Jakarta (ANTARA) - Pemerintah mencatat bahwa penderita penyakit virus Corona (COVID-19) meningkat hingga Minggu,12 April, dengan jumlah pasien positif di Indonesia tercatat sebanyak 4.241 kasus, sementara yang sembuh 359 orang dan 373 meninggal dunia.

Sebelumnya Sabtu (11/4) terhimpun dengan jumlah pasien positif menjadi 3.842 orang, 286 pasien dinyatakan sembuh dan 327 orang meninggal dunia.

Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 itu menyatakan bahwa masih ada kasus positif yang berada di masyarakat. Masih ada kelompok masyarakat yang rentan yang belum disiplin untuk jaga jarak dan menggunakan masker.

Dari seluruh provinsi terdapat kasus positif dengan DKI Jakarta tertinggi 2.044 kasus, disusul Jawa Barat 450 kasus, Jawa Timur 386 kasus, Banten 281 kasus, Sulawesi Selatan 222 kasus, Jawa Tengah 200 kasus dan terendah NTT satu kasus serta Gorontalo satu kasus.

Hal ini berimbas pada aktivitas masyarakat dan pemerintahan termasuk juga kinerja pengadilan. Dari sudut pengadilan, bagaimanakah sidang-sidang perkara dapat berlangsung selama pandemik COVID-19 ini sejak pertengahan Maret lalu.

Pada 19 Maret 2020, pada persidangan terdakwa RB dan RM terkait kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan pada bulan April 2017. Kuasa hukum Novel Baswedan menginginkan sidang ditunda. Tim kuasa hukum sebetulnya berharap sidang ditunda karena adanya pandemik Corona. MA (Mahkamah Agung) seharusnya menunda seluruh sidang.

Namun, apabila memang digelar, Anggota tim kuasa hukum penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Alghiffari Aqsa, menegaskan Novel tidak akan menghadiri persidangan yang dijadwalkan diadakan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara tersebut. Novel tidak hadir dan tim juga membatasi diri untuk hadir di persidangan.

Hal senada juga disampaikan Advokat Andi Asrun mengeluhkan masih rendahnya upaya pencegahan penyebaran penyakit karena virus Corona (COVID-19) di pengadilan-pengadilan di bawah Mahkamah Agung.

Ia prihatin dengan manajemen pengadilan dengan tingkat antisipasi penyebaran COVID-19 terbilang rendah karena tidak ada tindakan pengukuran suhu tubuh dan pembersih tangan di pintu masuk gedung pengadilan.

Sementara di Pengadilan Negeri Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, mengambil kebijakan mengurangi frekuensi persidangan dengan menunda sementara sejumlah persidangan dalam kurun waktu 10 hari kerja.

Kepala Pengadilan Negeri Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Anteng Supriyo, menjelaskan lembaganya tidak memberlakukan pembatasan sosial dan tetap membuka Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) maupun persidangan, namun dengan beberapa pembatasan.

Namun, desakan muncul dari Koalisi pemantau peradilan. Mereka mendesak Mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan Agung serta Kementerian Hukum dan HAM untuk menghentikan persidangan pada masa pandemik ini.

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur berharap MA memiliki sense of crisis (rasa kepekaan terhadap situasi krisis) dengan cara mengutamakan keselamatan aparat penegak hukum dan para pihak yang berperkara.

MA sendiri telah mengeluarkan Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung (SE SEKMA) No. 1 Tahun 2020 berupa upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya pada 17 Maret 2020.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, mengatakan MA tidak mungkin melakukan penundaan persidangan karena ada masa tahanan yang terbatas.

Sidang Daring

Munculnya sidang daring melihat kondisi para tahanan di Rutan dan Lapas selama masa darurat bencana wabah penyakit akibat virus Corona di Indonesia. Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Nugroho, menegaskan bahwa tahanan itu sangat rentan tertular virus Corona.

Tahanan yang mengikuti proses persidangan melalui konferensi video merupakan tahanan yang perpanjangan penahanannya sudah tidak dimungkinkan.

Selama proses persidangan, tahanan akan tetap berada di dalam lapas/rutan, jaksa berada di kantor kejaksaan dan hakim di pengadilan atau menyesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Masyarakat pun dapat mengikuti jalannya persidangan selama sidang tersebut dinyatakan terbuka untuk umum.

Contoh pada sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan kasus penusukan Ketua Wantimpres Wiranto, Abu Rara, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (9/4/2020). Pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum tersebut dilakukan dengan teleconference tanpa tatap muka yang dapat disaksikan dari layar monitor di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Barat

Terdakwa tidak dihadirkan dalam persidangan tersebut, sehingga majelis tersebut hanya menghadirkan para hakim pengacara dan jaksa penuntut umum.

Satu putusan sidang juga berlangsung dalam sidang daring. Persidangan Nurdin Basirun yang divonis Nurdin divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap senilai Rp45 juta dan 11 ribu dolar Singapura dan gratifikasi sebesar Rp4.228.500.000 di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 9 April 2020.

Persidangan berlangsung menggunakan video conference, hanya majelis hakim yang berada di pengadilan Tipikor Jakarta yang berlokasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yaitu Muhammad Asri, Agung Satria Wibowo dan Rikhi BM berada di ruang penuntut di gedung KPK sementara terdakwa Nurdin Basirun dan pengacaranya mengikuti sidang di lantai dasar gedung KPK.

Sementara persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh dihentikan menyusul diterapkannya sidang telekonferensi untuk mencegah penyebaran COVID-19 dan sidang tipikor dilangsungkan di Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Pengadilan Tipikor Banda Aceh merupakan bagian dari Pengadilan Negeri Banda Aceh. Namun, gedung kedua pengadilan tersebut dipisahkan. Gedung Pengadilan Negeri Banda Aceh di sekitar Krueng Aceh, sedangkan Pengadilan Tipikor berada di kawasan Blangpadang. Persidangan tipikor sekarang ini dipusatkan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Banda Aceh. Persidangan dilakukan dengan telekonferensi atau jarak jauh.

Dihentikannya persidangan di Pengadilan Tipikor dan dipindahkan semua perkara ke Pengadilan Negeri Banda Aceh, karena di Pengadilan Tipikor belum ada alat yang mendukung persidangan menggunakan sistem telekonferensi.

Praktis

Sejumlah jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) menilai pelaksanaan sidang virtual atau melalui video conference lebih praktis khususnya untuk perkara sederhana.

"Lebih praktis sih, tahanan tidak usah dibawa-bawa, JPU juga tidak perlu ke pengadilan yang penting dalam memeriksa dan mengadili bisa dipahami semua pihak," ungkap JPU Sigit Hendradi.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerapkan sidang virtual atau secara daring sejak 30 Maret 2020. Memang tidak semua sidang digelar secara virtual, hakim yang memilih dan menentukan perkara mana saja yang bisa di laksanakan melalui video conference.

Untuk perkara-perkara yang mudah pembuktiannya seperti narkotika tangkap tangan, bawa senjata tajam dan lainnya. Tapi untuk perkara seperti kasus penipuan, pembunuhan dan lain-lain lebih baik digelar secara tatap muka.

Penilaian lain oleh JPU Boby Mokoginta, sidang virtual lebih cocok untuk pembacaan dakwaan atau tuntutan. Sedangkan untuk pemeriksaan saksi sebaiknya dilakukan secara tatap muka.

Pelaksanaan sidang virtual ini sesuai dengan instruksi Jaksa Agung yang disampaikan pada video conference pada 24 Maret 2020 bersama seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi se-Indonesia.

Instruksi ini dilakukan sebagai langkah pencegahan penyebaran virus Corona COVID-19 di lingkungan peradilan dengan menerapkan menjaga jarak sosial atau fisik (social distancing measure atau physical distancing).

Pengadilan Negeri Banda Aceh menemui kendala pada jaringan koneksi internet dalam persidangan jarak jauh.

Sebelumnya Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang menggelar konferensi video dengan seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) se-Indonesia, pada Jumat (3/4/2020), dari rumah dinasnya di Jakarta, menyatakan 10.517 perkara pidana telah disidang secara daring oleh jaksa dari 344 Kejaksaan Negeri (Kejari) pada masa mewabahnya COVID-19.

Di tengah wabah COVID-19 saat ini, jaksa dan hakim tetap harus menuntaskan proses hukum berbagai perkara pidana. Jaksa Agung mengapresiasi para jaksa yang dengan peralatan seadanya tetap semangat berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya untuk menyelenggarakan sidang melalui teleconference.

Jaksa Agung menegaskan bahwa sidang dengan teleconference itu merupakan prestasi penegak hukum Indonesia di tengah wabah virus Corona. Di kala di belahan dunia lain banyak pengadilan ditutup, di Indonesia masih dapat dilaksanakan. Keberhasilan sidang ini telah saya laporkan ke Presiden.

Sementara, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Sunarta menyatakan bahwa ada kenaikan jumlah perkara yang diselesaikan melalui sidang dengan konferensi video.

Saat dilaksanakan pertama tanggal 30 dan 31 Maret lalu, tercatat baru 1.502 perkara yang disidangkan, sisanya tujuh perkara pidana khusus. Kemudian tanggal 1, 2 dan 3 April, sidang pengadilan dengan teleconference bertambah tujuh kali lipat, mencapai 10.517 perkara.

Persidangan di pengadilan tidak boleh berhenti kendati dalam kondisi pandemik COVID-19 seperti sekarang ini.

Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh Taqwaddin Husein menegaskan bahwa dari aspek hukumnya, persidangan telekonferensi tetap sah sebab persidangan tetap berlangsung walau mereka yang terlibat di sebuah persidangan tidak dalam satu ruangan. Hal ini menunjukkan bahwa persidangan daring di pengadilan juga merupakan bagian dari pelayanan publik.

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020