Langkah Ganjar tidak tepat untuk CA karena saat ini yang dibutuhkan adalah sekolah formal bagi setiap kalangan,
Jakarta (ANTARA) - Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (Perdik) Ishak Salim mendorong agar sekolah formal dapat inklusif atau terbuka terhadap kalangan disabilitas.

"Sekolah umum yang inklusif adalah yang mau memulai menerima difabel. Segala konsekuensinya dianggap sebagai proses inklusi pendidikan menuju kesetaraan atas semua warga negara," kata Ishak saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu.

Komentar dari Perdik itu mengemuka seiring viralnya perundungan CA, seorang siswi SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo, yang dikeroyok tiga siswa lain. CA sendiri adalah siswi berkebutuhan khusus yang menuntut ilmu di sekolah formal.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo turun tangan untuk mengatasi persoalan itu. Dia merencanakan memindahkan CA dari sekolah formalnya saat ini di SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo, ke sekolah luar biasa. Sang kepala daerah juga akan menutup operasi atau melakukan merger sekolah itu.

Baca juga: Stafsus Presiden dorong Komnas Disabilitas terealisasi tahun ini

Ishak menyebutkan langkah Ganjar tidak tepat untuk CA karena saat ini yang dibutuhkan adalah sekolah formal bagi setiap kalangan, termasuk disabilitas.

Cara pandang memindahkan CA ke SLB, ujar dia justru tidak memberi solusi yang tepat. Siswa disabilitas di sekolah formal memiliki keberagaman kemampuan yang dengan sendirinya membawa pada saling kesepahaman dan penyesuaian antara kemampuan guru dan kemampuan murid.

"Contohnya siswi difabel netra akan membawa kemampuan berbeda dalam membaca dengan siswa lain yang awas," kata dia.

Atas kenyataan keragaman itu, dia mengemukakan kurikulum pendidikan kemudian beradaptasi dengan ragam kemampuan tersebut.

"Jika difabel visual menulis dan membaca membutuhkan aplikasi pembaca layar maka jangan paksakan setiap anak membaca buku fisik, melainkan beri peluang difabel visual turut membaca sesuai kemampuannya, yakni membaca melalui huruf Braille atau dengan menyiapkan format tulisan digital," jelas dia.

Baca juga: Kemensos berencana pisah bansos lanjut usia dan disabilitas dari PKH

Ishak menerangkan sekolah umum infklusif bukanlah sekolah yang ditunjuk pemerintah. Akan tetapi, tumbuh secara sadar dari pelaku inklusi di sekolah dan mulai membuka peluang difabel datang atau mereka menjemputnya di rumah-rumahnya.

Adaptasi demi adaptasi, tambah dia akan mengubah praktik dan memungkinkan setiap pihak menyusun rencana baru sekolah inklusif. Kini banyak daerah membentuk pokja pendidikan inklusi, guru-guru mulai sering mendengar dan mengikuti seminar atau pelatihan inklusivitas dan aktivis pendidikan juga semakin kuat.

Maka, Ishak menekankan selanjutnya yang tidak kalah penting adalah koordinasi satu sama lain.

Kendati begitu, dia mengatakan sekolah inklusif harus bekerja secara terorganisir dan dalam membangunnya memerlukan jangka panjang.

"Tanpa pengorganisasian, pelaku pendidikan inklusif akan selalu berpikir bahwa praktik inklusivitas harus ditunjuk pimpinan, harus memiliki anggaran dan harus memiliki tenaga kerja," sebutnya.

Baca juga: Mensos sanggupi aturan 2 persen pegawai disabilitas di kementerian

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2020