JPU KPK, Roy Riadi.

Sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa (10/12) dengan menghadirkan saksi ahli masih dengan terdakwa Robi Okta Fahlevi.

KPK memdakwa Robi dengan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Ia didakwa telah menjanjikan sesuatu yakni memberi uang sejumlah USD35.000 atau Rp22 Miliar kepada Bupati Muara Enim, Ahmad Yani untuk mendapatkan 16 proyek jalan senilai Rp132 Miliar.

Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019